Pembicaraan terakhir di Bonn berlangsung 12 jam hingga Sabtu pagi. Seluruh partai yang terlibat akhirnya mencapai kesepakatan soal pendanaan. Tetapi mungkin langkah yang paling penting bagi iklim baru dimulai sekarang.
Iklan
Target Konferensi Iklim PBB di Bonn tahun ini tidak tinggi. Jika Kesepakatan Paris bisa terus berjalan, sudah dianggap sebuah kesuksesan. Kini semua delegasi bisa meninggalkan Bonn dengan perasaan senang.
"Pembicaraan soal iklim di Bonn bersifat mendasar," kata Paula Caballero, kepala urusan iklim global pada World Resources Institute. Pembicaraan ini "melandasi jalan untuk merampungkan serangkaian peraturan yang menyokong Kesepakatan Paris tahun depan." Ia menambahkan, konferensi di Bonn jadi peluang bagi negara-negara untuk menyatakan komitmen untuk meningkatkan target sendiri hingga 2020.
Caballero menyebut konferensi sebagai kesuksesan. Sementara Menteri Lingkungan Jerman Barbara Hendricks mengatakan, kami sudah mencapai target yang kami ingin capai di sini.
Walaupun Kesepakatan Paris sudah ditandatangani dua tahun lalu, peraturan bagi kerangka energi global ini belum ditetapkan. "Buku peraturannya" akan dirumuskan di konferensi iklim PBB tahun depan di Katowice, Polandia. Fokus konferensi tahun ini adalah untuk merumuskan rancangan bagi buku peraturan.
Proses panjang
Sejumlah rancangan berikutnya masih akan dibuat, mengingat negosiasi pelaksanaan masih akan diadakan dalam setahun ke depan.
Tetapi seperti dikatakan Alden Meyer dari Union of Concerned Scientists, "Dalam konferensi iklim tahun ini, Presiden Fiji membantu kami mendirikan bahtera yang diperlukan untuk membawa kita semua menuju masa depan energi bersih. Sekarang, terserah para menteri dan kepala pemerintahan untuk mengisi bahtera ini dengan ambisi yang makin besar dalam hal aksi kongkret bagi iklim."
Fiji - Firdaus Dalam Bahaya
Fiji dulu identik dengan surga tropis. Tapi pemanasan global dan badai parah kini mengancam keberadaan kepulauan itu. Fotografer kelahiran Fiji Aaron March menangkap situasi kritis tempat lahirnya.
Foto: DW/A. March
Firdaus dalam bahaya
Terumbu karang di Pulau Mamanuca di Fiji adalah tujuan impian para penyelam. Tapi menyelam melalui air jernih dan ikan berwarna akan makin langka. Karena meningkatnya suhu samudra mematikan terumbu karang di Fiji. Hilangnya ekosistem yang rapuh berdampak buruk bagi perikanan dan pariwisata - dua sumber pendapatan utama negara ini.
Foto: DW/A. March
Erosi pantai
Dua gadis berjalan menyusuri pantai di desa Namatakula. Badai dan naiknya permukaan air laut telah menyapu sebagian besar pantai di selatan pulau Viti Levu. Pohon palem, yang membantu melindungi pantai dari erosi, telah tercabut saat air laut naik. Untuk melawan dampak perubahan iklim, penduduk desa mendirikan kelompok lingkungan dan membahas apa yang bisa mereka lakukan sendiri.
Foto: DW/A. March
Sebuah desa berjuang menghadapi perubahan iklim
Melihat permukaan air laut naik dan badai mengikis pantai, penduduk desa Namatakula memutuskan untuk bertindak. Tahun 2017 mereka mendirikan proyek pemuda masyarakat untuk menangani pembangunan ramah lingkungan dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Fokusnya pada upaya pembersihan dan mekanisme penanganan, seperti penanaman pohon. Anggota proyek ini hadir di Konferensi Iklim COP23 di Bonn, Jerman.
Foto: DW/A. March
Relokasi desa
Pada Februari 2016, Topan Winston menghantam desa Vunisavisavi di pulau terbesar kedua di Fiji, membanjiri sebagian besar pantai dan menghancurkan bangunan. Sejak itu, laut terus merayap naik. Lahan desa secara rutin dibanjiri air asin dan rumah-rumah roboh ketika air pasang. Banyak keluarga meninggalkan rumah mereka atau dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi.
Foto: DW/A. March
Pindah ke tempat yang lebih tinggi
Sepesa Kilimo Waqairatavu adalah salah satu penduduk desa dari Vunisavisavi yang mempertimbangkan untuk pindah ke tempat yang lebih tinggi. Anggota keluarganya pindah setelah rumah mereka rusak pada 2016. Pindah ke lokasi yang lebih tinggi dan lebih jauh dari pantai memang menawarkan perlindungan yang lebih baik.
Foto: DW/A. March
Meninggalkan tanah leluhur
Banyak tetua desa Vunisavisavi menolak meninggalkan rumah mereka. Karena percaya bahwa nenek moyang mereka telah mempercayakan tanah itu kepada mereka untuk dilindungi. Namun penduduk tertua, Maria Lolou Waqairatavu yang berusia 85 tahun, memutuskan untuk pindah pada Mei 2016. Di foto ini dia bersama cucunya di rumah baru yang dibiayai dari bantuan pembangunan AS.
Foto: DW/A. March
Hilangnya atraksi wisata
Coral Coast adalah tujuan liburan yang populer di pulau Viti Levu. Terkenal dengan terumbu karangnya yang luas dan dangkal, yang mudah dijangkau dari pantai. Tapi kenaikan suhu air laut telah merusak terumbu, memusnahkannya di beberapa bagian. Industri pariwisata khawatir, tanpa karang wisatawan tidak akan datang lagi.
Foto: DW/A. March
Pulau Fantasi menggantikan pulau yang lama
Seiring hilangnya terumbu karang hilang, para pengembang Fiji mulai mencari cara untuk membuat wisatawan datang lagi. Salah satu solusinya adalah pulau buatan. Contohnya Pulau Fantasi dari reklamasi tanah dari laut. Dengan membuat saluran besar dan mengubah "lahan rawa kurang produktif" menjadi lahan tepi pantai, proyek ini berhasil menarik serangkaian resor bintang lima. Ed.: hp/ml
Foto: DW/A. March
8 foto1 | 8
Delegasi juga menandatangani Talanoa Dialogue, yaitu serangkaian langkah untuk mempercepat pelaksanaan aksi penyelamatan iklim dalam interval teratur. Serangkaian langkah atau "roadmap" yang akan berada dalam proses setahun kedepan akan membantu negara-negara menjembatani jenjang antara komitmen mereka dan apa yang diperlukan untuk meredam kenaikan suhu bumi. Demikian penjelasan Wendel Trio, Kepala Climate Action Network (CAN) Eropa.
Walaupun orang merasakan kesuksesan, ada juga kekhawatiran bahwa konferensi di Bonn hanya mencapai titik minimal yang diperlukan agar Kesepakatan Paris terus berjalan, tanpa mempercepat proses. Menteri Lingkungan Brasil Sarney Filho mengatakan, mulai sekarang kita semua harus mulai melangkah lebih cepat. Pekan ini Brasil terpilih sebagai tuan rumah untuk Konferensi Iklim PBB tahun 2019.
Bagaimana dengan ancaman Presiden AS Donald Trump?
Bisa dibilang yang paling penting dalam konferensi kali ini adalah hal yang terjadi di balik layar. Tidak ada satupun negara yang mengikuti langkah AS yang mengancam akan keluar dari Kesepakatan Paris. Sebaliknya, pernyataan Suriah untuk ikut dalam kesepakatan itu adalah kejutan yang sangat besar.
Pemenang dan Pecundang Dampak Perubahan Iklim
Perubahan iklim tak hanya merugikan keragaman hayati. Ada juga yang diuntungkan. Serangga adalah indikator dari pemenang dan pecundang dampak perubahan iklim.
Foto: picture-alliance/dpa/P. Pleul
Tawon Kepanasan
Pemanasan global menciutkan habitat tawon besar di Amerika Utara dan Eropa. Hewan penyerbuk ini gampang kepanasan dan mati gara-gara tubuhnya yang berbulu dan elatif lebih besar ketimbang lebah serta warna gelapnya. Tawon besar juga sulit melakukan migrasi ke kawasan lebih sejuk karena pakannya tergantung pada spesies tanaman tertentu.
Foto: picture-alliance/dpa/P. Pleul
Lebah Madu Bersaing Ketat
Lebah madu bisa selamat dalam ekosistem lebih panas. Tapi dampak perubahan iklim bisa membingungkan lebah madu, karena tanaman berbunga jauh lebih awal. Jika terlambat bereaksi, jumlah nektar yang tersedia di saat lebah aktiv mengumpulkan madu sudah jauh menurun. Akibatnya terjadi persaingan ketat dengan serangga jenis lain dalam memanen nektar.
Foto: Colourbox.com
Kupu-Kupu Menderita
Kupu-kupu bersayap motf kotak (lat. Euphydryas editha) habitatnya di kawasan pantai Pasifik di Amerika Utara, dan makanan utamanya adalah bunga tumbuhan semak. Akibat pemanasan global, tumbuhan ini dewasa lebih dini. Akibatnya ulat yang akan jadi kepompong terlambat menggemukan diri. Dampakny, populasi kupu-kupu menurun drastis.
Center for Biological Diversity memprediksi lalat glasial (Zapada glacier) akan terancam musnah. Habitat serangga ini adalah aliran air lelehan glasial di taman nasional Montana AS. JIka kualitas air memburuk, serangga ini bisa terancam musnah.
Foto: picture-alliance/dpa/Joe Giersch/U.S. Geological Survey via AP
Belalang Kritis
Belalang Beydaglari (lat. Psorodonotus ebneri) kondisinya kini kritis. Hewan ini habitatnya sempit di Gunung Tantali pada ketingian 1.800 meter. Belalang ini tidak bisa terbang hingga sulit melakukan migrasi ke kawasan lain yang masih menunjang kehidupannya.
Foto: Battal Ciplak
Kutu Sengkenit Berkembang Biak
Perubahan iklim juga bisa menguntungan serangga tertentu. Kutu sengkenit (lat. keluarga Ixodes ) justru berkembang biak lebih cepat pada kondisi suhu lebih hangat. Vektor penyakit Lyme yang berbahaya bagi manusia, kini habitatnya makin meluas di kawasan bermusim empat. Penyebabnya, musim dingin yang makin pendek. Pengidap Lyme di AS kini berlipat dua.
Semut Merak Merebak
Pemanasan global juga mendorong perkembangbiakan semut merah (lat. genus: Solenopsis). Semut omnivora ini terkenal agresif dengan mangsa dari mulai serangga, cacing, kutu serta laba-laba. Teritorial semut merah makin meluas, karena perubahan iklim memungkinkan binatang ini hidup di kawasan yang dulunya mematikan mereka.
Foto: Colourbox/P. Chaisanit
Hama Kepik Rakus
Kepik hijau (lat. familiy Pentatomidae.) habitat aslinya adalah kawasan hangat di Laut Tengah, Timur Tengah, Afrika, Australia dan Amerika Utara. Tapi beberapa tahun silam, binatang hama ini ditemukan di Inggris yang habitatnya lebih dingin dan secara teoritis tidak memungkinkan kehidupannya. Hama ini merugikan petani Inggris karena menggagalkan panen.
Foto: imago/blickwinkel
Nyamuk Aedes Berkembang Pesat
Nyamuk Aedes yang jadi vektor penyakit demam berdarah Dengue, chikungunya, dan West Nile diuntungkan dengan makin hangatnya temperatur global. Populasi nyamuk meningkat drastis dan habitatnya juga meluas hingga ke kawasan Eropa. wabah penyakit yang dulunya khas Asia atau Afrika kini juga mulai jadi masalah di Eropa.
Foto: picture alliance/Mary Evans Picture Library
9 foto1 | 9
Delegasi AS tidak banyak bicara. Satu-satunya acara sampingan AS mempromosikan pengunaan bensin dari fosil, dan itu dibungkam aktivis. Sementara kehadiran AS yang paling dirasakan adalah dalam bentuk tenda sangat besar yang memampangkan tulisan "We Are Still In" ("kami masih ikut serta"). Ini adalah koalisi politisi AS, juga pebisnis dan pemimpin agama, yang berjanji akan setia kepada Kesepakatan Paris dan bekerja keras bagi aksi untuk iklim di tingkat lokal, sehingga AS akhirnya bisa mencapai terget pengurangan emisi yang kemungkinan besar tidak akan pernah dicapai Presiden Trump.
"Di luar ruang negosiasi, sejumlah besar suara terus menunjukkan dukungan kuat bagi aksi untuk iklim," kata Paula Caballero, kepala bagian iklim global pada World Resources Institute. Lebih dari 320 perusahaan besar, termasuk HP, Mars dan Wal-Mart akan menetapkan batas maksimal emisi berdasarkan hasil penelitian ilmuwan. Di luar ruang-ruang negosiasi, aksi bagi iklim di tingkat regional dan lokal di AS tampak nyata, demikian Caballero.
Penulis: Dave Keating (ml/vlz)
5 Penyakit yang Bisa Dipicu oleh Pemanasan Global
Suhu lebih hangat berarti virus yang beku bisa meleleh, serangga pembawa penyakit bisa bepergian lebih jauh dan penyebaran penyakit akan menjadi global. Berikut lima penyakit yang bisa dipicu oleh perubahan iklim.
Foto: Reuters/P. Askin
Antraks
Agustus 2016, seorang anak meninggal dunia di Siberia akibat antraks dan 20 warga didiagnosa terjangkit bakteri berbahaya itu. Antraks juga membunuh 2300 rusa di wilayah tersebut. Antraks berasal dari bangkai rusa yang mati 75 tahun lalu saat terakhir kali antraks menyebar disana. Bangkai yang selama ini membeku mencair akibat naiknya suhu dan mengaktifkan kembali bakteri yang ada di dalamnya.
Foto: Reuters
Kolera
Menurut pakar penyakit menular Dr. David M. Morens: "Kolera ada berada dalam peringkat teratas di daftar penyakit yang harus diwaspadai karena perubahan iklim. Kolera mudah mewabah di suhu hangat. Jadi semakin hangat bumi, semakin berbahaya."
Foto: AP
Zika dan Virus Nil Barat
Nyamuk Aedes aegypti adalah pembawa utama virus Zika. Para ilmuwan memperingatkan, dengan suhu yang terus meningkat dan sebanding dengan daerah tropis, nyamuk akan lebih luas jangkauan penyebarannya. Menurut hasil studi UCLA, hal yang sama akan terjadi dengan penyebaran virus Nil Barat yang dibawa oleh nyamuk Culex.
Foto: Reuters/U. Marcelino
Penyakit Lyme
Jumlah penderita penyakit Lyme meningkat drastis. 11.700 kasus dilaporkan tahun 1995, dan di tahun 2013 jumlahnya 27.203. Penyakit bakterial ini menyebabkan kelelahan, demam, sakit sendi, ruam kulit dan komplikasi pada sistem saraf. Udara yang lebih hangat berarti telur caplak akan lebih cepat menetas, sehingga caplak punya kesempatan lebih besar untuk mencari manusia yang bisa diinfeksi.
Foto: AP
Virus Tak Dikenal
Semakin banyak virus "kuno" yang terbangun dari tidurnya akibat pemanasan global. Sejak 2003 setidaknya ada 4 yang diketahui. Virus terakhir adalah Mollivirus sibericum, virus raksasa berumur 30.000 tahun yang hanya bisa menginfeksi organisme bersel tunggal, tidak manusia maupun hewan. Walau demikian, ilmuwan memperingatkan akan kemunculan virus-virus patogen baru. vlz/yf (berbagai sumber)