1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Colossal Klaim Dapat "Bangkitkan" Mamut Berbulu yang Punah

14 September 2021

Perusahaan biosains Colossal mengatakan bahwa dengan teknologi rekayasa genetika CRISPR dapat digunakan untuk menghidupkan kembali mamut yang punah pada zaman Holosen.

Dulu mamut berbulu banyak ditemui di Amerika Utara dan Eurasia Utara
Dulu mamut berbulu banyak ditemui di Amerika Utara dan Eurasia UtaraFoto: Imago/Science Photo Library/L. Calvetti

Pengusaha teknologi sekaligus akhi genetika Ben Lamm pada Senin (13/09) meluncurkan sebuah perusahaan biotek baru yang mana perusahaan tersebut akan menghidupkan kembali mamut berbulu yang telah punah.

Bernama Colossal, perusahaan biosains yang bermitra dengan ahli genetika Harvard, mengklaim teknologi rekayasa genetika CRISPR dapat digunakan untuk menghidupkan kembali hewan yang punah selama zaman Holosen lebih dari 11.000 tahun yang lalu tersebut.

"Belum pernah sebelumnya umat manusia dapat memanfaatkan kekuatan teknologi ini untuk membangun kembali ekosistem, menyembuhkan Bumi kita dan melestarikan masa depannya melalui populasi hewan yang punah," kata Lamm dalam pernyataannya dikutip dari kantor berita AFP, Selasa (14/09).

Salah satu upaya atasi tantangan perubahan iklim?

Ahli genetika terkenal sekaligus profesor genetika Universitas Harvard, George Church, yang juga merupakan salah satu pendiri perusahaan mengatakan "Colossal memanfaatkan kemajuan eksponensial yang dibuat dalam teknologi untuk membaca dan menulis DNA dan menerapkannya pada konservasi ekologis ikonik dan masalah penyerapan karbon."

Para ilmuwan telah berhasil menemukan gading mamut, tulang, dan bulu untuk mencoba mengurutkan DNA hewan tersebut. DNA ini kemudian akan dimasukkan ke dalam genom mamut untuk membentuk "hibrida gajah-mamut," demikian pernyataan perusahaan.

Colossal mengatakan sejauh ini telah berhasil mengumpulkan US$15 juta (Rp210 miliar) dari investor. Mereka yang mendukung proyek ini mengatakan proses "menghidupkan kembali" mamut berbulu tersebut dapat membantu manusia memperoleh pengetahuan baru tentang biologi, evolusi, dan teknologi.

Kebangkitan spesies yang punah dinilai juga bisa memperbaiki ekosistem yang rusak. Dalam kasus mamut, Colossal percaya hewan itu dapat merevitalisasi padang rumput Arktik, yang sifatnya dapat mengurangi pemanasan global. Namun, mereka tidak memberikan rincian tentang bagaimana hal itu dapat terjadi.

Apa kelemahan dari pogram ini?

Bagaimanapun ide "menghidupkan kembali" spesies yang punah bisa memiliki kelemahan.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature Ecology & Evolution pada Maret 2017 menemukan bahwa program ini akan menelan biaya yang sangat mahal. Para ilmuwan di balik studi tersebut meyakini bahwa dana publik atau swasta yang dihabiskan akan lebih baik digunakan untuk melindungi spesies yang ada.

Kelemahan lainnya adalah kekhawatiran akan hewan yang dibangkitkan nantinya membawa patogen baru yang mungkin dapat menginfeksi manusia, bersama dengan bagaimana mereka akan berdampak pada lingkungan. Program ini juga dinilai dapat meningkatkan masalah kesejahteraan hewan.

Sebelumnya PBB mengatakan dalam laporan tahun 2019 bahwa satu juta spesies hewan, tumbuhan, dan jamur terancam menghadapi kepunahan dalam beberapa dekade mendatang. Perubahan iklim juga berdampak pada spesies seperti beruang kutub, cheetah, dan penyu hijau.

Dahulu mamut berbulu banyak berkeliaran di Kutub Utara, dan hidup berdampingan dengan manusia purba yang memburu mereka untuk disantap sebagai makanan dan mengambil gading dan tulang mereka sebagai alat.

rap/hp (AFP)