Nyaris seluruh keluarga Niko (30) divonis positif COVID-19. Namun, dari 8 orang yang positif, ia jadi satu-satunya yang hingga kini masih belum sembuh. Dari kamar perawatan di rumah sakit, ia berbagi kisah kepada DW.
Iklan
Dari 8 anggota keluarga yang sempat divonis positif COVID-19, Niko Alfian Pratama (30) jadi satu-satunya pasien yang hingga kini masih belum dinyatakan sembuh. Sang buah hati yang berusia 11 bulan sebelumnya juga ikut terpapar corona.
Niko yang sebelumnya masih menjalani masa isolasi mandiri di rumah, kini harus berpisah sementara dengan keluarga untuk menjalani masa isolasi di salah satu rumah sakit di Bekasi, Jawa Barat. Kepada DW, ia pun mengisahkan bagaimana awal mula sampai kemudian hampir seluruh keluarganya divonis positif COVID-19.
Rutin rapid test dan hasilnya negatif
Niko mengaku tidak menyangka dirinya akan terkena COVID-19. Apalagi selama bulan Juli, hampir setiap minggu ia rutin melakukan rapid test dan hasilnya negatif. Sampai kemudian di akhir bulan Juli, Niko, istrinya, dan salah satu iparnya dengan inisial DF sama-sama mengalami demam. Ketiganya lantas menjalani tes darah karena memiliki gejala tifus.
“Tanggal 5 Agustus saya sama istri tes darah ternyata memang tifus, dan setelah minum obatnya tanggal 7 Agustus itu (kami) sudah mendingan. Tapi berbeda cerita sama ipar saya yang DF,” kata Niko melalui wawancara skype dari kamar perawatan di rumah sakit, Selasa (25/08).
“Dia (DF) ada keluhan sesak napas, perutnya kalau dipegang sakit, tentunya ada batuk juga, lalu masuk rumah sakit IGD lalu dicek tes darah juga, ternyata gejala tifusnya terlalu kecil jadi tidak mungkin membuat sakit seperti itu. Akhirnya di rontgen setelah di-rontgen dilihat hasilnya terjadi pneumonia, jadi di paru-parunya ada putih-putih gitu yang biasa khas COVID,” tambahnya.
DF akhirnya menjalani tes swab dan ternyata hasilnya positif COVID-19, kata Niko.
Biaya tes swab sekeluarga gratis
Kabar ini tak pelak membuat Niko panik. Alasannya, ada 10 orang anggota keluarga yang juga tinggal bersama DF, termasuk anaknya yang masih balita dengan usia 11 bulan. Biaya besar yang harus dikeluarkan untuk tes swab seluruh keluarga juga sempat membuat Niko khawatir.
“Kita ada 9 orang, kalau misalnya pukul rata deh ya swab yang harganya mungkin 1,5 juta kali 9 orang itu 13,5 juta,” jelasnya.
Namun, setelah koordinasi dengan pihak puskesmas dan pihak kecamatan, ia diberi tahu bahwa tes swab untuk seluruh anggota keluarganya gratis tanpa biaya.
“Jadi sebenarnya kalau prosedur yang benar adalah ketika keluarga ada yang positif COVID-19 itu lapor RT, lalu Pak RT koordinasi dengan camat Pondok Melati, lalu biar cepat juga kita koordinasi juga sama puskesmas, puskesmas akan dengan senang hati untuk datang ke rumah,” ujarnya.
Hingga akhirnya, dari sembilan anggota keluarganya yang menjalani tes swab pertama pada 10 Agustus, tujuh orang dinyatakan positif COVID-19, termasuk anaknya yang masih berusia 11 bulan.
Namun, setelah menjalani masa isolasi mandiri di rumah, kini seluruh anggota keluarganya sudah dinyatakan sembuh, termasuk DF (ipar Niko) dan mertuanya yang sempat dirawat di rumah sakit. “Dari 10 orang sisa hanya 1 saja yang positif yaitu saya,” katanya.
“Covid ini bukan aib!”
Niko sadar betul bahwa banyak orang yang mungkin takut mengakui bahwa dirinya positif COVID-19. Takut dikucilkan dan mendapat stigma dari masyarakat. Namun, Niko dan keluarga memilih terbuka termasuk dengan masyarakat sekitar tempatnya tinggal.
“COVID ini musibah, pandemi ini adalah musibah bukan aib!” ujarnya.
Tak disangka-sangka, ternyata respons positif mereka dapatkan dari masyarakat, terutama selama masa isolasi mandiri di dalam rumah.
“Mereka nolongin kita, sabun, keperluan mandi habis mereka mau belanjain, sayur habis mereka mau beliin juga ada yang kirim makanan, ada yang kirim vitamin,” kata Niko. “Menurut saya itu rejeki punya lingkungan yang bagus”.
Solidaritas dan Humor Warga Dunia Menghadapi Krisis Virus Corona
Masyarakat dunia berikan dorongan semangat untuk hadapi krisis virus corona global. Humanitas terbukti bisa bersatu saat wabah. Solidaritas ditunjukkan mulai dari menyerukan #stayathome sampai memburu boneka beruang.
Foto: picture-alliance/abaca/IPA/P. Tenagli
Memburu boneka beruang
Karena sekolah dan taman kanak-kanak ditutup selama berminggu-minggu, anak-anak mulai bosan. Untuk tetap menghibur mereka, ribuan orang Belgia dan Belanda menaruh boneka beruang yang imut di depan jendela - ini saatnya untuk melihat beruang! Banyak beruang terdaftar di peta interaktif sehingga orang tua dapat merencanakan acara keluarga di sepanjang rute yang memiliki boneka beruang paling banyak.
Orang lanjut usia menjadi kelompok risiko tinggi terinfeksi COVID-19 dibanding orang yang lebih muda. Untuk melindungi mereka, supermarket di banyak negara menawarkan waktu khusus bagi warga lanjut usia, yang memungkinkan mereka berbelanja dengan relatif aman.
Foto: picture-alliance/ZUMA Wire/P. Dambarage
Mencerahkan kehidupan sehari-hari
Turki mengambil cara yang berbeda, karantina diberlakukan untuk manula di atas 65 tahun atau yang punya riwayat sakit kronis - demi melindungi mereka. Zulkif Cengiz (25 tahun) memainkan beberapa lagu untuk menghibur para manula yang tinggal di rumah di kota Merzin. Di negara lain, orang bernyanyi di depan panti jompo karena penghuninya tidak dapat menerima pengunjung demi hindari penularan virus.
Foto: picture-alliance/AA/M. U. Uysal
Pendekatan positif
Setelah lockdown, orang Italia diwajibkan untuk tinggal di apartemen mereka selama berminggu-minggu. Langkah-langkah darurat tetap diberlakukan sampai setidaknya pertengahan April. Tapi mereka belum putus asa. Poster dengan motif pelangi berwarna-warni dan slogan: "Andra tutto bene" ("Semuanya akan baik-baik saja") bergantungan di jendela dan dari balkon di seluruh negara.
Foto: picture-alliance/abaca/IPA/P. Tenagli
'Italia, kami bersama kamu'
Solidaritas di Beslan, barat daya Rusia. Oang menyalakan lilin untuk menunjukkan solidaritas mereka dengan Italia, salah satu negara yang paling terpukul oleh pandemi. Di Paraguay, Polandia, dan Bosnia-Herzegovina, bangunan diterangi dengan warna bendera Italia, hijau, putih, dan merah. Di Cina, bus triwarna dioperasikan yang pegangan dan sandaran kursinya bertuliskan, "Bergembiralah, Italia."
Foto: picture-alliance/TASS/O. Smolskaya
Harapan di cakrawala
Swiss juga mengirimkan pesan solidaritas. Sesuai dengan moto "cahaya adalah harapan," pesan-pesan berwarna cerah dipancarkan dari Matterhorn, gunung Swiss yang sangat simbolis. Tapi "#hope" berganti dengan "#stayathome" - Seruan untuk menyikapii pandemi secara serius dan tidak keluar rumah.
Foto: picture-alliance/Keystone/V. Flauraud
Mari kita berpura-pura kita sedang liburan
Pandemi itu membuat Adas Vasiliauskas kehilangan pekerjaan rutinnya. Jangan putus asa, pikir fotografer Lithuania itu. Sebagai gantinya, ia menggunakan pesawat tanpa awak untuk mengambil foto bagaimana orang Lithuania menghabiskan waktu di rumah selama karantina. Sepertinya menyenangkan: berjemur di atap, berolahraga di balkon, berdandan atau memimpikan liburan berikutnya.
Kehidupan publik juga berhenti di Bangladesh. Ketika orang tidak lagi keluar untuk makan itu menjadi sebuah masalah bagi hewan yang mencari makan di tempat sampah dan makanan sisa. Relawan di ibu kota, Dhaka, memberi makan anjing-anjing liar. Di Jerman, Asosiasi Kesejahteraan Hewan telah memperingatkan bahwa merpati di kota-kota juga menghadapi kelaparan.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/S. M. Rahman
Tunjukkan penghargaan
Staf medis di banyak negara telah bekerja keras tanpa jeda selama berminggu-minggu. Di Eropa, orang berdiri di jendela terbuka dan balkon pada malam hari untuk bertepuk tangan kepada dokter dan perawat. Warga Pakistan mengibarkan bendera putih sebagai tanda terima kasih kepada staf medis. Tetapi ada tanda penghargaan yang lebih efektif yaitu dengan tinggal di rumah demi perlambat penyebaran virus.
Foto: picture-alliance/Zuma/PPI
Masker buatan sendiri
Di seluruh dunia, relawan menjahit masker sederhana. Maskernya mungkin tidak selalu melindungi pemakainya dari infeksi, tetapi jika diikat dengan benar di mulut dan hidung, masker dapat membantu mencegah penyebaran virus. Masker yang dibuat oleh para wanita Armenia-Suriah ini akan didistribusikan di kalangan menengah ke bawah di Aleppo.
Foto: Getty Images/AFP
Memerangi infeksi melalui seni
Membantu dengan melakukan hal yang kita mahir, diterapkan kolektif seniman grafiti Kru RBS di Senegal. Dengan karya seni mereka di dinding di Dakar, mereka menunjukkan kepada masyarakat bagaimana mereka dapat membendung penyebaran virus corona. Bersin di bagian dalam lengan Anda adalah salah satu aturan penting untuk melindungi orang lain.
Foto: Getty Images/AFP/Seyllou
Selera humor
Reuben Ward berjalan di sekitar ibukota Amerika Serikat, Washington D.C., berpakaian seperti Tyrannosaurus Rex yang menakutkan dan besar. "Itu adalah cara menghibur untuk mengalihkan perhatian mereka sejenak dari virus corona dan menghibur mereka," kata pria 29 tahun itu. Pesannya: Sekalipun situasinya serius, Anda juga perlu menjaga selera humor.
Foto: picture-alliance/AP Photo/J. Martin
Gangguan manis
Di Jerman, humor terkait virus corona cenderung dikaitkan dengan makanan. Misalnya cokelat berbentuk antibodi virus corona, kue yang berbentuk seperti gulungan kertas toilet dan kelinci cokelat Paskah lengkap dengan masker wajah. Tapi bukan Jerman jika tidak ada sesuatu untuk dikeluhkan: Para kritikus menilai barang dagangan itu mencerminkan selera buruk.
Foto: picture-alliance/AP Photo/J. Meyer
Bonus kertas toilet
Kertas toilet laku keras di banyak negara. Sebuah restoran di negara bagian Minnesota, Amerika Serikat, memberi bonus satu gulung kertas toilet untuk setiap pesanan yang dibawa pulang seharga lebih dari $ 25 (Rp 416.000). "Ketika pelanggan mengambil pesanan mereka, Anda mendengar tawa tulus dan itu yang terbaik saat ini," kata pemiliknya kepada FOX 9. Ini juga jadi strategi pemasaran yang cerdas.
Foto: picture-alliance/CBG/Cover Images
Badut atau presiden?
Reaksi masyarakat terhadap krisis juga ada yang berupa sindiran. Aira Ocrespo bukan satu-satunya yang mengkritik Presiden Brasil, Jair Bolsonaro karena pendekatannya yang lemah terhadap pandemi COVID-19. Senimaan ini menyindir, hidung badut merah adalah satu-satunya perlindungan wajah yang dikenakan presiden untuk melawan virus corona. (Ed:fs/as)
Foto: Getty Images/AFP/C. de Souza
15 foto1 | 15
Bagi Niko, pentingnya kejujuran jadi salah satu pelajaran yang bisa ia bagikan dari pengalamannya terpapar corona.
“Jangan denial bahwa Covid ini tetap sebenarnya ada,” pungkasnya
“Lebih baik jujur biar semuanya berhasil di-tracing karena dengan jujur kita menyelamatkan tenaga medisnya juga, menyelamatkan pasien lain dan juga menyelamatkan ekonomi si pasien juga kan biar ditanggung negara,” tambahnya.
Niko hanyalah salah satu dari kasus aktif COVID-19 yang kini ada di Indonesia. Sampai Kamis (03/09), Indonesia telah mencatat sebanyak 184.268 kasus positif dengan pasien sembuh sebanyak 132.055. Sementara angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia masih menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara yaitu sebanyak 7.750 orang.