Jerman Adili Pelaku Kekerasan Seksual Anak di Chili
15 Agustus 2017
Warga Jerman yang melarikan diri dari Chili setelah dijatuhi hukuman penjara lima tahun atas kasus penganiayaan anak harus menjalani hukuman di Jerman. Hartmut Hopp, tokoh di balik kisah kelam “Colonia Dignidad“.
Iklan
Harmut Hopp, dokter yang turut adil dalam kisah kelam permukiman “Colonia Dignidad“ di Chili, harus menjalani hukuman lima tahun penjara sesuai vonis pengadilan Chili, demikian keputusan yang dikeluarkan pengadilan Jerman di Krefeld, Senin (14/08).
Pada tahun 2011, Hopp menjalani pengadilan di Chili atas 16 kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak yang berlangsung selama beberapa dekade. Namun, sebelum vonis tersebut berkekuatan hukum penuh, ia melarikan diri ke Jerman dan hidup dengan bebas di sebelah barat kota Krefeld.
Setelah Jerman menolak permohonan ekstradisi yang diajukan Chili, tarik-amenarik penanganan hukum sempat terjadi di antara kedua negara. Pada tahun 2013, ketika vonis atas Hopp telah berkekuatan hukum penuh, pengadilan Chili mengajukan permohonan agar hukuman ditindaklanjuti di Jerman, atau lebih dikenal dengan istilah “proses exequatur“.
Pada tahun 2016, Jaksa Penuntut Krefeld pun membawa permohonan yudikatif pemerintah Chili tersebut ke pengadilan di Krefeld. Senin (14/08), pengadilan Krefeld akhirnya memutuskan bahwa vonis pengadilan Chili memenuhi prinsip konstitusional Jerman.
Pusat Konstitusi dan Hak Asasi Eropa yang bermarkas di Berlin menyambut baik keputusan tersebut, dan mengatakan bahwa pengadilan Jerman akhirnya “menawarkan dukungan paling minim yang diharapkan dalam proses penangangan kasus kriminal yang terjadi di Colonia Dignidad, secara khusus terkait perkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak.“
Kuasa hukum Hopp berkomentar bahwa ia berencana mengajukan banding atas keputusan tersebut dan akan disampaikan ke Pengadilan Tinggi Daerah di Düsseldorf pada waktu yang belum ditentukan.
Kaki-tangan pendiri sekte
Hopp diduga kuat berada dalam lingkaran terdekat Paul Schäfer, pendiri pemukiman “Colonia Dignidad“. Schäfer, seorang pendeta amatir, mantan tentara Nazi dan dinyatakan sebagai pedofil, yang melarikan diri dari Jerman ke Chili setelah Perang Dunia I.
Ia kemudian mendirikan permukiman “Colonia Dignidad“ sekitar tahun 1960 yang terletak di kawasan pegunungan terpencil sekitar 400 kilometer dari ibu kota Santiago. Koloni ini dibentuk dengan tujuan untuk memproyeksikan suasana harmonis dalam lingkup komunal berbasis pertanian. Pada puncaknya, ratusan imigran Jerman menetap di tempat ini.
Namun, tuduhan atas penganiayaan terhadap anak segera mencuat, setelah sejumlah mantan penghuni koloni melarikan diri dari permukiman yang dijaga ketat tersebut. Meski demikian, “Colonia Dignidad“ tetap diizinkan beroperasi dengan “kekebalan tertentu“, berkat kedekatan para pemimpinnya terhadap politikus penting.
Negara Dengan Angka Pemerkosaan Anak Tertinggi Dunia
Kasus Angeline menelanjangi kegagalan pemerintah melindungi anak-anak. Tapi Indonesia bukan yang terburuk. Berikut daftar negara dengan tingkat pelecehan seksual anak-anak tertinggi di dunia versi IB Times.
Foto: Juri Rescheto
Inggris
Hampir lima persen bocah di Inggris pernah mengalami pelecehan seksual. 90% di antaranya dilakukan oleh kenalan sendiri. Tahun 2012/13, kepolisian mencatat lebih dari 18.000 kasus pelecehan seksual terhadap bocah di bawah 16 tahun. Pada tahun yang sama 4171 pelecehan dan pemerkosaan dilakukan terhadap bocah perempuan di bawah usia 13 tahun.
Foto: Fotolia/NinaMalyna
Afrika Selatan
Setiap tiga menit seorang bocah diperkosa di Afrika Selatan, ini menurut penelitian Trade Union Solidarity Helping Hand. Studi laín mengungkap satu dari empat laki-laki mengaku pernah memperkosa seseorang dan sepertiganya meyakini perempuan menikmati pemerkosaan. Beberapa korban pemerkosaan bahkan baru berusia enam bulan. Korban juga sering terinfeksi HIV/AIDS setelah diperkosa.
Foto: Getty Images/AFP/O. Andersen
India
Asian Centre for Human Rights melaporkan pelecehan seksual kepada anak-anak sedang mewabah di India. Laporan terakhir menyebut ada lebih dari 48.000 bocah yang diperkosa selama sepuluh tahun sejak 2001. Tahun 2011 saja kepolisian mencatat 7112 kasus pemerkosaan anak-anak. Menurut IB Times, pelaku pemerkosaan anak di India mencakup ayah, saudara, tetangga, dan guru sekolah.
Foto: UNI/Reuters
Zimbabwe
Kepada harian lokal NewsdeZimbabwe, kepolisian mengklaim kasus pemerkosaan anak-anak meningkat tajam sejak 2010, dari 2883 kasus menjadi 3172 di tahun berikutnya. Dalam banyak kasus, kata kepolisian, "pelakunya berasal dari lingkungan keluarga." Sebuah rumah sakit di Harare mengabarkan, pihaknya menangani lebih dari 30.000 bocah korban pemerkosaan dalam periode empat tahun.
Foto: DW/A. Stahl
Amerika Serikat
"Akan ada 500.000 bayi lahir tahun ini di Amerika Serikat yang akan menjadi korban pelecehan seksual sebelum mereka berusia 18 tahun," tulis Children Assessment Centre (CAC). Kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak tergolong tinggi di AS. Menurut data Departemen Kesehatan, 16% remaja antara 14 hingga 17 tahun mengaku pernah menjadi korban pelecehan seksual atau pemerkosaan.
Foto: Frederic J. Brown/AFP/Getty Images
Indonesia
Kendati tidak termasuk dalam daftar negara dengan tingkat pelecehan seksual anak tertinggi di dunia, Indonesia mencatat kemunduran dalam hal perlindungan anak. Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat, 2014 silam dari 2.726 kekerasan terhadap bocah, 56% di antaranya berupa pelecehan seksual. Dari jumlah tersebut cuma 179 yang mengadu kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Foto: Juri Rescheto
6 foto1 | 6
Selain diduga menjadi tempat pelecehan seksual terhadap anak selama beberapa dekade, “Colonia Dignidad“ terungkap pernah digunakan diktator Chili, Augusto Pinochet sebagai tempat penyiksaan dan pembunuhan para lawan politiknya. Para penghuni koloni ini diduga ikut terlibat dalam serangkaian penyiksaan tersebut.
Pasca transisi demokratis di Chili tahun 1990, proses investigasi atas dugaan penganiayaan tersebut pun dimulai. Schäfer melarikan diri ke Argentina setelah tuntutan atas kasus pelecehan seksual terhadap anak dilayangkan ke pengadilan. Ia tidak ditahan hingga tahun 2005, hingga akhirnya tahun 2006 ia dijatuhi hukuman penjara selama 20 tahun. Schäfer meninggal di penjara empat tahun kemudian pada umur 88 tahun.
ts/ap (dpa, AP, AFP, epd)
Kekerasan terhadap Anak
Jumlah kekerasan terhadap anak-anak di Indonesia mengkhawatirkan. Sebagian terjadi di sekolah-sekolah. Memang sudah ada upaya penanganan tindak kriminal tersebut, tetapi kendala pelaksanaannya banyak.
Foto: picture alliance/abaca
Tujuh dari 10 Anak Alami Kekerasan
Menurut organisasi Plan International dan International Center for Research on Women (ICRW), tujuh dari 10 anak di Asia alami kekerasan di sekolah. Situasi anak Indonesia sangat mengkhawatirkan, sekitar 84% alami kekerasan. Kekerasan Yang terjadi berupa kekerasan fisik, seksual, emosional dan ancaman kekerasan oleh guru, pegawai sekolah, antar murid dan dari anggota keluarga.
Foto: Reuters/B. Yip
Belajar tanpa Ancaman
Menurut pakar komunikasi Irsyad Hadi dari Plan International, laporan tersebut didasari riset yang melibatkan 1.742 murid, perempuan dan laki-laki, usia antara 12 dan 15 dari 30 SMP negeri di Jakarta, Serang dan Banten, dari Januari sampai Maret 2014. Mark Pierce dari Plan International seksi Asia mengatakan, tiap anak punya hak atas pendidikan yang bebas kekerasan dan ancaman.
Foto: picture alliance/Robert Harding World Imagery
Tidak Anggap Kekerasan Salah
Salah satu fakta menyedihkan yang juga disampaikan oleh Pierce dari Plan International: anak-anak kerap tidak melaporkan kekerasan yang mereka alami. Salah satu alasannya adalah karena merasa takut. Tapi sering juga karena mereka tidak menganggap kekerasan yang mereka alami sebagai sesuatu yang salah.
Foto: picture alliance/AP Photo/A. Nath
Laporan Tidak Sesuai Kenyataan
Sebagai contoh dari yang disampaikan Pierce: 339 kasus kekerasan terhadap anak terjadi di Provinsi Gorontalo dalam rentang waktu 2013 hingga 2015. Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim mengatakan, angka tersebut belum mencerminkan kenyataan di lapangan, karena banyak kasus tak dilaporkan. Masyarakat belum sepenuhnya pahami dampak kekerasan terhadap anak, kata Idris Rahim.
Foto: Fotolia/Gina Sanders
Takut Tekanan
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai, mengungkapkan aspek lain: kendati banyak kasus dilaporkan, tidak semua kasus diusut hingga di bawa ke persidangan. Ia menduga, ada tekanan yang dialami korban maupun saksi. "Apalagi, tindak pidana yang melibatkan anak, biasanya dilakukan oleh kelompok atau disebut sebagai kejahatan terorganisir," sambung Haris.