1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cina Desak Perluasan Pendidikan Kebangsaan?

18 Agustus 2023

Desakan pemerintah Cina untuk memperluas cakupan pendidikan kebangsaan hadir di tengah meningkatnya tantangan domestik dan internasional. Ini juga memperlihatkan kecemasan para pimpinan, kata para pengamat.

Murid seklolah di CIna tengah menyimak pidatp Presiden Cina Xi Jinping dalam Kongres Rakyat Nasional,
Usulan RUU baru mencantumkan hukuman pelanggaran lain seperti menghina bendera nasional hingga mempertanyakan sejarah dan perjuangan para pahlawan Partai Komunis CinaFoto: Aly Song/REUTERS

Pemerintah Cina baru-baru ini telah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pendidikan Kebangsaan baru kepada Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional, ungkap badan legislatif resmi negara. 

Undang-undang ini bertujuan untuk menanamkan sikap patriotisme dan kesetiaan kepada Partai Komunis Cina di kalangan pemuda Tiongkok dalam segala aspek kehidupan. Pemerintah Cina ingin mulai menegakkan pendidikan patriotik di sekolah-sekolah, komunitas agama, bisnis, dan bahkan keluarga.

RUU yang baru ini akan memperjelas bahwa orang tua "harus memasukkan cinta tanah air dalam pendidikan di keluarga."

Rancangan tersebut juga mencantumkan hukuman pelanggaran seperti menghina bendera nasional hingga mempertanyakan kembali sejarah dan perjuangan pahlawan Partai Komunis Cina yang telah diakui, di antara kegiatan lainnya.

Pada bulan Juni lalu, RUU ini telah disidangkan untuk pertama kalinya.

Langkah untuk mencuci otak anak muda Tiongkok?

Langkah pengajuan RUU baru ini menunjukkan bahwa para pemimpin Partai Komunis Cina memandang kaum muda Tiongkok sebagai ancaman terhadap kekuasaan dan legitimasi partai, kata para pengamat.

Kaum muda Tiongkok telah mulai banyak menyuarakan perbedaan pendapat dan melakukan aksi protes, seperti aksi protes tahun lalu terhadap kebijakan pemerintah Beijing saat COVID-19 yang dinilai cukup ketat.

Para kritikus mengecamnya sebagai upaya untuk "mencuci otak generasi muda."

"Semakin banyak kelas patriotisme yang dimaksudkan untuk mencuci otak menjadi hal yang wajib" dalam beberapa tahun terakhir, ungkap William (nama disamarkan) kepada DW, seorang penentang Tiongkok yang berafiliasi dengan lembaga nonprofit Cina Deviants, yang berbasis di London.

Hung Chin-fu, seorang profesor di Universitas Nasional Cheng Kung, Taiwan, yang ahli dalam politik dan masyarakat Tiongkok, mengatakan bahwa tujuan legislasi tersebut adalah untuk membuat anak muda Tiongkok "mencintai [Presiden Cina] Xi Jinping atau mencintai ideologi Xi Jinping."

Tantangan domestik dan internasional

Usulan tersebut muncul di saat Cina tengah menghadapi tantangan domestik serta internasional. Negara ini tengah berjuang melawan perlambatan ekonomi, dengan pasar properti yang bermasalah, permintaan domestik yang melemah dan angka pengangguran kaum muda yang meningkat.

Masalah-masalah itu yang memicu kekhawatiran pada periode pertumbuhan yang lebih rendah dan berkepanjangan, untuk negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut. Sementara itu, persaingan strategis dan ketidakpercayaan antara Cina dan negara Barat juga semakin meningkat.

Kathy Huang, seorang pakar Cina di Dewan Hubungan Luar Negeri, mengatakan kepada DW bahwa usulan legalisasi sikap patriotisme itu "merupakan sebuah fokus yang disengaja dan tepat waktu, mengingat situasi lingkungan domestik Tiongkok saat ini."

"Upaya-upaya ini mengungkapkan kegelisahan Xi tentang pertumbuhan Cina dan kecemasannya atas masa depan popularitas partainya," tambah Huang.

Hung juga menggemakan pandangan yang serupa. Hung mengungkapkan bahwa, "dalam menghadapi tantangan situasi domestik dan internasional ini, kami melihat Xi Jinping mengambil langkah-langkah yang lebih besar untuk menjaga stabilitasnya." Hal itu juga termasuk pada langkah lainnya yang diambil baru-baru ini, seperti pengesahan undang-undang hubungan luar negeri dan kontra spionase.

Undang-undang hubungan luar negeri mengancam tindakan balasan terhadap pihak-pihak yang dianggap merugikan kepentingan Tiongkok, sementara undang-undang kontra spionase telah memicu kekhawatiran di kalangan komunitas para pebisnis asing.

Menargetkan mereka yang berada di luar daratan

Namun, ini bukan pertama kalinya Tiongkok melakukan kampanye ini. Setelah insiden pembantaian di Lapangan Tiananmen pada tahun 1989, Beijing juga telah meluncurkan program indoktrinasi ideologi besar-besaran pada tahun 1990-an, dengan tujuan untuk mendidik kembali para pemuda yang memimpin protes antipemerintah.

Pendidikan kebangsaan sejak saat itu telah menjadi hal umum dan masuk dalam sistematis masyarakat Tiongkok. Namun, undang-undang baru ini tidak hanya berlaku untuk masyarakat di daratan Tiongkok, tetapi juga penduduk Hong Kong, Makau, hingga Taiwan.

Undang-undang ini nantinya akan memperluas cakupannya hingga warga Cina perantauan untuk membantu mereka "meningkatkan rasa nasionalisme mereka."

Hal ini juga menekankan pada dunia maya, dengan penyedia layanan internet diharuskan untuk mempromosikan konten patriotik. Mereka juga akan diminta untuk mengembangkan teknologi dan produk baru untuk "melakukan kegiatan patriotik."

Para pengamat mengatakan bahwa perluasan cakupan undang-undang ini, agar warga Cina di luar negeri dapat meningkatkan jumlah "little pinks", istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan anak muda Cina yang menunjukkan sikap patriotisme di luar negeri.

'Teladan patriotisme'

Bulan ini, para pendukung pemerintah Cina menggambar grafiti yang menyuarakan propaganda Beijing di tembok Brick Lane yang terkenal di London. Tindakan ini menuai kecaman luas di platform media sosial, dan dengan cepat ditutupi dengan slogan-slogan yang memusuhi pemerintah Tiongkok dan Xi Jinping.

Terkadang, insiden semacam itu bisa berubah menjadi aksi kekerasan. Ada beberapa kasus dalam beberapa tahun terakhir di mana kaum nasionalis Cina dituduh mengganggu protes demokrasi pro-Hong Kong atau secara fisik menyerang para pengunjuk rasa di negara-negara seperti Inggris dan Australia.

Profesor Hung berpendapat bahwa kaum nasionalis radikal Tiongkok dipandang oleh Partai Komunis Cina sebagai "teladan patriotisme," sementara suara-suara rasional yang menyerukan perubahan positif terus dibungkam. Dan legalisasi pendidikan kebangsaan terbaru kemungkinan akan semakin memperkuat kelompok itu, katanya.

William juga memiliki pandangan yang sama dan mengatakan bahwa, "individu yang dicuci otaknya oleh pendidikan [kebangsaan Cina] secara natural akan memiliki sikap permusuhan yang kuat terhadap para aktivis demokrasi di luar negeri." (kp/hp)

Yu-chen Li Li adalah Jurnalis multimedia dan saat ini bekerja sebagai koresponden Taipei di DW.
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait