Cina mulai mereformasi militer dengan perintahkan tentara perketat anggaran. Struktur diubah dan jumlah tentara akan dikurangi 300.000. Tujuannya menciptakan tentara profesional yang siap tempur.
Iklan
Komite Militer Pusat Cina - CMC mulai mengambil langkah konkrit dalam mereformasi militernya. Secara bertahap, dominasi angkatan darat yang saat ini mencakup 73 persen dari keseluruhan angkatan bersenjata Cina akan dikurangi.
Sebagai gantinya, kekuatan angkatan laut dan angkatan udara akan ditingkatkan. Politik ini terkait erat dengan makin tajamnya konflik kepentingan Cina, terutama sengketa Laut Cina Selatan serta ancaman Taiwan untuk merdeka dan turunnya ancaman dalam negeri.
Kekuatan militer dari total 2,3 juta serdadu sampai tahun 2019 juga akan dikurangi bertahap sekitar 300.000 orang. Terutama pasukan non-tempur yang akan terus dikurangi jumlah anggotanya atau bahkan dihapus. Juga divisi yang menggunakan alutsista ketinggalan zaman akan diciutlan.
Berantas sumber korupsi
Perintah reformasi, secara halus dikemas dalam sebuah perintah kementrian pertahanan yang melarang angkatan bersenjata menjalin kontrak dengan order non militer. Tujuannya: membuat kekuatan militer ketiga terbesar sedunia itu jadi lebih profesional dan siap tempur.
Saling Tikam Berebut Laut Cina Selatan
Konflik Laut Cina Selatan menjadi ujian terbesar Cina buat menjadi negara adidaya. Meski bersifat regional, konflik itu mendunia dan mengundang campur tangan pemain besar, termasuk Amerika Serikat dan Indonesia.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Bersekutu dengan Rusia
Cina sendirian dalam konflik seputar Kepulauan Spratly dan Paracel di Laut Cina Selatan. Kecuali Rusia yang rutin menggelar latihan militer bersama (Gambar), negeri tirai bambu itu tidak banyak mendulang dukungan atas klaim teritorialnya. Terutama karena klaim Beijing bertentangan dengan hukum laut internasional.
Foto: picture-alliance/AP Images/Color China Photo/Z. Lei
David Versus Goliath
Secara umum Cina berhadapan dengan enam negara dalam konflik di Laut Cina Selatan, Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunai dan Filipina yang didukung Amerika Serikat. Dengan lihai Beijing menjauhkan aktor besar lain dari konflik, semisal India atau Indonesia. Laut Cina Selatan tergolong strategis karena merupakan salah satu jalur dagang paling gemuk di dunia dan ditengarai kaya akan sumber daya alam.
Foto: DW
Diplomasi Beton
Ketika jalur diplomasi buntu, satu-satunya cara untuk mengokohkan klaim wilayah adalah dengan membangun sesuatu. Cara yang sama ditempuh Malaysia dalam konflik pulau Sipadan dan Ligitan dengan Indonesia. Berbeda dengan Malaysia, Cina lebih banyak memperkuat infrastruktur militer di pulau-pulau yang diklaimnya.
Foto: CSIS, IHS Jane's
Reaksi Filipina
Langkah serupa diterapkan Filipina. Negara kepulauan itu belakangan mulai rajin membangun di pulau-pulau yang diklaimnya, antara lain San Cay Reef (gambar). Beberapa pulau digunakan Manila untuk menempatkan kekuatan militer, kendati tidak semewah Cina yang sudah membangun bandar udara di kepulauan Spratly.
Foto: CSIS Asia Maritime Transparency Initiative/DigitalGlobe
Di Bawah Naungan Paman Sam
Filipina boleh jadi adalah kekuatan militer terbesar selain Cina dalam konflik di perairan tersebut. Jika Beijing menggandeng Rusia, Filipina sejak dulu erat bertalian dengan Amerika Serikat. Secara rutin kedua negara menggelar latihan militer bersama. Terakhir kedua negara melakukan manuver terbesar dengan melibatkan lebih dari 1000 serdadu AS.
Foto: Reuters/E. De Castro
Indonesia Memantau
Indonesia pada dasarnya menolak klaim Cina, karena ikut melibas wilayah laut di sekitar kepulauan Natuna. Kendati tidak terlibat, TNI diperintahkan untuk sigap menghadapi konflik yang diyakini akan menjadi sumber malapetaka terbesar di Asia itu. Tahun lalu TNI mengerahkan semua kekuatan tempur milik Armada Barat untuk melakukan manuver perang di sekitar Natuna.
Foto: AFP/Getty Images/J. Kriswanto
Bersiap Menghadapi Perang
TNI juga membentuk Komando Operasi Khusus Gabungan untuk menangkal ancaman dari utara. Komando tersebut melibatkan lusinan kapal perang, tank tempur amfibi dan pesawat tempur jenis Sukhoi.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Indonesia Tolak Klaim Cina
Cina berupaya menjauhkan Indonesia dari konflik dengan mengakui kedaulatan RI di kepualuan Natuna dan meminta kesediaan Jakarta sebagai mediator. Walaupun begitu kapal perang Cina berulangkali dideteksi memasuki wilayah perairan Natuna tanpa koordinasi. Secara umum sikap kedua negara saling diwarnai kecurigaan, terutama setelah Presiden Jokowi mengatakan klaim Cina tidak memiliki dasar hukum
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
AS Tidak Tinggal Diam
Pertengahan Mei 2015 Kementrian Pertahanan AS mengumumkan pihaknya tengah menguji opsi mengirimkan kapal perang ke Laut Cina Selatan. Beberapa pengamat meyakini, Washington akan menggeser kekuatan lautnya ke Armada ketujuh di Pasifik demi menangkal ancaman dari Cina.
Foto: U.S. Navy/Anna Wade/Released
9 foto1 | 9
"Langkah ini merupakan tugas politik utama, menyangkut cakupan menyeluruh konstruksi militer dan pembangunan", demikian pernyataan resmi kementrian pertahanan di Beijing. Perintah dari Beijing itu menjadi langkah berikutnya bagi reformasi struktur militer Cina.
Selain mereformasi agar militer Cina lebih profesional, langkah ini juga merupakan tindakan untuk memberantas sumber korupsi. Semua tahu namun tutup mata, bahwa militer Cina yang memiliki kekuatan 2,3 juta anggota, belakangan ini makin dalam terlibat dalam kegiatan bisnis yang rawan penggelapan dan korupsi.
Militer Cina sejak satu dekade terakhir jadi sebuah kerajaan bisnis yang dengan sejumlah pabrik besar serta menguasai perusahaan transportasi. Selain itu militer Cina juga mengelola percetakan dan rumah sakit militer yang menerima pasien swasta berkocek tebal.
Dampak melemahnya konjunktur
Berbagai langkah reformas dan pengetatan anggaran juga tidak lepas dari makin terasanya dampak dari merosotnya pertumbuhan ekonomi Cina.
Setelah beberapa dekade terus menaikkan anggaran militernya secara besar-besaran tiap tahun, mulai tahun 2016 ini pemerintah di Beijing mengerem penambahan bujet militer. Dengan kenaikan anggaran militer sebesar 7,6 persen, ini merupakan kenaikan terkecil sejak satu dekade terakhir.
Anggaran militer Cina tahun ini volumenya 954 milyar Yuan atau sekitar 146,5 milyar US Dollar. Volume anggaran militer Cina tercatat sebagai yang kedua terbesar sedunia, di belakang anggaran militer Amerika Serikat.
8 Alutsista Cina yang Ditakuti Amerika Serikat
Bukan mustahil dua kekuatan adidaya dunia, AS dan Cina, suatu saat akan terlibat dalam perang terbuka. Kendati masih di atas angin, inilah delapan alasan kenapa Washington harus waspada terhadap kekuatan militer Cina
Foto: picture-alliance/AP Photo
Pesawat Tempur Chengdu J-20
Chengdu J-20 adalah rival terbesar F-22 Raptor milik AS. Kedua pesawat sama-sama memiliki daya jelajah tinggi dan memiliki kemampuan terbang siluman alias tidak terdeteksi radar. Kendati baru tahap pengembangan, J-20 diyakini akan memberikan keunggulan udara buat militer Cina di Laut Cina Selatan.
Foto: AP
Dong-Feng 26
Berapapun banyaknya kapal induk yang dimiliki Amerika Serikat, tidak satupun berguna jika menghadapi peluru kendali yang satu ini. Dong-Feng 26 dikembangkan sebagai rudal antar benua yang melesat dengan kecepatan Mach 10. Varian sebelumnya, DF-21, bahkan oleh militer AS dijuluki sebagai "pembunuh kapal induk." Berdaya jelajah 4000 km, DF-26 diyakini mampu menyerang pangkalan militer AS di Guam.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Wong
Roket Hipersonik WU-14
Sejak beberapa tahun Cina serius mengembangkan senjata hypersonic layaknya X-51A (gambar) yang dimiliki militer AS. Puncaknya adalah empat ujicoba yang dilakukan militer Cina antara 2014-2015, tiga diantaranya berlangsung sukses. Tidak banyak yang diketahui tentang WU-14 atau Dong-Feng DZ, kecuali bahwa pesawat berkecepatan 12.000km/jam itu mampu membawa hulu ledak nuklir.
Foto: Reuters/US Air Force
Kapal Induk Liaoning
Awalnya Liaoning adalah kapal induk Uni Sovyet kelas Admiral Kuznetsov yang dibeli dengan dalih akan dijadikan tempat perjudian oleh seorang pengusaha Macau. Ukraina saat itu melarang kapalnya digunakan untuk keperluan militer. Tapi alih-alih hotel judi, kapal bernama awal Warjag itu malah menjadi kapal induk pertama Cina. Berbekal pengalaman dengan Liaoning, Cina kini mengincar kapal induk kedua.
Foto: Getty Images/AFP
Tank Tempur Utama T99A2
Memasuki generasi ketiga, tank tempur T99 teranyar milik Cina dilengkapi dengan berbagai persenjataan dan teknologi modern seperti peluru kendali anti tank yang dipandu laser. Dikembangkan sejak 2007, T99A2 mulai diproduksi secara massal tahun 2009. Analis militer menilai T99A2 banyak meniru desain tank Perancis, Leclerc, atau M1 Abrams milik militer Amerika Serikat.
Foto: picture-alliance/dpa/F.Maohua
Kapal Angkut Amfibi Tipe 071
Melindungi wilayah perairan seperti Laut Cina Selatan akan mustahil tanpa keberadaan kapal angkut amfibi. Saat ini Cina memiliki tiga jenis kapal amfibi tipe 071. Ketiganya mampu mengangkut satu batalyon pasukan infanteri, 18 kendaraan lapis baja dan dilengkapi dengan ajungan pendaratan untuk helikopter atau juga hoovercraft.
Foto: imago/ITAR-TASS/Y. Smityuk
Rudal Anti Satelit
Januari silam Kongres AS mewanti-wanti pemerintah ihwal kemampuan Cina menghancurkan satelit militer. Sejak beberapa tahun terakhir Beijing memang diyakini sedang sibuk memodifikasi sistem peluru kendalinya seperti Dong-Neng 2 atau Dong-Feng 21 untuk membidik satelit. AS khwatir Cina akan mampu menghancurkan sistem satelit navigasi miliknya yang penting untuk mengumpulkan data intelijen.
Foto: picture alliance/AP
PLA Unit 61398
Bermarkas di Pudong, unit militer yang satu ini menjadi sumber serangan cyber terhadap aset ekonomi dan militer AS dalam beberapa tahun terakhir. Cina meyakini kedigdayaan di dunia maya akan menentukan perang masa depan. Serangan cyber terhadap aset sipil seperti pembangkit listrik misalnya akan berakibat fatal. Unit 61398 ditengarai cuma satu dari 20 unit militer cyber yang dimiliki Cina saat ini