Kementerian Luar Negeri Cina menyambut bebasnya Meng Wanzhou atas uang jaminan di Kanada. Namun Cina membantah penahanan seorang warga Kanada di Cina berkaitan dengan kasus ini.
Iklan
Seorang hakim di Kanada akhirnya mengijinkan pembebeasan Direktur Keuangan Huawei, Meng Wanzhou, dengan pembayaran uang jaminan 10 juta dolar Kanada, atau senilai $ 7,5 juta dolar AS.
Tapi Meng Wanzhou, putri pendiri Huawei Ren Zhengfei, masih berada dalam status tersangka dan diwajibkan menyerahkan paspornya dan mengenakan gelang kaki elektronik. Dia juga dilarang meninggalkan salah satu rumahnya di Vancouver pada malam hari, dari jam 11 malam sampai jam 6 pagi.
Pembebasan Meng Wanzhou segera disambut pendukungnya di media sosial. Meng ditahan pada 1 Desember atas permintaan AS. Huawei dituduh melanggar sanksi AS terhadap Iran dan menjual peralatan ke negara itu melalui perusahaan cangkang yang berkedudukan di Hong Kong.
Kasus Meng sempat memicu ketegangan diplomatik antara Cina dan AS bersama Kanada. Jurubicara Kementerian Luar Negeri Cina Lu Kang hari Rabu (12/12) mengatakan: "Jika ada langkah-langkah ke arah yang benar, kami menyambutnya."
Analis politik Kanada ditahan
Namun ketika ditanya wartawan soal penahanan peneliti dan mantan diplomat Kanada Michael Kovrig di Cina, Lu Kang menolak memberi konfirmasi.
"Saya tidak punya informasi tentang itu," katanya. Dia menambahkan: "Jika ada hal seperti itu, jangan khawatir, saya yakin departemen terkait Cina pasti akan menanganinya berdasarkan hukum."
Michael Kovrig, mantan diplomat Kanada dan sekarang bekerja untuk tangki pemikir independen International Crisis Group (ICG) yang berpusat di Brussels, Belgia, dan punya kantor di Hongkong, ditahan di Beijing Senin malam (10/12) dengan alasan kegiatannya bisa membahayakan keamanan nasional Cina.
Lu Kang mengatakan, ICG tidak terdaftar sebagai organisasi non-pemerintah di Cina. "Jadi begitu stafnya terlibat dalam kegiatan di Cina, itu telah melanggar hukum," kata dia.
Menteri Keselamatan Publik Kanada Ralph Goodale mengatakan, Michael Kovrig ditahan di Beijing oleh Biro Keamanan Nasional Cina, yang menangani masalah intelijen dan kontra intelijen. penahanan Kovrig, International Crisis
Rob Malley, presiden ICG menerangkan di Brussels, Michael Kovrig berada di Beijing untuk urusan pribadi ketika dia ditangkap, dan tidak tujuan ilegal atau kegiatan apapun yang akan merusak keamanan nasional Cina.
Menyambangi Kota-kota Hantu di Cina
Berpacu dengan pertumbuhan ekonomi dan menyiasati kelebihan penduduk, Cina 'jor-jor'an dalam pembangunan kota-kota baru. Namun perlambatan ekonomi menjadikan kota-kota ini bagai kota hantu.
Foto: Getty Images/L.Yik
Di balik pembangunan besar-besaran
Cina diprediksi akan merajai perekonomian dunia tahun 2050 menurut Economist Intelligence Unit. Pembangunan besar-besaran dilakukan pemerintah untuk mengokohkan posisi mereka menjadi yang terdepan di bidang ekonomi. Pabrik-pabrik dibangun, kota dan pemukiman, serta berbagai sarana penunjangnya, termasuk hiburan.
Foto: Getty Images/L.Yik
Belanja di mal hantu
Langkah untuk membangun ekonomi di antaranya dengan membangun pabrik-pabrik dan pusat perbelanjaan di kota-kota baru. Mall New South China merupakan pusat perbelanjaan terbesar di bumi. Mal itu bisa menampung 2350 toko. Luasnya mencapai hampir 1 juta meter persegi. Megah dan gigantis, tapi tak ada penjual maupun pengunjung. Mal terbengkalai ini terletak di Kota Dongguan, provinsi Guangdong, Cina.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Scheuer
Kota pekerja
Kenapa mal atau tempat hiburan di kota ini begitu sepi? Dongguan merupakan kawasan pabrik yang dihuni para pekerja migran. Salah seorang pekerja menceritakan, rata-rata penduduk bekerja di pabrik dan tidak punya waktu untuk berbelanja atau bersenang-senang. Kota-kota yang dibangun Cina seperti di Dongguan itu akhirnya disebut kota hantu, karena terlalu sepi.
Foto: Getty Images/L. Yik Fei
Sepinya Dongguan
Bukan hanya mal, di kota ini juga terdapat perumahan, hotel, dan bangunan-bangunan mewah lainnya, tapi semuanya sepi penghuni. Kota setingkat prefektur ini bagaikan kota hantu. Dalam foto, seorang pria menyeberang jalan di area Houjie. Lambatnya pertumbuhan kota ini pun terpaksa mendorong ditutupnya pabrik-pabrik.
Foto: Getty Images/L. Yik Fei
Mengimbangi populasi
Pemerintah Cina membangun sejumlah proyek-proyek properti dan pengembangan kota-kota baru untuk mengimbangi populasi yang terus bertambah. Sebagian berhasil dan menjadi kota yang terus tumbuh, namun beberapa tidak atau belum berhasil, salah satunya seperti kota Dongguan ini.
Foto: Getty Images/L. Yik Fei
Ordos yang sepi peminat
Selain Dongguan, kota lainnya di Cina yang jadi sorotan adalah Ordos. Pemerintah Cina berharap, kota Ordos di Cina dapat dihuni hingga jutaan orang. Kenyataannya, hanya 100 ribuan orang yang bermukim di kota yang dibangun sejak tahun 2004 ini. Gedung-gedung yang dibangunpun lama-kelamaan keropos. Salah satu faktor sepinya peminat adalah harga properti dan biaya di sini dianggap sangat mahal.
Foto: Getty Images/AFP/F.J.Brown
Padahal sarana di Ordos lengkap
Salah satu distrik di Ordos bernama Kangbashi. Tampak dalam foto ada bangunan museum unik di sini. Selain itu, monumen megah, stadion bola hingga taman kota dapat ditemukan di sini. Pemerintah bakan menawarkan kompensasi bagi warga yang mau hijrah ke Ordos. Namun tawaran itupun tak mampu membuai peminat.
Foto: Getty Images/AFP/M. Ralston
Jalanan serasa milik sendiri
Seorang pria tampak mengendarai sepeda di penyeberangan jalan. Tampak museum didirikan tidak jauh dari perumahan penduduk. Kawasan ini dekat dengan kawasan pertambangan.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Hwee Young
Juga di Nanhui
Seorang arsitek mengatakan sulit bagi perusahaan untuk berkomitmen di sana. "Bagaimana membuka toko jika tak ada orang?" ujarnya. Sekarang kota ini berusaha untuk menarik populasi dan minat bisnis masyarakat. Sebagian Nanhui telah dibangun. Kini diharapkan investor dan konsultan real estate menjelajahi kawasan ini untuk pembangunan berikutnya.
Foto: picture-alliance/dpa/Imaginechina Wei
Pusat bisnis yang kosong di Yujiapu
Seorang pria berjalan di Counch Bay yang berseberangan dengan pusat bisnis Yujiapu, Tianjin, utara Cina. Proyek besar-besaran pemerintah di sini seolah ingin menyaingi Manhattan New York, dimana gedung pencakar langit bertebaran dengan harapan membentuk pusat bisnis baru. Namun, pertumbuhan ekonomi Cina yang mengalami perlambatan membuat kota ini menjadi sepi. Ed: Ayu Purwaningsih (vlz)