COVID-19 Nyaris Tiga Kali Lebih Mematikan Daripada Flu Biasa
18 Desember 2020
Studi terbaru di Prancis menunjukkan, angka kematian karena infeksi virus corona mencapai hampir tiga kali lipat dibanding akibat flu biasa.
Iklan
Tingkat kematian di antara pasien terinfeksi virus corona yang dirawat di rumah sakit hampir tiga kali lebih tinggi daripada mereka yang terkena flu, demikian ungkap penelitian terbaru. Para peneliti membandingkan data nasional Prancis untuk 89.530 pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19 pada Maret dan April tahun ini dengan 45.819 pasien yang dirawat di rumah sakit karena influenza musiman antara Desember 2018 dan akhir Februari 2019.
Sekitar 16,9 persen pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit meninggal selama masa penelitian tersebut. Sementara kematian pasien flu yang dirawat dengan kasus influenza parah sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit mencapai 5,8 persen.
Para peneliti juga menemukan bahwa lebih banyak pasien COVID-19 membutuhkan perawatan intensif, yakni sebesar 16,3 persen dibandingkan dengan 10,8 persen untuk pasien influenza. Sementara rata-rata perawatan intensif untuk pasien COVID-19 hampir dua kali lebih lama, yakni 15 hari dibandingkan dengan delapan hari pada pasien influenza.
Hasil penelitian yang diterbitkan di Jurnal Lancet Respiratory Medicine ini bertentangan dengan keyakinan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Brasil Jair Bolsonaro yang menyamakan virus mematikan itu dengan flu atau "flu yang sangat ringan".
Namun, penelitian ini juga menunjukkan temuan positif bagi anak-anak dan remaja, yakni orang berusia di bawah 18 tahun yang dirawat di rumah sakit karena COVID-19 jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang terkena flu, atau sedikitnya 1,4 persen dari mereka yang terinfeksi harus dirawat di rumah sakit. Sementara anak-anak dan remaja di bawah usia 18 yang harus dirawat karena flu mencapai 19,5 persen.
Berikut DW rangkumkan gambaran perkembangan utama lainnya terkait wabah corona di seluruh dunia:
Amerika
Panel penasihat Badan Pengawas Obat dan Makanan di Amerika Serikat (FDA) pada hari Kamis (17/12) memberikan lampu hijau untuk pemberian vaksin virus corona buatan Moderna Inc. dalam kondisi darurat. Langkah tersebut memungkinkan kandidat penerima vaksin akan mendapatkan persetujuan dari regulator AS paling cepat hari Jumat (18/12). Moderna akan menjadi vaksin kedua yang diizinkan di negara Barat setelah para ahli mengeluarkan persetujuan darurat untuk vaksin produksi BioNTech dan Pfizer.
Apakah Sudah Ada Obat Penyembuh Covid-19?
Euforia pecah saat vaksin corona pertama dinyatakan efektif hingga 95%. Namun banyak yang lupa, penyakit Covid-19 jika sudah menyerang tubuh, harus diobati agar pasien sembuh. Adakah obat ampuh buat melawan Covid-19?
Foto: Kay Nietfeld/dpa/picture alliance
Dexamethasone Reduksi Kematian Pasien Covid-19
Sejauh ini penyakit Covid-19 hanya diobati gejalanya. Dexamethasone adalah obat keluarga streoid yang murah dan mudah diakses. Dalam uji coba terhadap 2.100 pasien Covid-19 dengan gejala berat, obat anti inflamasi ini mampu mereduksi kematian pasien hingga 30%. Pakar epidemiologi Peter Horby dari Universitas Oxford Inggris, pimpinan riset menyebut, obat murah ini bisa cegah banyak kematian.
Foto: Getty Images/M. Horwood
Favipiravir Kurangi Beban Virus Corona
Favipiravir dikembangkan oleh Fujifilm Holdings Jepang untuk melawan virus lain, dalam kasus ini virus influenza. Dalam sebuah riset disebutkan unsur aktifnya bisa mengurangi beban virus pada tubuh pasien dan mereduksi lamanya waktu perawatan di rumah sakit. Obat yang di Jepang dikenal dengan merk Avigan ini, juga sudah mendapat izin edar di Rusia dengan nama Avifavir.
Foto: picture-alliance/dpa/Kimimasa Mayama
Remdesivir Tidak Disarankan oleh WHO
Remdesivir sejatinya dikembangkan untuk mengobati Ebola yang dipicu virus corona jenis lain. Obat buatan Gilead Sciences AS ini mula-mula disebut ampuh melawan Covid-19 dan di AS diajukan regulasi darurat. Tapi WHO kemudian menyatakan, tidak merekomendasikan Remdesivir, karena tidak menunjukkan keampuhan signifikan pada pasien Covid-19.
Foto: picture-alliance/Yonhap
Chloroquin Mencuat Akibat Politisasi
Chloroquin dan turunannya Hydroxychloroquin adalah obat anti malaria yang ampuh dan sudah digunakan luas sejak lama. Nama obat ini mencuat gara-gara presiden AS, Trump dan presiden Brazil, Bolsonaro memuji keampuhannya tanpa data ilmiah penunjang. Riset terbaru menyatakan obat antimalaria ini tidak ampuh melawan virus SARS-Cov-2 penyebab Covid-19.
WHO mula-mula menyarankan jangan mengkonsumsi obat antinyeri Ibuprofen dalam kasus infeksi virus corona. Namun beberapa hari kemudian WHO mencabut lagi saran ini. Pakar virologi Jerman Christian Drosten menyebut, asupan ibuprofen tidak membuat penyakit Covid-19 tambah parah. Sejauh ini sifat virus SARS-Cov-2 memang masih terus diteliti.
Foto: picture-alliance/dpa/L. Mirgeler
Artemisia Obat Herbal Berpotensi
Tanaman Artemisia dengan unsur aktif artemisinin terbukti ampuh melawan malaria. Penemunya, ilmuwan Cina Youyou Tu dianugerahi Nobel Kedokteran 2015. Kini herbal berkhasiat ini dilirik para peneliti Jerman yang merisetnya untuk mengobati Covid-19. Namun WHO menyarankan semua pihak agar ekstra hati-hati tanggapi laporan efektifitas herbal dalam pengobatan Covid-19. (Penulis: Agus Setiawan)
Foto: picture-alliance/dpa/T. Kaixing
6 foto1 | 6
Sementara dari Kolumbia di Amerika Selatan, pada hari Kamis (17/12) kasus virus corona yang dikonfirmasi setiap harinya telah mencapai level tertinggi sejak pertengahan Agustus. Lonjakan itu terkait dengan perayaan untuk menandai perayaan Maria Dikandung Tanpa Noda atau yang secara lokal dikenal sebagai Night of the Candles. Pada perayaan ini keluarga berkumpul untuk meletakkan lilin di jendela atau di luar rumah. Negara di pegunungan Andes itu mencatat 12.196 kasus baru pada Kamis, menurut data kementerian kesehatan setempat.
Iklan
Asia
Filipina dapat memperoleh vaksin COVID-19 dari Moderna Inc. dan Arcturus Therapeutics Holdings Inc. antara empat hingga 25 juta dosis, demikian menurut duta besar Filipina untuk Washington pada hari Jumat. Negara ini juga berencana membeli dosis dari Sinovac Biotech dan AstraZeneca, tetapi terlambat membeli vaksin BioNTech dan Pfizer.
Dari Jepang, produsen obat BioNTech dan Pfizer mengatakan telah mengajukan permohonan persetujuan vaksinnya di negara itu. Pemerintah Jepang telah memiliki kesepakatan pasokan untuk 120 juta dosis vaksin dengan Pfizer. Namun, Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Katsunobu Kato, mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa efektivitas dan keamanan vaksin akan jadi prioritas.
Eropa
Dari Jerman, Robert Koch Institut, badan yang bertugas memantau dan mencegah penyakit menular, pada hari Jumat melaporkan 33.777 kasus baru infeksi virus corona yang dikonfirmasi dan 813 kematian. Jumlah kasus baru yang dikonfirmasi hari Jumat ini termasuk sekitar 3.500 kasus untuk negara bagian Jerman pada hari Kamis yang gagal melaporkan kasus mereka.
Eropa Perketat Pembatasan Hadapi Gelombang Kedua COVID-19
Eropa menghadapi situasi serius dengan mencatat rekor tertinggi kasus corona baru sejak wabah menyebar pada awal tahun. Eropa kembali perketat aturan pembatasan, namun berupaya hindari lockdown untuk melindungi ekonomi.
Foto: Getty Images/AFP/M. Medina
Jerman memperketat pembatasan di sejumlah kota
München menjadi kota besar terbaru yang melampaui ambang batas angka kasus virus corona di Jerman. Sementara di Berlin, untuk pertama kalinya dalam 70 tahun terakhir, aturan jam malam kembali diberlakukan. Semua kegiatan bisnis di Berlin harus tutup pukul 11 malam, setidaknya hingga akhir Oktober 2020. Jumlah orang yang diperbolehkan bertemu di luar pada malam hari dibatasi hingga lima orang.
Foto: Fabrizio Bensch/Reuters
Republik Ceko memperketat lockdown
Republik Ceko yang sebelumnya dipuji karena tanggap merespons pandemi, kini tertatih-tatih di ambang lockdown kedua. Pemerintah menetapkan keadaan darurat sejak 5 Oktober. Warga diwajibkan memakai masker dan gereja hanya dibatasi untuk 10 orang. Pusat perbelanjaan telah diinstruksikan untuk mematikan Wi-Fi untuk mencegah kaum muda berkumpul.
Foto: Gabriel Kuchta/Getty Images
Spanyol menetapkan keadaan darurat
Pemerintah Spanyol telah menetapkan keadaan darurat selama 15 hari di Madrid. Namun, langkah yang memungkinkan pemerintah pusat untuk memberlakukan tindakan karantina di seluruh negeri itu memicu protes. Pemerintah pusat memberlakukan tindakan itu karena pemerintah daerah Madrid menolak seruan untuk memberlakukan langkah yang lebih ketat guna mengendalikan penyebaran virus.
Foto: SOPA Images/ZUMA Wire/picture-alliance
Polisi di Prancis patroli menegakkan aturan pembatasan
Bar di Paris ditutup setelah kasus COVID-19 meningkat tajam. Dua kota lainnya, Toulouse dan Montpellier, meningkatkan kewaspadaan ke level paling tinggi. Pada Sabtu 10 Oktober 2020, Prancis mencatat hampir 27.000 kasus COVID-19, yang menjadi angka kasus harian tertinggi. Di Paris dan sekitarnya, polisi melakukan patroli untuk memastikan bar ditutup dan pengunjung restoran mematuhi jarak sosial.
Foto: Kiran Ridley/Getty Images
Polandia terapkan aturan baru, namun tetap membuka sekolah
Polandia menerapkan aturan baru setelah mencatat rekor infeksi selama lima hari berturut-turut. Namun, sekolah di Polandia tetap dibuka. Warga berusia antara 60 hingga 65 tahun memiliki jam belanja khusus dari jam 10 pagi hingga siang hari. Setiap orang diwajibkan memakai masker di ruang publik. Negara berpenduduk 38 juta jiwa itu sejauh ini mencatat 121.638 kasus dan 2.972 kematian.
Foto: Reuters/K. Pempel
Slovakia larang kerumunan lebih dari enam orang
Di Slovakia, aturan baru hanya memperbolehkan maksimal enam orang untuk berkumpul, namun anggota keluarga mendapat pengecualian. Warga diwajibkan memakai masker dan semua acara publik dilarang, termasuk layanan keagamaan di gereja. Pusat kebugaran ditutup, sementara restoran tidak boleh melayani makan di tempat. Foto di atas menunjukkan penggemar hoki di Bratislava yang memprotes aturan baru.
Foto: Pavel Neubauer/dpa/picture-alliance
Inggris gunakan sistem peringatan tiga tingkat
Pemerintah Inggris memperkenalkan sistem peringatan tiga tingkat untuk memberi informasi terkait angka kasus COVID-19. Sistem baru ini mengklasifikasikan area yang memiliki risiko "sedang", "tinggi", atau "sangat tinggi". Liverpool diperkirakan berada di tingkat tertinggi dan akan memperketat aturan pembatasan, seperti menutup pusat kebugaran, pub, dan kasino. (pkp/rap)
Foto: Justin Tallis/AFP/Getty Images
7 foto1 | 7
Menteri Kesehatan Jerman, Jens Spahn, akan menandatangani perintah untuk menentukan kelompok yang akan menjadi yang penerima vaksin virus corona pertama di Jerman. Pada hari Kamis, komisi vaksinasi menerbitkan rekomendasi resmi untuk program vaksinasi. Karena dosis terbatas, mereka yang berusia di atas 80 tahun dan penghuni panti lansia akan divaksinasi terlebih dahulu karena dianggap paling berisiko terinfeksi virus corona.
Sementara sebuah studi dari Prancis menunjukkan bahwa menghabiskan waktu di restoran atau bar dapat meningkatkan risiko tertular virus corona, para peneliti dari Institut Pasteur di Paris mengumumkan Kamis. Bersosialisasi dengan tamu untuk makan malam juga meningkatkan kemungkinan infeksi.
Studi tersebut menegaskan asumsi yang beredar sebelumnya bahwa makan bersama memiliki risiko lebih tinggi dibanding aktivitas lain seperti menggunakan transportasi umum atau berbelanja. Para peneliti mencapai kesimpulan ini setelah melakukan survei kepada sekitar 3.400 orang yang tertular virus dan hampir 1.700 orang yang tetap bebas virus.
Afrika
Gelombang kedua infeksi virus corona juga telah melanda Afrika di wilayah barat dan tengah. Negara-negara seperti Nigeria, Niger, Mauritania, Burkina Faso, Mali, Togo, dan Republik Demokratik Kongo semuanya berada pada atau mendekati rekor infeksi, menurut data yang dikumpulkan oleh kantor berita Reuters.
Infeksi di Senegal juga meningkat pesat. Rwanda mencatat hampir sebanyak kasus baru pada bulan Desember. Para ahli memperingatkan gelombang itu bisa lebih buruk daripada gelombang pertama karena cuaca mulai mendingin.