HRW Tuding Cina Ubah Ratusan Nama Desa-desa Uighur
Tanika Godbole
20 Juni 2024
HRW menuding otoritas Cina mengubah ratusan nama desa di Xinjiang yang semula memiliki nama yang kaya akan makna bagi orang Uighur, menjadi nama yang berisi propaganda pemerintah.
Iklan
Sebuah laporan dari Human Rights Watch (HRW) mengatakan bahwa otoritas Cina di wilayah Xinjiang telah mengubah nama-nama desa yang dihuni oleh etnis Uighur dan minoritas lainnya, agar mencerminkan ideologi Partai Komunis.
Penelitian ini merupakan hasil kerja sama HRW dengan organisasi yang berbasis di Norwegia, Uyghur Hjelp.
Laporan tersebut memeriksa sekitar 25.000 nama desa di Xinjiang, berdasarkan daftar milik Biro Statistik Nasional dari tahun 2009 hingga 2003. Hasilnya, ditemukan ada 3.600 nama desa yang diubah, yang sebagian besarnya dilakukan karena "alasan biasa," menurut laporan tersebut.
Namun, laporan tersebut juga mengidentifikasi ada 630 desa di kawasan yang diubah namanya karena merujuk kepada istilah Islam atau budaya dan sejarah Uighur.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Apa saja nama Uighur yang diubah?
Kata seperti "dutar", sebuah alat musik petik tradisional Uighur, atau "mazar", yang berarti sebuah kuil, telah diganti dengan nama yang bermakna "kebahagiaan", "persatuan", dan "harmoni". Istilah ini kerap ditemukan dalam dokumen-dokumen Partai Komunis.
Istilah lain yang juga dihapus adalah "hoja", sebuah gelar untuk seorang guru Islam Sufi, dan "haniqa", sejenis bangunan keagamaan Sufi, atau istilah seperti "baxshi" yang berarti syaman.
Laporan itu juga menyebut bahwa referensi sejarah tentang kelompok Uighur yang sudah ada sebelum penyatuan Republik Cina pada tahun 1949, turut dihapus.
"Otoritas Cina telah mengubah ratusan nama desa di Xinjiang, semula memiliki nama yang kaya akan makna bagi orang Uighur, menjadi nama yang berisi propaganda pemerintah. Perubahan nama ini tampaknya merupakan bagian dari upaya pemerintah Cina untuk menghapus ekspresi budaya dan agama Uighur," kata Penjabat Direktur Human Rights Watch untuk Cina, Maya Wang.
Kementerian Luar Negeri Cina belum meberikan respons terkait tuduhan ini, demikian seperti diberitakan AP.
Uighur - Diskriminasi di Cina dan Terdesak di Turki
Akibat banyaknya tekanan dari Cina sebagian warga Uighur pindah ke Turki. Awalnya itu tampak seperti solusi bagus, tetapi kini mereka terdesak karena tidak mendapat izin tinggal dan tidak dapat memperbarui paspor Cina.
Foto: Reuters/M. Sezer
Kritik terhadap Cina
Dunia internasional telah berkali-kali mengeritik Cina karena mendirikan sejumlah fasilitas yang digambarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai tempat penahanan, di mana lebih sejuta warga Uighur dan warga muslim lainnya ditempatkan. Beijing menyatakan, langkah itu harus diambil untuk mengatasi ancaman dari militan Islam. Foto: aksi protes terhadap Cina di halaman mesjid Fatih di Istanbul.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan ekonomi
Pada foto nampak seorang perempuan menikmati santapan yang dihidangkan restoran Uighur di Istanbul, Turki. Pemilik restoran, Mohammed Siddiq mengatakan, restorannya mengalami kesulitan karena warga Uighur biasanya menyantap makanan di rumah sendiri, dan warga Turki tidak tertarik dengan masakan Uighur.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Suara perempuan Uighur
Gulbhar Jelilova adalah aktivis HAM dari Kazakhstan, dari etnis Uighur. Ia sempat ditahan selama 15 bulan di tempat penahanan yang disebut Cina sebagai "pusat pelatihan kejuruan." Ia mengatakan, setelah mendapat kebebasan ia mendedikasikan diri untuk menjadi suara perempuan Uighur yang menderita.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mencari nafkah di Turki
Dua pria Uighur tampak bekerja di toko halal di distrik Zeytinburnu, di mana sebagian besar warga Turki di pengasingan bekerja. Ismail Cengiz, sekjen dan pendiri East Turkestan National Center yang berbasis di Istanbul mengatakan, sekitar 35.000 warga Uighur tinggal di Turki, yang sejak 1960 menjadi "tempat berlabuh" yang aman bagi mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Merindukan kampung halaman
Gulgine Idris, bekerja sebagai ahli rpijat efleksi di Istanbul. Ketika masih di Xinjiang, Cina, ia bekerja sebagai ahli ginekolog. Kini di tempat prakteknya ia mengobati pasien perempuan dengan pengetahuan obat-obatan dari Timur. Turki adalah negara muslim yang teratur menyatakan kekhawatiran tentang situasi di Xinjiang. Bahasa yang digunakan suku Uighur berasal usul sama seperti bahasa Turki.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan bertambah sejak beberapa tahun lalu
Sexit Tumturk, ketua organisasi HAM National Assembly of East Turkestan, katakan, warga Uighur tidak hadapi masalah di Turki hingga 3 atau 4 tahun lalu. Tapi Turki pererat hubungan dengan Cina, dan khawatir soal keamanan. Pandangan terhadap Uighur juga berubah setelah sebagian ikut perang lawan Presiden Suriah Bashar al Assad, yang berhubungan erat dengan Cina.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Kehilangan orang tua
Anak laki-laki Uighur yang kehilangan setidaknya salah satu orang tua mengangkat tangan mereka saat ditanya dalam pelajaran agama di madrasah di Kayseri. Sekolah itu menampung 34 anak. Kayseri telah menerima warga Uighur sejak 1960-an, dan jadi tempat populasi kedua terbesar Uighur di Turki. Sejak keikutsertaan warga Uighur dalam perang lawan Assad, Cina memperkeras tekanan terhadap mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mengharapkan perhatian lebih besar
Sebagian warga Uighur di Turki berharap pemerintah Turki lebih perhatikan kesulitan mereka, dan memberikan izin bekerja, juga sokongan dari sistem asuransi kesehatan. Foto: seorang anak perempuan menulis: "Kami, anak Turkestan, mencintai kampung halaman kami" dengan bahasa Uighur, di sebuah TK di Zeytinburnu. Warga Uighur di pengasingan menyebut kota Xinjiang sebagai Turkestan Timur.
Foto: Reuters/M. Sezer
Situasi terjepit
Warga Uighur juga tidak bisa memperbarui paspor mereka di kedutaan Cina di Turki. Jika kadaluarsa mereka hanya akan mendapat dokumen yang mengizinkan mereka kembali ke Cina, kata Munevver Ozuygur, kepala East Turkestan Nuzugum Culture and Family Foundation. (Sumber: reuters, Ed.: ml/hp)
Foto: Reuters/M. Sezer
9 foto1 | 9
Wilayah Xinjiang di bagian barat Cina berbatasan dengan Kazakhstan, dan merupakan rumah bagi sekitar 11 juta orang Uighur dan etnis minoritas lainnya.
"Pemerintah-pemerintah yang merasa peduli, dan departemen Hak Asasi Manusia (HAM) PBB harus mengintensifkan upayanya dalam meminta pertanggungjawaban pemerintah Cina soal pelanggaran yang mereka lakukan di wilayah Uighur," sebut pendiri Uighur Hjelp, Abduweli Ayub.
Iklan
Tindakan keras Cina terhadap kelompok minoritas
Pada tahun 2014, pemerintah Cina meluncurkan "Kampanye Serangan Melawan Terorisme" di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang. Kemudian sejak 2017, Cina juga telah meluncurkan kampanye asimilasi dan diduga melakukan penahanan massal, indoktrinasi politik, kerja paksa dan pemisahan keluarga.
Sejumlah kelompok HAM memperkirakan lebih dari satu juta orang Uighur dan etnis minoritas lainnya ditahan di kamp-kamp interniran, yang disebut oleh pihak berwenang sebagai "pusat pelatihan kejuruan".