Indonesia kembali mengalami kenaikan kasus COVID-19, diduga imbas masuknya subvarian Omicron XBB.1.16 atau Arcturus. Kemenkes menganjurkan masyarakat untuk mengenakan masker, khususnya saat menaiki transportasi umum.
Iklan
Menjelang momen mudik Lebaran 2023, Indonesia kini kembali mengalami kenaikan kasus COVID-19. Lantas dengan kondisi saat ini, sudah bolehkah masyarakat melakukan perjalanan jauh dan beraktivitas di keramaian tanpa menggunakan masker?
Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Maxi Rein Rondonuwu, selama vaksinasi COVID-19 booster terus berjalan, Indonesia masih akan aman dari ancaman lonjakan kasus COVID-19 pasca momen mudik Lebaran tahun ini. Di samping itu, ia menganjurkan masyarakat untuk tetap mengenakan masker ketika melakukan perjalanan, khususnya di fasilitas transportasi umum.
"Masker diharapkan kalau di tempat-tempat umum itu kan diimbau apalagi dalam gedung. Di kendaraan, bus, pesawat, diharapkan itu pakai masker," jelasnya saat ditemui detikcom di Lapangan Upacara Kementerian Kesehatan RI, Senin (17/04).
Biang kerok COVID-19 RI naik lagi
Pada Kamis (13/04), Kemenkes RI melaporkan Indonesia sudah mencatat dua kasus COVID-19 dengan subvarian Omicron XBB.1.16 atau disebut varian Arcturus. Varian ini diduga juga menjadi pemicu lonjakan kasus COVID-19 di banyak negara, misalnya India. Pasalnya, varian ini memiliki kemampuan penularan yang lebih tinggi dibandingkan varian corona yang sudah merebak sebelumnya.
Waspadai 10 Varian SARS-CoV-2 Hasil Mutasi
Pertama kali terdeteksi di Cina akhir tahun 2019, COVID-19 terus bermutasi, 10 varian saat ini menjadi Variant of Concern (VoC) yang dicemaskan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Foto: Waldemar Thaut/Zoonar/picture alliance
Varian Alpha mutasi dari Inggris
Varian dengan nama ilmiah B.1.1.7 ini terdeteksi pertama kali di Kent, Inggris Raya. Beberapa peneliti menganggap varian ini jauh lebih menular dibanding virus asli SARS-CoV-2 di Wuhan, Cina. Peneliti Lembaga Molekuler Eijkman Prof. Amin Subandrio sebut varian ini sudah ditemukan pada awal Maret 2021 di Jakarta.
Foto: Hasan Esen/AA/picture alliance
B.1.351 atau Varian Beta
Mutasi jenis ini ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada Oktober 2021. Varian ini disebut-sebut 50% lebih menular. Vaksinasi menggunakan Novavax dan Johnson & Johnson dianggap tidak efektif menghadapi varian ini. Delirium atau kebingungan menjadi salah satu gejala varian Beta.
Foto: Nyasha Handib/AA/picture alliance
Mutasi P.1 di Brasil
Varian ini diberi nama varian Gamma oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Mutasi berasal dari kota Manaus, provinsi Amazonas, Brasil. Virus ini pertama kali terdeteksi oleh ilmuwan Jepang yang meneliti sampel seorang warga yang pulang dari Manaus pada Desember 2020.
Foto: Bruna Prado/AP Photo/picture alliance
Delta, mutasi paling menular asal India
Dengan nama B.1.167.2, Delta dianggap 50% lebih menular dibanding varian Alpha yang disebut 50% lebih menular dari virus aslinya. Varian ini pertama kali ditemukan di India pada Oktober 2020. Mutasi ini memicu gelombang kedua COVID-19 di India.
Foto: Satyajit Shaw/DW
Mutasi dari Amerika latin, Lambda
Bernama ilmiah C.37, Lambda pertama kali terdeteksi di Peru pada Agustus 2020. Pada 15 Juni 2021, WHO menetapkannya sebagai varian yang menjadi perhatian. Tercatat 81% kasus aktif di Peru pada musim semi 2021 akibat varian ini.
Foto: Ernesto Benavides/Getty Images/AFP
Mutasi varian Kappa asal India
Pada Oktober 2020, terdeteksi varian 1.167.2 di India. Gejalanya tidak berbeda jauh dengan gejala varian asli COVID-19. Namun, pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, menyebut gejala campak muncul pada awal infeksi varian ini.
Foto: Adnan Abidi/REUTERS
Eta, varian yang sama dengan Gamma dan Beta
Varian ini membawa mutasi E484-K yang juga ditemukan di varian Gamma dan Beta. Kasus pertama varian ini dlaporkan di Inggris Raya dan Nigeria pada Desember 2020. Ditemukan di 70 negara di dunia, Kanada mencatat rekor 1.415 kasus Eta pada Juli 2021.
Foto: Adeyinka Yusuf/AA/picture alliance
Varian asal New York, B.1.526
Iota merupakan satu-satunya Variant of Concern (VoC) WHO di Amerika Serikat. Dideteksi pada November 2020, jenis virus ini disebut lebih menular dari varian sebelumnya. Para peneliti menyebut varian Iota meningkatkan angka kematian 62-82% bagi para penderita COVID-19 yang berusia lebih tua.
Foto: Wang Ying/Xinhua/imago images
Varian Mu asal Kolumbia di awal tahun 2021
Dengan nama ilmiah B.1.621, varian Mu ditemukan pertama kali di Kolumbia pada Januari 2021.Varian ini sempat dikhawatirkan dapat kebal dari vaksin. Bahkan WHO memperingatkan varian ini memiliki mutasi yang lebih tahan vaksin.
Foto: AGUSTIN MARCARIAN/REUTERS
Ditemukan di Afrika Selatan, Omicron lebih gampang menular
Varian ini ditemukan di Afrika Selatan pada November 2021. Ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan sebut gejala dari varian ini sangat ringan. Dilaporkan tidak ada gejala anosmia pada varian ini. Namun, 500 kali lebih cepat menyebar dibanding varian lain. (Berbagai sumber) (mh/ha)
Foto: Fleig/Eibner-Pressefoto/picture alliance
10 foto1 | 10
Namun demikian menurut Maxi, kasus COVID-19 di Indonesia masih didominasi oleh varian Corona Kraken atau XBB.1.5, bukan varian Arcturus. Walaupun memang, varian Arcturus diketahui memiliki kemampuan penularan 1,5 lebih tinggi dibandingkan varian Kraken.
"Kalau dilihat trennya itu memang sudah ada Arcturus sudah masuk ya. Sampai kemarin terdeteksi dua (kasus). Yang lain itu masih Kraken XBB.1.5. Jadi masih didominasi oleh varian yang lama," pungkas Maxi. (ha)