Pemerintah Cina menuduh Presiden Tsai Ing-wen menyeret Taiwan menuju “badai laut,” sebagai respons terhadap kunjungannya ke Amerika Serikat. Tsai sebaliknya bertekad lindungi kebebasan dan demokrasi dari ancaman Cina.
Iklan
Lawatan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen ke Amerika Serikat, Guatemala dan Belize baru-baru ini berbuntut panjang. Usai menggelar latihan militer di Selat Taiwan akhir pekan silam, Cina kini menuduh Tsai mengambil langkah riskan.
"Tsai Ing-wen membawa bahaya ke Taiwan. Dia sepenuhnya berpihak kepada Amerika Serikat, mendorong Taiwan ke arah badai laut,” tulis juru bicara badan urusan Taiwan di Cina (TAO), Zhu Fenglian, Rabu (12/04).
Zhu mengklaim latihan militer di Selat Taiwan adalah "peringatan serius terhadap kolusi dan provokasi oleh kekuatan separatis dan asing untuk kemerdekaan Taiwan.”
Tsai kembali ke Taiwan sehari sebelum latihan militer Cina digelar. Dia mengabarkan lawatannya berhasil mengamankan dukungan bagi Taiwan dalam konflik dengan jiran raksasa tersebut.
"Melalui kunjungan ini, kita mengirimkan pesan ke dunia internasional bahwa Taiwan bertekad melindungi kebebasan dan demokrasi, yang telah mendapat pengakuan dan dukungan dari mitra-mitra demokratis kita,” kata Tsai ketika menjamu anggota parlemen Kanada di Taipei.
"Berhadapan dengan berlanjutnya ekpansionisme otoriter, menjadi lebih penting bagi negara-negara demokrasi untuk bersatu," imbuhnya.
Iklan
Eskalasi di langit
Sementara itu, Cina dikabarkan berniat menutup wilayah udara di utara Taiwan antara 16 hingga 18 April. Rencana tersebut dibenarkan empat pejabat Cina secara anonim kepada Reuters, tanpa merinci alasan penutupan.
Salah seorang sumber Reuters mengklaim larangan terbang akan berdampak pada setidaknya 60 persen penerbangan antara Asia Timur Laut dan Asia Tenggara, serta penerbangan antara Taiwan dengan Korea Selatan, Jepang dan Amerika Utara.
Menurut OPSGROUP, lembaga konsultasi risiko penerbangan di AS, pengumuman zona larangan terbang oleh Cina, pada Agustus 2022 silam, menciptakan gangguan pada jadwal penerbangan dan memaksa sebagian pilot untuk mengangkut bahan bakar ekstra.
Menengok Kamp Pelatihan Unit Angkatan Laut Paling Elit Taiwan
Diterima di unit elit Pengintaian dan Patroli Amfibi Taiwan (ARP) sama sulitnya dengan menjadi pasukan SEAL Angkatan Laut Amerika Serikat. Para kandidat harus lolos ujian dan pelatihan berat selama beberapa pekan.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Tangguh seperti pasak baja
Program pelatihan bagi mereka yang ingin bergabung dengan unit angkatan laut elit Taiwan berlangsung selama 10 minggu. Tahun ini, 31 peserta lolos tes untuk mengikuti program ini, tetapi hanya 15 orang yang akan diterima. Di pangkalan angkatan laut Zuoying di Taiwan selatan, tubuh dan jiwa benar-benar diuji — satu latihan mengharuskan peserta tidur di atas beton yang dingin.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Disiram air dingin
Setelah menghabiskan sepanjang hari di laut, peserta pelatihan disiram dengan air dingin. Lelah dan gemetar, mereka berdiri di dermaga. Tujuan dari kamp pelatihan ini adalah untuk menempa para peserta mengembangkan kemauan yang kuat. Tidak peduli seberapa sulit misi mereka, kesetiaan terhadap rekan-rekan mereka, dan angkatan laut harus teguh.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Latihan berat di pantai
Yu Guang-Cang ikut dalam latihan di pantai. Sepintas terlihat seperti latihan senam bis. Namun, sebetulnya peserta melakukan latihan berat, mulai dari "long march" hingga berjam-jam dan latihan di dalam air. Instruktur mereka memiliki reputasi sebagai orang yang tegas tanpa kompromi. Waktu istirahat pendek dan jarang. Sering kali hanya ada waktu untuk minum seteguk dan ke toilet.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Cat perang
Seorang peserta pelatihan berjuang melawan kelelahan saat dia diolesi cat kamuflase. Semua peserta ikut secara sukarela. Kebanyakan ingin menguji coba batas ketangguhannya. Pelatihan ini dimaksudkan untuk mensimulasikan tantangan berat perang. Komandan angkatan laut mengharapkan, para peserta dapat difungsikan ketika keadaan menjadi sangat gawat.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Hanya semangat baja yang lulus
Para kandidat menghabiskan sebagian besar waktu mereka di laut atau kolam renang. Mereka harus belajar menahan napas untuk waktu yang cukup lama, berenang dengan peralatan tempur lengkap, dan menyerbu pantai dari laut. Sering kali untuk aksinya kaki dan tangan mereka diikat. Latihan ini bukan untuk mereka yang cengeng.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Mendekati batas peregangan
Para peserta tidak hanya harus lulus tes kekuatan dan daya tahan, mereka juga menghadapi beberapa latihan peregangan ekstrem. Ou Zhi-Xuan yang berusia 25 tahun menangis kesakitan saat dia diregangkan mendekati batas kelenturan. Jika ada yang melawan instruktur saat berada di bawah tekanan berat, mereka segera dikeluarkan dari program ARP.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Dihina dan dilecehkan
Tentu saja, para kandidat harus berlatih sambil mengenakan perlengkapan tempur. Mereka harus menghadapi semburan pelecehan dan penghinaan dari instruktur unit elit angkatan laut. Pesrta mendapat istirahat satu jam setiap enam jam. Selama waktu ini, mereka harus makan, biasanya bawang putih untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh, mendapatkan bantuan medis, pergi ke toilet, dan tidur.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Jalan berbatu menuju surga
Latihan terakhir disebut "jalan menuju surga." Peserta pelatihan harus mengatasi rintangan yang unik. Mereka dipaksa untuk merangkak, praktis telanjang, di jalan berbatu, dan melakukan push-up, meskipun mereka sudah lelah dari minggu-minggu sebelumnya. "Saya tidak takut mati," kata salah satu peserta pelatihan, Fu Yu, 30 tahun.
Foto: ANN WANG/REUTERS
Diberi selamat dengan bunyi lonceng
Xu De-Yu menandai akhir dari kamp pelatihan ARP dengan membunyikan lonceng. Dia adalah salah satu yang "beruntung" lulus ujian. "Tentu saja, kami sama sekali tidak akan memaksa siapa pun, semua orang ada di sini secara sukarela," tegas instruktur Chen Shou-lih, 26. Pesannya kepada para peserta: "Kami tidak akan menyambut Anda bergabung begitu saja, hanya karena Anda ingin datang." (rs/as)
Foto: ANN WANG/REUTERS
9 foto1 | 9
Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan pihaknya "masih melakukan pemeriksaan" terhadap rencana zona larangan terbang, yang "bisa juga melibatkan aktivitas antariksa, termasuk peluncuran satelit," di luar latihan militer.
Kemenhan di Taipei juga melaporkan telah mendeteksi 35 pesawat militer dan delapan kapal perang Cina di sekitar Taiwan pada Rabu. Manuver militer Cina berlanjut meski latihan militer di Selat Taiwan resminya berakhir Senin (10/04).
Sebanyak 14 pesawat, antara lain lima jet tempur Su-30, dikabarkan melanggar batas negara yang membelah Selat Taiwan. Penetrasi wilayah teritorial Taiwan oleh Cina berlangsung secara reguler sejak Agustus 2022, ketika ketua Kongres AS saat itu, Nancy Pelosi, melakukan kunjungan simbolik ke Taipei.
Hingga kini, Cina menolak mengakui garis perbatasan dengan Taiwan.