Cina Mengimpikan Kekuatan Adidaya
5 Oktober 2015 Kekuatan tempur seperti sebuah negara adidaya pastinya belum dimiliki oleh Cina. Sejauh ini Beijing cuma berbekal kekuatan ekonominya buat menebar pengaruh di dunia. Terkesan, kebijakan yang diambil semata-mata demi menjalankan mesin perekonomian.
Cina juga tidak pernah melibatkan diri ke dalam konflik-konflik besar, setidaknya secara militer. Selama ini pertumbuhan ekonomi mendapat prioritas. Tapi kini paradigma tersebut diyakini akan berubah, karena belakangan Cina tampil semakin percaya diri, atau juga bisa disebut lebih agresif.
Kesan tersebut diperkuat dengan langkah Cina menambah anggaran pertahanannya, kendati lebih sedikit ketimbang tahun lalu. Selama bertahun-tahun Cina menginvestasikan dana raksasa untuk memodernisasi kekuatan militernya.
Adalah hak Cina untuk menjadi salah satu negara adidaya militer, setelah pertumbuhan ekonomi yang menganggumkan. Terlebih, negara-negara adidaya lain juga berulangkali memaksakan kepentingannya lewat kekuatan militer. Amerika Serikat sudah pasti, sementara Rusia baru-baru ini menunjukkannya lewat konflik di Ukraina.
Tapi logika serupa memicu perlombaan senjata di Asia yang tidak cuma membuat khawatir negara tetangga Cina, tetapi juga dunia internasional. Perkembangan ini bukan cuma soal melindungi nadi perekonomian yang berdenyut di jalur perdagangan laut asia, melainkan berkembangnya paradigma umum bahwa konflik tidak lagi ditentukan oleh upaya diplomatis, melainkan lewat kekuatan militer.
Hal ini bisa berujung bencana dan dampaknya akan terasa di seluruh dunia. Karena saat ini di samping Cina, negara-negara lain seperti India, Jepang, Filipina, Indonesia dan Vietnam ikut memperkuat militernya.
Potensi konflik ada banyak di Asia. Terutama tumpang tindih klaim seputar kepulauan tak berhuni di Laut Cina Selatan dan Timur menyimpan bahan peledak terbesar untuk membakar kekuatan nasionalis.
Sekilas konflik di kedua wilayah perairan itu berkobar demi mengamankan sumber daya alam. Tapi pada dasarnya klaim tersebut bertujuan memperluas pengaruh. Dan Cina memprovokasi dengan membangun pangkalan militer di kepulauan Spratly.
Serupa Jepang, Cina baru-baru ini mengesahkan Undang-undang anti teror yang mengizinkan militer melindungi kepentingan negara di luar negeri.
Namun begitu kenaikan anggaran militer Cina bukan berarti Beijing tengah bersiap mengobarkan perang. Sejauh ini negara-negara Asia masih menaruh perhatian pada pertumbuhan ekonomi. karena perekonomian yang berkembang pesat menciptakan kemakmuran. Dan semakin banyak yang diuntungkan, semakin minim pula pengaruh gerakan nasionalis, entah itu di Beijing, Tokyo atau Washington.
Terlebih kekuatan bisa didemonstrasikan dengan banyak cara. Karena saat ini pun Cina sudah menjadi negara adidaya tanpa sedikitnya menggunakan kekuatan militernya.
Alexander Freund