Cina dan Eropa Bahas Perubahan Iklim, HAM, dan Bisnis
6 Juli 2021
Cina menginginkan kerja sama yang lebih baik dengan Eropa, di tengah ketegangan hubungan kedua pihak. Jerman dan Prancis mengangkat isu pelanggaran HAM terhadap Uighur dan Hong Kong.
Iklan
Presiden Cina Xi Jinping berbicara tentang peningkatan hubungan dengan Eropa lewat panggilan video dengan pemimpin Jerman dan Prancis pada Senin (05/07).
Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengangkat isu hak asasi manusia dan perubahan iklim dalam pertemuan virtual tersebut. Percakapan itu terjadi di tengah ketegangan hubungan antara Cina dan Eropa, karena Cina dinilai semakin otoriter terhadap Hong Kong dan minoritas Uyghur.
Apa yang dibicarakan Cina dan Eropa?
Kantor kepresidenan Prancis mengatakan pembicaraan diadakan untuk membahas perbedaan posisi para pemimpin menjelang KTT iklim COP26 di Glasgow dan KTT G20 di Roma akhir tahun ini.
Xi mengatakan dia menginginkan kerja sama yang lebih baik antara Eropa dan Cina, sementara Macron dan Merkel berbicara kepada Xi tentang pentingnya menghentikan dukungan pemerintah Cina untuk pembangkit listrik tenaga batu bara.
Ketiganya membahas langkah menuju lingkungan yang lebih adil bagi perusahaan Cina di Eropa dan perusahaan Eropa di Cina.
Di tengah negosiasi yang sedang berlangsung di Wina, kemungkinan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran juga dibahas dengan juru bicara Prancis yang mengatakan penghidupan kembali tersebut harus dilakukan "sesegera mungkin." Cina, Jerman, dan Prancis tetap melakukan penandatangan kesepakatan tersebut.
Prancis mengatakan bahwa "hubungan udara juga harus dilanjutkan sesegera mungkin sambil menghormati prinsip timbal balik" setelah pandemi global.
‘'Percakapan juga berputar sekitar kerja sama melawan pandemi COVID-19, pasokan vaksin global, dan isu internasional serta regional,‘‘ menurut laporan media berita Cina, CCTV.
Potret Muslim Uighur di Cina
Cina melarang minoritas muslim Uighur mengenakan jilbab atau memelihara janggut. Aturan baru tersebut menambah sederet tindakan represif pemerintah Beijing terhadap etnis Turk tersebut. Siapa sebenarnya bangsa Uighur?
Foto: Reuters/T. Peter
Represi dan Larangan
Uighur adalah etnis minoritas di Cina yang secara kultural merasa lebih dekat terhadap bangsa Turk di Asia Tengah ketimbang mayoritas bangsa Han. Kendati ditetapkan sebagai daerah otonomi, Xinjiang tidak benar-benar bebas dari cengkraman partai Komunis. Baru-baru ini Beijing mengeluarkan aturan baru yang melarang warga muslim Uighur melakukan ibadah atau mengenakan pakaian keagamaan di depan umum.
Foto: Reuters/T. Peter
Dalih Radikalisme
Larangan tersebut antara lain mengatur batas usia remaja untuk bisa memasuki masjid menjadi 18 tahun dan kewajiban pemuka agama untuk melaporkan naskah pidatonya sebelum dibacakan di depan umum. Selain itu upacara pernikahan atau pemakaman yang menggunakan unsur agama Islam dipandang "sebagai gejala redikalisme agama."
Foto: Reuters/T. Peter
Balada Turkestan Timur
Keberadaan bangsa Uighur di Xinjiang dicatat oleh sejarah sejak berabad-abad silam. Pada awal abad ke20 etnis tersebut mendeklarasikan kemerdekaan dengan nama Turkestan Timur. Namun pada 1949, Mao Zedong menyeret Xinjiang ke dalam kekuasaan penuh Beijing. Sejak saat itu hubungan Cina dengan etnis minoritasnya itu diwarnai kecurigaan, terutama terhadap gerakan separatisme dan terorisme.
Foto: Reuters/T. Peter
Minoritas di Tanah Sendiri
Salah satu cara Beijing mengontrol daerah terluarnya itu adalah dengan mendorong imigrasi massal bangsa Han ke Xinjiang. Pada 1949 jumlah populasi Han di Xinjiang hanya berkisar 6%, tahun 2010 lalu jumlahnya berlipatganda menjadi 40%. Di utara Xinjiang yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, bangsa Uighur bahkan menjadi minoritas.
Foto: picture-alliance/dpa/H. W. Young
Hui Yang Dimanja
Kendati lebih dikenal, Uighur bukan etnis muslim terbesar di Cina, melainkan bangsa Hui. Berbeda dengan Uighur, bangsa Hui lebih dekat dengan mayoritas Han secara kultural dan linguistik. Di antara etnis muslim Cina yang lain, bangsa Hui juga merupakan yang paling banyak menikmati kebebasan sipil seperti membangun mesjid atau mendapat dana negara buat membangun sekolah agama.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Wong
Terorisme dan Separatisme
Salah satu kelompok yang paling aktif memperjuangkan kemerdekaan Xinjiang adalah Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM). Kelompok lain yang lebih ganas adalah Partai Islam Turkestan yang dituding bertalian erat dengan Al-Qaida dan bertanggungjawab atas serangkaian serangan bom di ruang publik di Xinjiang.
Foto: Getty Images
Kemakmuran Semu
Xinjiang adalah provinsi terbesar di Cina dan menyimpan sumber daya alam tak terhingga. Tidak heran jika Beijing memusatkan perhatian pada kawasan yang dilalui jalur sutera itu. Sejak beberapa tahun dana investasi bernilai ratusan triliun Rupiah mengalir ke Xinjiang. Namun kemakmuran tersebut lebih banyak dinikmati bangsa Han ketimbang etnis lokal.
Foto: Reuters/T. Peter
Ketimpangan Berbuah Konflik
BBC menulis akar ketegangan antara bangsa Uighur dan etnis Han bersumber pada faktor ekonomi dan kultural. Perkembangan pesat di Xinjiang turut menjaring kaum berpendidikan dari seluruh Cina. Akibatnya etnis Han secara umum mendapat pekerjaan yang lebih baik dan mampu hidup lebih mapan. Ketimpangan tersebut memperparah sikap anti Cina di kalangan etnis Uighur. Ed.: Rizki Nugraha (bbg. sumber)
Foto: Getty Images
8 foto1 | 8
Eropa soroti hak asasi manusia di Cina
Macron dan Merkel membuat "tuntutan mengenai perang melawan kerja paksa,” yang menekankan tentang minoritas Uighur Cina dengan Presiden Xi.
Kelompok hak asasi manusia melaporkan bahwa pihak berwenang Cina telah memenjarakan hingga 1 juta orang Uighur dan sebagian besar minoritas muslim lainnya. Kelompok-kelompok itu mengatakan para tahanan kemudian dipaksa bekerja di kamp kerja paksa.