1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiAsia

Cina Terdepan Kembangkan Mata Uang Digital

Kristie Pladson
8 Oktober 2020

Bank Sentral Cina mempercepat ambisinya meluncurkan mata uang digital berdaulat pertama di dunia. Apa dampak yuan digital bagi perekonomian global? Sebuah ulasan oleh Kristie Pladson. 

Ilustrasi mata uang kripto, Bitcoin dan bendera Cina.
Ilustrasi mata uang kripto, Bitcoin dan bendera Cina.Foto: Jaap Arriens/NurPhoto/picture-alliance

Bayangkan pergi ke bank buat mengambil uang tunai, kecuali tanpa harus ke bank dan tanpa uang tunai. Jika rencana Bank Sentral Cina (PBOC) meluncurkan yuan digital berhasil, masa depan akan terlihat serupa bagi warga Cina. 

Sejak awal 2020, Cina perlahan merampungkan fase uji coba untuk mata uang digital pertamanya yang dikenal sebagai DCEP atau “Digital Currency Electronic Payment.”  Meski hal serupa sedang diupayakan di negara lain, dimensi raksasa perekonomian Cina membuat langkah tersebut bernilai signifikan. 

“Di masa depan semua orang akan menggunakan DCEP,” kata pionir Bitcoin dan sekaligus miliuner Cina, Chandler Guo, kepada BBC, Agustus silam. 

Saat ini rumor berhamburan bahwa DCEP akan diluncurkan bagi khalayak ramai sepanjang tahun ini. PBOC menargetkan, DCEP akan bisa sepenuhnya digunakan sebelum Olympiade Musim Dingin 2022 di Beijing. 

Jika proyek raksasa itu berhasil, yuan digital akan mampu menggeser layanan pembayaran online seperti PayPal, dan menjadi cara lain bagi Cina buat menyusutkan dominasi global Amerika Serikat. 

Transaksi tanpa dompet 

Berbeda dengan mata uang digital lain, DCEP dipatok kepada mata uang yuan. Nilai tukar mata uang kripto seperti BitCoin cenderung berfluktuasi secara liar berdasarkan spekulasi, sebabnya dinilai tidak layak untuk penggunaan yang lebih luas. Nilai tukar DCEP sebaliknya akan sama stabilnya seperti uang kertas Yuan. 

DCEP nantinya akan dibuat, ditandatangani dan diterbitkan oleh bank sentral. Bedanya dengan mata uang konvensional, PBOC akan mampu melacak pergerakan setiap koin digital yang digunakan. 

Bank-bank komersil mendistribusikan DCEP kepada nasabah, yang bisa mengunduh mata uang itu ke akun pribadinya dan diambil lewat ATM, atau disimpan di dompet digital atau sistem aplikasi pembayaran online. 

Dengan cara itu konsumen diharapkan bisa melakukan pembayaran nirkontak untuk transaksi sehari-hari. Lantaran bentuknya yang digital, DCEP tidak membutuhkan layanan pembayaran online seperti PayPal, WeChat atau Alipay yang saat ini digunakan secara luas di Cina. 

Kebiasaan warga Cina membayar dengan ponsel pintar diyakini akan mempermudah transisi menuju uang digital yuan.  

Dominasi Dolar AS sebagai mata uang global

Menantang dominasi Dolar AS 

Meluncurkan mata uang digital merupakan cara pemerintah mengawasi transaksi keuangan domestik, kata peneliti senior Konrad Adenauer Stiftung Jerman di Beijing, Alexander Badenheim.  

Melalui langkah tersebut Cina juga bisa menjadi pionir teknologi dalam mewujudkan mata uang digital. Menurutnya Beijing “berharap bisa menciptakan arsitektur pembayaran internasionalnya sendiri, seperti SWIFT,” katanya merujuk pada kode yang membantu institut perbankan memproses transaksi internasional. 

Tapi menurutnya, model yang dikembangkan Cina “akan lebih fokus pada mata uang digital dan tidak didominasi Dollar AS, melainkan yuan digital.” 

“Saya kira hal ini sangat penting terutama dalam situasi saat ini, di mana kita berbicara tentang perceraian antara AS dan Cina.” 

Saat ini lebih dari 60% cadangan mata uang asing bank-bank sentral di dunia disimpan dalam mata uang Dolar AS, menurut data Dana Moneter Internasional (IMF). Sementara mata uang Euro berada di tempat kedua dengan pangsa sebesar 20%. 

Penggunaan yuan digital yang luas bisa mendorong bank sentral menyimpan cadangan valuta asing dalam bentuk DCEP. Dan sebagai pemilik DCEP, bank sentral Cina akan memperluas pengaruhnya atas pasar keuangan global

Perlombaan digitalisasi mata uang konvensional 

Meski demikian, kemampuan pemerintah melacak transaksi pada DCEP bisa membuat gentar pemain internasional, menurut Badenheim. Jika sebuah negara menggunakan DCEP untuk membiayai transaksi dengan pihak lain, Cina akan bisa mengetahui pergerakan mata uang tersebut. 

“Bank Sentral Cina bisa mengawasi di mana negara-negara itu menggunakan uangnya dan apa yang mereka beli. Ini cuma sebuah skenario yang mungkin terjadi, tapi bukan tidak mungkin.” 

Sebab itu pula status Cina sebagai pionir mata uang digital diyakini belum akan cukup menjamin keberhasilan di pasar global. Terlebih dengan persaingan yang kian memanas. 

Awal Oktober silam, Bank Sentral Eropa mengumumkan sedang merencanakan peluncuran Euro digital untuk kawasan Uni Eropa, di mana proteksi data individu menjadi prioritas utama. 

Sementara raksasa media sosial Facebook sudah lebih dulu meluncurkan Libra sebagai mata uang digital untuk 2,7 miliar penggunanya. Mata uang itu akan diregulasi secara privat dan tidak tunduk pada regulasi negara. 

Facebook membentuk badan pengawas mata uang digitalnya bernama Libra Association yang berisikan pelaku pasar dan sejumlah lembaga nonprofit. Namun sebelum diluncurkan, beberapa nama besar sudah mengundurkan diri, antara lain PayPal, eBay, Mastercard dan Visa. 

rzn/gtp 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait