COVID-19 Akhirnya Terdeteksi di Benua Terakhir Antartika
23 Desember 2020
COVID-19 telah dideteksi di Antartika dan menandakan bahwa pandemi virus corona telah mencapai setiap benua yang ada di Bumi. Kasus dilaporkan dari anggota militer di pangkalan Antartika yang terinfeksi SARS-CoV-2.
Iklan
Pihak berwenang Chili mengumumkan bahwa sedikitnya 58 orang yang berada di dua pangkalan militer di Antartika atau di kapal Angkatan Laut (AL) yang menuju ke benua itu dinyatakan positif terkena SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19.
Sejauh ini, militer negara lain yang beroperasi di Antartika yang tidak ada yang secara terbuka melaporkan kasus lain.
Militer Chili mengumumkan pada Senin (21/12) bahwa 36 orang yang bertugas di pangkalan Antartika ‘‘Jenderal Bernardo O'Higgins Riquelme‘‘ telah dinyatakan positif. Sementara pada Selasa (21/12) Menteri Kesehatan untuk wilayah Biobio di Chili mengatakan ada 21 kasus infeksi COVID-19 di atas kapal pemasok Sersan Aldea AL Chili.
Sedangkan satu kasus lagi dilaporkan di desa Las Estrellas, tempat tinggal personel sipil yang bekerja di Pangkalan Angkatan Udara (AU) Letnan Rodolfo Marsh Martin, demikian menurut Eduardo Castillo, sekretaris kesehatan regional untuk wilayah Magallanes, yang mengawasi operasi Chili di Antartika. Sebelumnya, Kapal Sersam Aldea berlabuh di desa itu, tambahnya.
Pihak militer mengatakan kelompok pertama yang diidentifikasi terinfeksi SARS-CoV-2 berjumlah 36 orang, terdiri dari 26 anggota militer dan 10 pegawai sipil dari sebuah perusahaan kontrak pemeliharaan. Dilaporkan sejauh ini tidak ada yang menunjukkan komplikasi.
Michelle Rogan-Finnemore, sekretaris eksekutif Dewan Manajer Program Antartika Nasional, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa telah menerima laporan dari Chilean Antarctic Institute pada Jumat (18/12) tentang kasus positif COVID-19 di atas kapal Sersan Aldea "yang akan turun di pelabuhan dari Punta Arenas dan Talcahuano ”di daratan Chile.
“Kami belum menerima informasi formal lebih lanjut,” tambahnya.
Tiga orang pertama di kapal Sersan Aldea dinyatakan positif minggu lalu dan 208 anggota awak sedang dikarantina di atas kapal itu, menurut AL Chili. Kapal itu beroperasi di pangkalan di Semenanjung Trinity antara 27 November dan 10 Desember.
Lembaga Sains Nasional Amerika Serikat (AS), badan yang mengawasi program negara itu di Antartika, mengatakan pihaknya mengetahui laporan kasus positif pada penumpang di atas kapal Sersan Aldea.
"Personel di pangkalan Program Antartika AS tidak berinteraksi dengan pangkalan Chili yang dimaksud atau dengan personel yang tinggal di sana," kata lembaga itu. "NSF tetap berkomitmen untuk tidak bertukar personel atau menerima turis di pangkalan USAP."
Apakah Sudah Ada Obat Penyembuh Covid-19?
Euforia pecah saat vaksin corona pertama dinyatakan efektif hingga 95%. Namun banyak yang lupa, penyakit Covid-19 jika sudah menyerang tubuh, harus diobati agar pasien sembuh. Adakah obat ampuh buat melawan Covid-19?
Foto: Kay Nietfeld/dpa/picture alliance
Dexamethasone Reduksi Kematian Pasien Covid-19
Sejauh ini penyakit Covid-19 hanya diobati gejalanya. Dexamethasone adalah obat keluarga streoid yang murah dan mudah diakses. Dalam uji coba terhadap 2.100 pasien Covid-19 dengan gejala berat, obat anti inflamasi ini mampu mereduksi kematian pasien hingga 30%. Pakar epidemiologi Peter Horby dari Universitas Oxford Inggris, pimpinan riset menyebut, obat murah ini bisa cegah banyak kematian.
Foto: Getty Images/M. Horwood
Favipiravir Kurangi Beban Virus Corona
Favipiravir dikembangkan oleh Fujifilm Holdings Jepang untuk melawan virus lain, dalam kasus ini virus influenza. Dalam sebuah riset disebutkan unsur aktifnya bisa mengurangi beban virus pada tubuh pasien dan mereduksi lamanya waktu perawatan di rumah sakit. Obat yang di Jepang dikenal dengan merk Avigan ini, juga sudah mendapat izin edar di Rusia dengan nama Avifavir.
Foto: picture-alliance/dpa/Kimimasa Mayama
Remdesivir Tidak Disarankan oleh WHO
Remdesivir sejatinya dikembangkan untuk mengobati Ebola yang dipicu virus corona jenis lain. Obat buatan Gilead Sciences AS ini mula-mula disebut ampuh melawan Covid-19 dan di AS diajukan regulasi darurat. Tapi WHO kemudian menyatakan, tidak merekomendasikan Remdesivir, karena tidak menunjukkan keampuhan signifikan pada pasien Covid-19.
Foto: picture-alliance/Yonhap
Chloroquin Mencuat Akibat Politisasi
Chloroquin dan turunannya Hydroxychloroquin adalah obat anti malaria yang ampuh dan sudah digunakan luas sejak lama. Nama obat ini mencuat gara-gara presiden AS, Trump dan presiden Brazil, Bolsonaro memuji keampuhannya tanpa data ilmiah penunjang. Riset terbaru menyatakan obat antimalaria ini tidak ampuh melawan virus SARS-Cov-2 penyebab Covid-19.
WHO mula-mula menyarankan jangan mengkonsumsi obat antinyeri Ibuprofen dalam kasus infeksi virus corona. Namun beberapa hari kemudian WHO mencabut lagi saran ini. Pakar virologi Jerman Christian Drosten menyebut, asupan ibuprofen tidak membuat penyakit Covid-19 tambah parah. Sejauh ini sifat virus SARS-Cov-2 memang masih terus diteliti.
Foto: picture-alliance/dpa/L. Mirgeler
Artemisia Obat Herbal Berpotensi
Tanaman Artemisia dengan unsur aktif artemisinin terbukti ampuh melawan malaria. Penemunya, ilmuwan Cina Youyou Tu dianugerahi Nobel Kedokteran 2015. Kini herbal berkhasiat ini dilirik para peneliti Jerman yang merisetnya untuk mengobati Covid-19. Namun WHO menyarankan semua pihak agar ekstra hati-hati tanggapi laporan efektifitas herbal dalam pengobatan Covid-19. (Penulis: Agus Setiawan)