1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cina Perketat Izin Warga Asing Menjelang Olimpiade

18 April 2008

Beijing memperketat izin tinggal bagi mahasiswa asing dan para pengusaha luar negeri. Cina sedang mengisolasi dirinya sendiri.

Para pelari lewati Stadion Olimpiade di BeijingFoto: AP

Sikap pemerintah Cina yang semakin ngotot dan keras beberapa bulan menjelang digelarnya Olimpiade Beijing disoroti dengan kritis sejumlah harian internasional.

Harian konservatif Austria Die Presse yang terbit di Wina dalam tajuknya berkomentar:

Lebih dari sekedar kebodohan, jika Beijing mempersulit para pengusaha asing, gara-gara sengketanya dengan Barat dalam masalah Tibet. Kedunguan bertambah, jika juga para mahasiswa asing pada musim panas ini diusir ke luar. Artinya, para pimpinan di Beijing menghendaki, negara itu kembali diisolasi dari dunia luar. Jadi, siapa yang masih berniat datang ke Beijing pada saat digelarnya Olimpiade, jika Cina menutup pintunya? Bagi para petinggi Komite Olimpiadi Internasional IOC, semua itu tidak jadi masalah, yang penting mereka masih tetap dapat melambaikan tangannya dari tribun kehormatan pada saat pembukaan Olimpiade.

Juga harian Swiss Basler Zeitung berkomentar senada. Harian yang terbit di Basel ini dalam tajuknya menulis:

Pembukaan ke luar merupakan kebanggaan warga Cina sekaligus ketakutannya. Barangsiapa tunduk kepada pimpinan partai komunis di Beijing, tidak akan menghadapi risiko huru-hara dan mempertaruhkan kemajuan yang sudah dicapai. Karena itulah gambar-gambar dari aksi demonstrasi anti Cina di luar negeri, benar-benar membuat takut warga Cina. Propaganda dari Beijing mengenai kemungkinan serangan teroris dari luar negeri, semakin memperkuat rasa takut warga. Karena itu, pemerintah Cina mengambil kebijakan yang riskan, dengan memperketat izin masuk bagi warga asing. Pokoknya stabilitas yang paling diutamakan.

Sementara harian ekonomi Prancis La Tribune mengomentari seruan boikot pemerintah di Beijing bagi produk dari Prancis, gara-gara aksi demonstrasi anti-Cina pada saat pawai obor Olimpiade di Paris. Harian yang terbit di Paris ini berkomentar:

Apakah kita harus takut ancaman Beijing? Di Cina sekarang, ekonomi dan otonomi menjadi pemimpin. Kontrak-kontrak bisnis besar tidak lagi hanya ditentukan berdasarkan kriteria politik. Dan konsumen Cina tetap rasional, walapun rasa nasionalisme amat kuat tertanam. Kesuksesan boikot produk asing amat kecil. Apalagi Prancis hanya tergolong dalam kelas eksportir kecil di Cina.

Tema lainnya yang masih dikomentari dalam tajuk harian internasional adalah kunjungan Paus Benediktus XVI ke Amerika Serikat.

Harian Italia La Repubblica yang terbit di Roma berkomentar:

Dilihat sepintas, Paus Benediktus XVI dan AS hanya dapat menjalin hubungan yang agak aneh. AS memiliki citra negara yang berbudaya relatif dan pemuja keduniawian. Lihat saja Hollywood, revolusi seksual, homoseksualitas, kapitalisme super dan konsumerisme. Juga dalam bidang keagamaan, ibaratnya supermarket berbagai jenis religi. Akan tetapi, ternyata masalah keagamaan di AS mendapat banyak tempat dalam kehidupan publik dan kehidupan pribadi. Tepat di sinilah tugas Paus Benediktus XVI untuk mendorong agama Katolik agar dapat memenangkan persaingan di supermarket agama tersebut. (as)