1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KriminalitasSwiss

Credit Suisse Terungkap Himpun Duit Haram Nasabah Bermasalah

21 Februari 2022

Kebocoran dokumen di bank Swiss, Credit Suisse, ungkap daftar rekening bernilai USD 100 miliar milik kartel narkoba, koruptor atau diktatur. Perusahaan menepis tuduhan dengan dalih sebagian besar rekening sudah tutup.

Logo Credit Suisse
Logo Credit SuisseFoto: Urs Flueeler/KEYSTONE/picture alliance

Selama beberada dekade, Credit Suisse memetik keuntungan dari duit haram milik diktatur, bandar narkoba, tersangka penjahat kemanusiaan atau pelaku perdagangan manusia. Tuduhan itu muncul dari hasil investigasi gabungan 160 wartawan di 48 media di berbagai negara terhadap dokumen Swissleaks yang dibocorkan kepada harian Jerman, Süddeutsche Zeitung (SZ) setahun lalu dan baru dirilis Minggu (20/2).

Dokumen tersebut menyimpan data 18.000 rekening milik 37.000 nasabah perorangan atau perusahaan di Credit Suisse antara 1940an hingga 2010an. Investigasi digalang oleh Proyek Pelaporan Tindak Kriminal Terorganisir dan Korupsi (OCCRP), sebuah jejaring global yang membantu wartawan investigasi.

Kebocoran dokumen perbankan di Swiss ini bernilai signifikan, lantaran UU Kerahasiaan Bank Swiss yang mengancam pidana bagi wartawan yang mengungkap praktik gelap dunia keuangan.

Credit Suisse menolak "tuduhan dan insinuasi" dalam laporan OCCRP, dengan dalih 90% rekening yang dibahas sudah tidak lagi aktif atau sedang dalam proses penutupan. Adapun 60% rekening sudah ditutup sejak sebelum 2015, klaim perusahaan.

"Urusan yang dibahas kebanyakan sudah kadaluarsa," jawab Credit Suisse dalam keterangan persnya, sembari menuduh media mendasarkan investigasi pada "informasi yang parsial, tidak akurat atau selektif dan di luar konteks, dengan hasil interpretasi tendensius terhadap perilaku usaha bank."

Secara keseluruhan, belasan ribu rekening yang bocor menyimpan total uang sebesar USD 100 miliar atau sekitar Rp 1400 triliun. Tercatat hanya satu persen pemilik rekening berasal dari Eropa Barat. Sisanya berasal dari negara-negara berkembang di Afrika, Timur Tengah, Asia dan Amerika Selatan.

Tutup mata demi uang haram

Dalam investigasinya, OCCRP mewawancarai belasan bekas pegawai Credit Suisse untuk menjawab kenapa bank menerima banyak nasabah bermasalah. Mereka menggambarkan iklim usaha yang secara eksplisit diarahkan untuk menggoda nasabah "super kaya" dengan kerahasiaan yang tinggi dan pemeriksaan yang lemah.

"Jika sudah menyangkut rekening bernilai bersih yang sangat tinggi, para bos akan mendorong semua orang untuk menutup mata, dan manajer diintimidasi dengan ancaman bonus atau pemecatan," kata seorang bekas pegawai kepada OCCRP.

Hasilnya adalah pertalian bisnis dengan seorang pelaku perdagangan manusia asal Filipina, pengusaha Hong Kong yang dipidana suap, atau penguasa Mesir yang memerintahkan pembunuhan terhadap pacarnya yang seorang bintang pop di Lebanon.

Klien lain mencakup bekas kepala negara dan pemerintahan, pejabat di tingkat menteri, agen dinas rahasia atau pengusaha dengan reputasi gelap, lapor organisasi tersebut.

Salah satu kasus paling spektakuler yang membebani Credit Suisse menyangkut dugaan korupsi dana investasi Malaysia, 1MDB, oleh kroni bekas Perdana Menteri Najib Razak. Pada 2017 silam, Singapura menjatuhkan denda kepada Credit Suisse, karena membiarkan tindakan pencucian uang hasil korupsi. Oleh pemerintah Swiss, dana yang sempat diparkir bernilai lebih dari USD 4 miliar.  

Dalam kasus 1MDB, lapor OCCRP, pihak perusahaan menolak adanya "kelemahan" dalam pengawasan internal anti tindak pencucian uang, namun "menyesalkan" telah gagal memenuhi standar tinggi perusahaan untuk mencegah terjadinya kasus tersebut.

rzn/hp (afp,rtr,occrp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait