Sub varian Omicron BA.2 menyebar dengan cepat beberapa bulan belakangan. Para ahli mencemaskan proteksi dari vaksinasi maupun penyintas akan melemah seiring waktu. Apakah kita bisa terinfeksi ulang Omicron?
Iklan
Mereka yang terinfeksi virus corona varían Omicron beberapa bulan lalu dan sembuh, akan merasakan eforia imunitas dari antibodi yang dipicu infeksi COVID-19 tersebut. Bahkan penyintas yang sudah mendapat vaksinasi booster akan merasa lebih terlindungi. Namun, para ahli virologi juga mengamati tingkat perlindungan antibodi secara berangsur menurun seiring perjalanan waktu. Pada beberapa kasus bahkan dalam jangka waktu relatif singkat.
Yang lebih mencemaskan para ahli saat ini terkait menurunya imunitas, adalah penyebaran cepat sub varian baru Omicron yang disebut BA.2. Virus sub varian ini diduga lebih cepat menular dibanding varian Omicron sebelumnya yang disebut BA.1
Ketika varian Omicron BA.1 menyebar cepat di seluruh dunia pada akhir tahun 2021 lalu, para ahli mengamati dengan khawatir lonjakan drastis kasus infeksi COVID-19 global. Omicron memang memicu gejala yang lebih ringan, tetapi jauh lebih gampang menular.
Orang yang sudah mendapat booster alias divaksinasi tiga kali atau para penyintas COVID-19 varian lain, dilaporkan tidak terhindar dari infeksi Omicron. Kini subvarian BA.2 muncul dan diduga lebih menular lagi dibanding varian Omicron pertama yang disebut BA.1.
Waspadai 10 Varian SARS-CoV-2 Hasil Mutasi
Pertama kali terdeteksi di Cina akhir tahun 2019, COVID-19 terus bermutasi, 10 varian saat ini menjadi Variant of Concern (VoC) yang dicemaskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Foto: Waldemar Thaut/Zoonar/picture alliance
Varian Alpha mutasi dari Inggris
Varian dengan nama ilmiah B.1.1.7 ini terdeteksi pertama kali di Kent, Inggris Raya. Beberapa peneliti menganggap varian ini jauh lebih menular dibanding virus asli SARS-CoV-2 di Wuhan, Cina. Peneliti Lembaga Molekuler Eijkman Prof. Amin Subandrio sebut varian ini sudah ditemukan pada awal Maret 2021 di Jakarta.
Foto: Hasan Esen/AA/picture alliance
B.1.351 atau Varian Beta
Mutasi jenis ini ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada Oktober 2021. Varian ini disebut-sebut 50% lebih menular. Vaksinasi menggunakan Novavax dan Johnson & Johnson dianggap tidak efektif menghadapi varian ini. Delirium atau kebingungan menjadi salah satu gejala varian Beta.
Foto: Nyasha Handib/AA/picture alliance
Mutasi P.1 di Brasil
Varian ini diberi nama varian Gamma oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Mutasi berasal dari kota Manaus, provinsi Amazonas, Brasil. Virus ini pertama kali terdeteksi oleh ilmuwan Jepang yang meneliti sampel seorang warga yang pulang dari Manaus pada Desember 2020.
Foto: Bruna Prado/AP Photo/picture alliance
Delta, mutasi paling menular asal India
Dengan nama B.1.167.2, Delta dianggap 50% lebih menular dibanding varian Alpha yang disebut 50% lebih menular dari virus aslinya. Varian ini pertama kali ditemukan di India pada Oktober 2020. Mutasi ini memicu gelombang kedua COVID-19 di India.
Foto: Satyajit Shaw/DW
Mutasi dari Amerika latin, Lambda
Bernama ilmiah C.37, Lambda pertama kali terdeteksi di Peru pada Agustus 2020. Pada 15 Juni 2021, WHO menetapkannya sebagai varian yang menjadi perhatian. Tercatat 81% kasus aktif di Peru pada musim semi 2021 akibat varian ini.
Foto: Ernesto Benavides/Getty Images/AFP
Mutasi varian Kappa asal India
Pada Oktober 2020, terdeteksi varian 1.167.2 di India. Gejalanya tidak berbeda jauh dengan gejala varian asli COVID-19. Namun, pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, menyebut gejala campak muncul pada awal infeksi varian ini.
Foto: Adnan Abidi/REUTERS
Eta, varian yang sama dengan Gamma dan Beta
Varian ini membawa mutasi E484-K yang juga ditemukan di varian Gamma dan Beta. Kasus pertama varian ini dlaporkan di Inggris Raya dan Nigeria pada Desember 2020. Ditemukan di 70 negara di dunia, Kanada mencatat rekor 1.415 kasus Eta pada Juli 2021.
Foto: Adeyinka Yusuf/AA/picture alliance
Varian asal New York, B.1.526
Iota merupakan satu-satunya Variant of Concern (VoC) WHO di Amerika Serikat. Dideteksi pada November 2020, jenis virus ini disebut lebih menular dari varian sebelumnya. Para peneliti menyebut varian Iota meningkatkan angka kematian 62-82% bagi para penderita COVID-19 yang berusia lebih tua.
Foto: Wang Ying/Xinhua/imago images
Varian Mu asal Kolumbia di awal tahun 2021
Dengan nama ilmiah B.1.621, varian Mu ditemukan pertama kali di Kolumbia pada Januari 2021.Varian ini sempat dikhawatirkan dapat kebal dari vaksin. Bahkan WHO memperingatkan varian ini memiliki mutasi yang lebih tahan vaksin.
Foto: AGUSTIN MARCARIAN/REUTERS
Ditemukan di Afrika Selatan, Omicron lebih gampang menular
Varian ini ditemukan di Afrika Selatan pada November 2021. Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan sebut gejala dari varian ini sangat ringan. Dilaporkan tidak ada gejala anosmia pada varian ini. Namun, 500 kali lebih cepat menyebar dibanding varian lain. (Berbagai sumber) (mh/ha)
Foto: Fleig/Eibner-Pressefoto/picture alliance
10 foto1 | 10
Bisa terinfeksi ulang Omicron?
Data awal dari Inggris menunjukkan, beberapa pasien terinfeksi dua kali, yakni oleh Omicron varian asli BA.1 dan subvarian BA.2. Juga para dokter di Vanderbilt University Medical Center di AS kepada DW mengatakan, mengamati ada beberapa kasus pasien yang terinfeksi ulang Omicron.
Namun, Shira Doron, seorang dokter yang aktif menangani pasien dan asisten professor dari Tufts University School of Medicine di AS membantah data itu. "Saya sama sekali belum pernah melihat kasus infeksi ulang Omicron”, katanya. Doron menyebutkan, kasus yang dilaporkan sebagai infeksi ulang, faktanya mungkin saja kasus "positif yang keliru”.
"Jika saya mendapat laporan seseorang terinfeksi ulang, saya selalu mengundang mereka untuk melakukan tes ulang. Dan kebanyakan hasil tes ulang negatif,” papar dokter Doron.
Kasus sangat langka
Walau ada pro dan kontra infeksi ulang virus Omicron, sebuah hasil riset dari Denmark yang dirilis akhir Februari lalu menyimpulkan, infeksi ulang Omicron bisa terjadi, walau kasusnya sangat langka. Riset menganalisis data sekitar 1,8 juta kasus saat gelombang infeksi virus Omicron antara akhir November 2021 hingga pertengahan Februari 2022. Hasilnya, di sepanjang durasi penelitian, tercatat 187 kasus terinfeksi ulang COVID-19. Dari seluruh kasus terinfeksi ulang, ada 47 kasus pasien yang terinfeksi kedua varian Omicron BA.1 dan BA.2.
Juga penelitian di Israel terhadap 2,8 juta penyintas COVID-19 dalam durasi pendek, sekitar dua bulan setelah mereka sembuh, menunjukkan hanya ada ratusan kasus infeksi ulang. Jadi rasionya sangat rendah, 47 kasus dari 1,8 juta di Denmark, dan ratusan dari 2,5 juta di Israel, mengindikasikan kasus infeksi ulang sangat langka. Namun, hal itu diyakini akan terus berubah, seiring makin banyaknya data yang dikoleksi.
Hal ini diamini Monica Gandhi, profesor kedokteran di University of California, San Francisco, yang menyebutkan kasus infeksi ulang virus Omicron diduga jauh lebih banyak lagi. Gandhi mengatakan, antibodi yang dipicu booster vaksinasi atau infeksi COVID-19 akan melemah dalam jangka waktu sekitar 4 bulan dan orang kembali rentan terinfeksi virus corona.
Vaksinasi COVID-19 Hingga ke Daerah Terpencil di Dunia
Tim medis menempuh perjalanan panjang dan sulit untuk memvaksinasi orang-orang di seluruh dunia. Pekerjaan itu membawa mereka melintasi pegunungan dan sungai, menaiki pesawat, perahu, bahkan juga berjalan kaki.
Foto: Tarso Sarraf/AFP
Mendaki gunung
Dibutuhkan fisik yang bugar bagi tenaga medis untuk memvaksinasi penduduk di daerah pegunungan di tenggara Turki. "Orang sering tinggal berdekatan dan infeksi bisa menyebar dengan cepat," kata Dr. Zeynep Eralp. Orang-orang di pegunungan tidak suka pergi ke rumah sakit, jadi "kita harus pergi ke mereka," tambahnya.
Foto: Bulent Kilic/AFP
Melintasi daerah bersalju
Banyak orang lanjut usia tidak dapat melakukan perjalanan ke pusat vaksinasi. Di Lembah Maira di Alpen Italia barat, dekat perbatasan dengan Prancis, dokter mendatangi rumah ke rumah untuk memberi suntikan COVID-19 kepada penduduk yang berusia lebih dari 80 tahun.
Foto: Marco Bertorello/AFP
Penerbangan ke daerah terpencil
Dengan membawa botol berisi beberapa dosis vaksin, perawat ini sedang dalam perjalanan ke Eagle, sebuah kota di Sungai Yukon di negara bagian Alaska, AS, daerah dengan penduduk kurang dari 100 orang. Masyarakat adat diprioritaskan dalam banyak program imunisasi.
Foto: Nathan Howard/REUTERS
Beberapa warga perlu diyakinkan
Setiap hari, Anselmo Tunubala keluar masuk pemukiman di pegunungan Kolombia barat daya untuk meyakinkan warga tentang pentingnya vaksinasi. Banyak warga meragukan vaksin dan cenderung mengandalkan pengobatan tradisional, serta bimbingan para pemuka agama.
Foto: Luis Robayo/AFP
Jalan kaki selama berjam-jam
Pria dan wanita dalam foto di atas berjalan hingga empat jam untuk mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 di desa terpencil Nueva Colonia di Meksiko tengah. Mereka adalah penduduk asli Wixarika, atau lebih dikenal dengan nama Huichol.
Foto: Ulises Ruiz/AFP/Getty Images
Vaksinasi di sungai
Komunitas Nossa Senhora do Livramento di Rio Negro di Brasil hanya dapat dijangkau melalui sungai. "Cantik! Hampir tidak sakit," kata Olga Pimentel setelah disuntik vaksin. Dia tertawa dan berteriak "Viva o SUS!" - "panjang umur pelayanan kesehatan masyarakat Brasil!"
Foto: Michael Dantas/AFP
Hanya diterangi cahaya lilin
Presiden Brasil Jair Bolsonaro menentang vaksinasi COVID-19. Namun, di sisi lain kampanye itu telah berjalan. Penduduk asli keturunan budak Afrika, termasuk di antara yang kelompok pertama yang divaksinasi. Raimunda Nonata yang tinggal di daerah tanpa listrik, disuntik vaksin dibantu penerangan cahaya lilin.
Foto: Tarso Sarraf/AFP
Rela mendayung jauh
Setelah vaksinasi, seorang wanita tua dan putrinya mendayung menjauhi Bwama, pulau terbesar di Danau Bunyonyi di Uganda. Pemerintah negara Afrika tengah sedang mencoba untuk memasok daerah terpencil dengan vaksin COVID-19.
Foto: Patrick Onen/AP Photo/picture alliance
Medan yang berat
Perjalanan lain melintasi perairan tanpa perahu. Dalam perjalanan menuju desa Jari di Zimbabwe, tim medis harus melewati jalan yang tergenang air. Menurut badan kesehatan Uni Afrika, CDC Afrika, kurang dari 1% populasi di Zimbabwe telah divaksinasi penuh.
Foto: Tafadzwa Ufumeli/Getty Images
Dari rumah ke rumah
Banyak orang di Jepang tinggal di desa terpencil, seperti di Kitaaiki. Warga yang tidak bisa ke kota, dengan senang hati menyambut dokter dan tim medis di rumah mereka untuk mendapatkan suntikan vaksin COVID-19.
Foto: Kazuhiro Nogi/AFP
Barang yang sangat berharga
Indonesia meluncurkan kampanye vaksinasi pada Januari 2021. Di Banda Aceh, tim medis melakukan perjalanan menggunakan perahu ke pulau-pulau terpencil. Vaksin di dalam kotak pendingin merupakan barang yang sangat berharga sehingga perjalanan tim medis didampingi petugas keamanan.
Foto: Chaideer Mahyuddin/AFP
Tanpa masker dan tidak menjaga jarak
India menjadi negara terdampak parah pandemi COVID-19. Pada pertengahan Maret 2021, petugas medis mendatangi desa Bahakajari di Sungai Brahmaputra. Sekelompok wanita mendaftar untuk mendapatkan vaksin. Tidak ada yang memakai masker atau menjaga jarak aman. (ha/hp)
Foto: Anupam Nath/AP Photo/picture alliance
12 foto1 | 12
Vaksinasi terbukti melindungi
Vaksin yang ada di pasaran, sejauh ini terbukti memberikan tingkat proteksi cukup bagus melawan COVID-19. Orang yang sudah divaksin komplit, tetap punya kemungkinan terinfeksi, tapi sangat jarang mengembangkan gejala sakit parah. Sebuah penelitian di AS menunjukkan, orang yang sudah divaksinasi lengkap, jika terinfeksi Omicron varian BA.1 akan mengembangkan antibodi yang juga tangguh melawan subvariant BA.2.
Penelitian itu menyebutkan, satu kasus dari orang yang tidak divaksinasi dan terinfeksi Omicron varian asli, menunjukkan yang bersangkutan tidak mengembangkan antibodi terhadap subvarian Omicron BA.2.
Hasil riset di Austria bulan Maret 2022 juga menunjukkan hasil serupa. Orang yang tidak divaksinasi dan terinfeksi varian Omicron asli, hanya mengembangkan kekebalan atas varian itu, dan tidak mengembangkan antibodi untuk varian COVID-19 lainnya.
Iklan
Masih diamati
Para ilmuwan mengatakan, masih terus mengamati perkembangannya dan belum mengetahui dengan pasti keseluruhan sifat subvarian omicorn BA.1. Yang sudah diketahui, varian ini memiliki daya penularan 30% lebih cepat dibanding Omicron asli.
Data menunjukan, subvarian ini menyebar cepat di Eropa sejak awal Februari 2022. Jerman termasuk negara yang paling parah dilanda gelombang Omicron ini, terlihat dari data kasus infeksi yang mencapai puncaknya pertengahan Maret lalu, dengan lebih 250.000 kasus baru tiap hari.
Jadi satu hal sudah pasti: pandemi COVID-19 belum berakhir, terlepas dari pro dan kontra para ilmuwan terkait kemungkinan terinfeksi ulang varian Omicron bagi para penyintas COVID-19.