Cina Didesak Buka Akses bagi Kepala HAM PBB ke Xinjiang
23 Juni 2021
Dalam sebuah pernyataan bersama, lebih 40 negara suarakan keprihatinan atas tindakan Cina di Xinjiang, Hong Kong dan Tibet. Cina didesak membuka akses bagi kepala HAM PBB untuk melakukan investigasi.
Iklan
Lebih dari 40 negara pada Selasa (22/06) mendesak Cina membuka akses bagi Komisaris Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet ke Xinjiang, Cina guna mengecek laporan, lebih dari satu juta orang telah ditahan secara tidak sah di sana – beberapa mengalami penyiksaan dan kerja paksa.
Pernyataan bersama tersebut dibacakan oleh Duta Besar Kanada Leslie Norton atas nama negara-negara seperti Australia, Inggris, Prancis, Jerman, Jepang dan Amerika Serikat (AS) di depan Dewan HAM PBB.
"Laporan terpercaya menunjukkan, lebih dari sejuta orang telah ditahan secara sewenang-wenang di Xinjiang dan ada pengawasan luas yang secara tidak proprosional menargetkan warga Uighur dan anggota minoritas lainnya, serta pembatasan atas kebebasan dasar dan budaya Uighur,” demikian bunyi pernyataan bersama itu.
"Kami mendesak Cina untuk segera mengizinkan akses bermakna dan tidak terbatas untuk pengamat independen termasuk Komisaris Tinggi HAM ke Xinjiang ,” tambah pernyataan itu merujuk pada Michelle Bachelet.
Bachelet pada Senin (21/06) telah memberi tahu dewan bahwa ia berharap dapat mengunjungi Xinjiang tahun ini guna memeriksa laporan pelanggaran serius terhadap Muslim Uighur di sana. Akses ke Xinjiang telah dinegosiasikan oleh pihaknya sejak September 2018 lalu.
Potret Muslim Uighur di Cina
Cina melarang minoritas muslim Uighur mengenakan jilbab atau memelihara janggut. Aturan baru tersebut menambah sederet tindakan represif pemerintah Beijing terhadap etnis Turk tersebut. Siapa sebenarnya bangsa Uighur?
Foto: Reuters/T. Peter
Represi dan Larangan
Uighur adalah etnis minoritas di Cina yang secara kultural merasa lebih dekat terhadap bangsa Turk di Asia Tengah ketimbang mayoritas bangsa Han. Kendati ditetapkan sebagai daerah otonomi, Xinjiang tidak benar-benar bebas dari cengkraman partai Komunis. Baru-baru ini Beijing mengeluarkan aturan baru yang melarang warga muslim Uighur melakukan ibadah atau mengenakan pakaian keagamaan di depan umum.
Foto: Reuters/T. Peter
Dalih Radikalisme
Larangan tersebut antara lain mengatur batas usia remaja untuk bisa memasuki masjid menjadi 18 tahun dan kewajiban pemuka agama untuk melaporkan naskah pidatonya sebelum dibacakan di depan umum. Selain itu upacara pernikahan atau pemakaman yang menggunakan unsur agama Islam dipandang "sebagai gejala redikalisme agama."
Foto: Reuters/T. Peter
Balada Turkestan Timur
Keberadaan bangsa Uighur di Xinjiang dicatat oleh sejarah sejak berabad-abad silam. Pada awal abad ke20 etnis tersebut mendeklarasikan kemerdekaan dengan nama Turkestan Timur. Namun pada 1949, Mao Zedong menyeret Xinjiang ke dalam kekuasaan penuh Beijing. Sejak saat itu hubungan Cina dengan etnis minoritasnya itu diwarnai kecurigaan, terutama terhadap gerakan separatisme dan terorisme.
Foto: Reuters/T. Peter
Minoritas di Tanah Sendiri
Salah satu cara Beijing mengontrol daerah terluarnya itu adalah dengan mendorong imigrasi massal bangsa Han ke Xinjiang. Pada 1949 jumlah populasi Han di Xinjiang hanya berkisar 6%, tahun 2010 lalu jumlahnya berlipatganda menjadi 40%. Di utara Xinjiang yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, bangsa Uighur bahkan menjadi minoritas.
Foto: picture-alliance/dpa/H. W. Young
Hui Yang Dimanja
Kendati lebih dikenal, Uighur bukan etnis muslim terbesar di Cina, melainkan bangsa Hui. Berbeda dengan Uighur, bangsa Hui lebih dekat dengan mayoritas Han secara kultural dan linguistik. Di antara etnis muslim Cina yang lain, bangsa Hui juga merupakan yang paling banyak menikmati kebebasan sipil seperti membangun mesjid atau mendapat dana negara buat membangun sekolah agama.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Wong
Terorisme dan Separatisme
Salah satu kelompok yang paling aktif memperjuangkan kemerdekaan Xinjiang adalah Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM). Kelompok lain yang lebih ganas adalah Partai Islam Turkestan yang dituding bertalian erat dengan Al-Qaida dan bertanggungjawab atas serangkaian serangan bom di ruang publik di Xinjiang.
Foto: Getty Images
Kemakmuran Semu
Xinjiang adalah provinsi terbesar di Cina dan menyimpan sumber daya alam tak terhingga. Tidak heran jika Beijing memusatkan perhatian pada kawasan yang dilalui jalur sutera itu. Sejak beberapa tahun dana investasi bernilai ratusan triliun Rupiah mengalir ke Xinjiang. Namun kemakmuran tersebut lebih banyak dinikmati bangsa Han ketimbang etnis lokal.
Foto: Reuters/T. Peter
Ketimpangan Berbuah Konflik
BBC menulis akar ketegangan antara bangsa Uighur dan etnis Han bersumber pada faktor ekonomi dan kultural. Perkembangan pesat di Xinjiang turut menjaring kaum berpendidikan dari seluruh Cina. Akibatnya etnis Han secara umum mendapat pekerjaan yang lebih baik dan mampu hidup lebih mapan. Ketimpangan tersebut memperparah sikap anti Cina di kalangan etnis Uighur. Ed.: Rizki Nugraha (bbg. sumber)
Foto: Getty Images
8 foto1 | 8
Apa respons Cina?
Jiang Yingfeng, seorang diplomat senior Cina untuk PBB di Jenewa menolak pernyataan bersama itu pada Selasa (22/06) dengan menyebutnya sebagai campur tangan urusan dalam negeri "bermotif politik”.
"Kami menyambut kunjungan Komisaris Tinggi HAM PBB ke Cina, ke Xinjiang. Kunjungan ini adalah untuk mempromosikan pertukaran dan kerja sama, alih-alih untuk melakukan investigasi terhadap apa yang disebut sebagai "praduga bersalah,” katanya kepada dewan tanpa memberikan batas waktu.
Beijing telah menyangkal semua tuduhan terkait pelanggaran terhadap etnis Uighur, dan menjelaskan keberadaan kamp sebagai fasilitas pelatihan vokasi untuk melawan ekstremisme agama.
Iklan
Keprihatinan atas Hong Kong dan Tibet
Selain mengutip laporan penyiksaan, sterilisasi paksa, kekerasan seksual dan pemisahan anak dari orang tua secara paksa, pernyataan bersama yang dibacakan petinggi Kanada itu juga menyatakan keprihatinan atas memburuknya kebebasan fundamental di Hong Kong dan situasi HAM di Tibet.
Sidang pertama untuk orang-orang yang ditangkap di Hong Kong karena legislasi baru dari Beijing, dijadwalkan akan digelar pada pekan ini.
Menurut kepala kelompok HAM Amnesty International Agnes Callamard, pernyataan bersama ini mengirim pesan penting bagi Cina bahwa mereka "tidak lepas dari pengawasan internasional.”
"Tapi negara-negara ini harus bergerak sekarang, melampaui hanya sekedar pernyataan tulisan tangan dan mengambil tindakan nyata,” tambahnya.