Cuaca Kering Picu Kebakaran Hutan di Pesisir Laut Tengah
17 Agustus 2021
Kebakaran hutan kembali melanda Eropa, Afrika Utara dan Timur Tengah. Israel meminta bantuan Yunani, ketika Prancis mengevakuasi warga dari pesisir selatan. Potensi api juga kembali mencuat di barat Amerika Serikat.
Iklan
Sudah sejak tiga hari petugas pemadam Israel berjibaku meredam sebaran api yang berkobar di sebuah kawasan hutan di barat Yerusalem, dan mengancam penduduk lokal. Sebanyak 110 petugas diterjunkan bersama delapan pesawat pengebom air.
Api dikabarkan menjalar di area seluas 20 kilometer persegi, dan tercatat sebagai yang paling parah dalam sejarah Israel.
Senin (16/08), pemerintah meminta bantuan Yunani untuk melawan api. Menteri Luar Negeri Yair Lapid juga mengaku telah mengirimkan permintaan serupa kepada Siprus, Italia dan Prancis.
Suhu yang kering dan panas, ditambah dengan musim dingin yang singkat, diyakini menempatkan kawasan hutan di Israel di bawah ancaman kebakaran. Api yang menjalar sejak Minggu (15/08) sejauh ini menyelimuti kota Yerusalem dengan asap tebal.
Di Yunani sendiri, pemerintah membutuhkan bantuan dari Polandia untuk memadamkan api yang kembali menyala di sekitar Athena sejak Senin (16/08). Sebanyak 143 petugas pemadam kebakaran dikirimkan Polandia untuk memperkuat sekitar 180 petugas Yunani yang diterjunkan di sekitar ibu kota dan kawasan Keratea.
Menurut otoritas pemadaman, kebakaran di dua tempat merupakan yang terparah dari belasan titik api yang muncul di Yunani pada Senin.
Iklan
Cuaca kering picu kebakaran hutan
Gelombang panas dan kebakaran hutan yang melanda kawasan pesisir Laut Tengah selama Agustus ini telah menewaskan setidaknya 75 orang di Aljazair, dan 16 di Turki. Adapun Italia mengabarkan tujuh korban jiwa.
Adapun di Prancis, ribuan warga dan wisatawan harus dievakuasi dari kawasan Var di selatan, ketika api menjalar cepat. "Ribuan sudah diselamatkan sebagai langkah antisipasi. Tidak ada korban. Sekitar 750 petugas sedang memadamkan api yang saat ini masih sangat besar,” kata seorang juru bicara otoritas pemadaman lokal, seperti dilansir AFP.
Menurut Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA), bulan Juli 2021 merupakan "bulan paling panas dalam sejarah pencatatan cuaca,” kata Rick Spinard, Direktur NOAA. "Rekor baru ini menyerupai pola kerusakan yang dipicu perubahan iklim di seluruh dunia,” imbuhnya.
Akibat cuaca kering, kawasan barat Amerika Serikat ikut dilanda kelangkaan air, terutama di basin Sungai Colorado. Saat ini waduk yang menampung air sungai hanya terisi sepertiga dari kapasitas normal.
Akibatnya pemerintah terpaksa menjatah pasokan air untuk kawasan sekitar. Menurut Badan Survey Geologi AS, USGS, arus Sungai Colorado menyusut rata-rata 20 persen selama satu abad terakhir.
Cuaca Ekstrem Mematikan Kejutkan Dunia
Dari Jerman, Kanada hingga Cina, gambar-gambar dramatis dari dampak buruk cuaca ekstrem telah mendominasi kepala berita baru-baru ini. Apakah krisis iklim yang menjadi penyebabnya?
Foto: AFP/Getty Images
Banjir bandang dahsyat di Eropa
Banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya ini disebabkan oleh hujan lebat selama dua hari berturut-turut. Aliran air yang sempit meluap menjadi amukan banjir hanya dalam hitungan jam dan menghantam perumahan warga. Sedikitnya 209 orang tewas di Jerman dan Belgia. Upaya pemulihan rumah, bisnis, dan infrastruktur yang rusak diperkirakan menelan biaya miliaran euro.
Foto: Thomas Lohnes/Getty Images
Musim hujan ekstrem
Banjir juga melanda sebagian wilayah di India dan Cina bagian tengah. Hujan turun sangat lebat, bahkan lebih deras dari yang biasanya turun di musim hujan. Para ilmuwan memperkirakan bahwa perubahan iklim akan menyebabkan curah hujan yang lebih sering dan intens, karena udara yang lebih hangat menahan lebih banyak air, sehingga menciptakan lebih banyak hujan.
Foto: AFP/Getty Images
Banjir menggenangi Cina bagian tengah
Curah hujan yang memecahkan rekor selama berhari-hari menyebabkan banjir dahsyat di seluruh provinsi Henan, Cina, pada akhir Juli. Puluhan orang tewas, ratusan ribu lainnya mengungsi, dan banyak warga masih dilaporkan hilang. Di Zhengzhou, ibu kota provinsi Henan, warga terjebak di rel kereta bawah tanah ketika banjir datang. Daerah pedesaan dilaporkan terkena dampak lebih parah.
Foto: Courtesy of Weibo user merakiZz/AFP
Rekor suhu panas di AS dan Kanada
Suhu yang semakin panas juga menjadi lebih umum terjadi. Seperti di negara bagian Washington dan Oregon di AS dan provinsi British Columbia di Kanada pada akhir Juni lalu. Ratusan kematian terkait suhu panas dilaporkan terjadi di sana. Desa Lytton di Kanada bahkan mencatat suhu tertinggi hingga 49,6 Celcius.
Foto: Ted S. Warren/AP/picture alliance
Kebakaran hutan memicu badai petir
Gelombang panas mungkin sudah berakhir tetapi kondisi kering telah memicu salah satu musim kebakaran hutan paling intens di Oregon, AS. Kebakaran yang dijuluki Oregon’s Bootleg Fire itu menghanguskan area seluas Los Angeles hanya dalam waktu dua minggu. Saking besarnya, asap dari kebakaran dilaporkan sampai ke New York.
Foto: National Wildfire Coordinating Group/Inciweb/ZUMA Wire/picture alliance
Amazon mendekati ‘titik kritis’?
Brasil bagian tengah dilaporkan mengalami kekeringan terburuk dalam 100 tahun, sehingga meningkatkan risiko kebakaran dan deforestasi lebih lanjut di hutan hujan Amazon. Menurut para ilmuwan, sebagian besar wilayah tenggara Amazon telah berubah fungsi dari yang awalnya menyerap emisi, kini berubah menjadi memancarkan emisi CO2, menempatkan Amazon lebih dekat ke ‘titik kritis’.
Foto: Andre Penner/AP Photo/picture alliance
‘Di ambang bencana kelaparan’
Setelah bertahun-tahun alami kekeringan, lebih dari 1,14 juta orang di Madagaskar mengalami kerawanan pangan. Beberapa dari mereka terpaksa memakan kaktus mentah, daun liar, dan belalang, dalam kondisi yang mirip seperti ‘wabah kelaparan’. Nihilnya bencana atau konflik membuat situasi di sana disebut sebagai kelaparan pertama dalam sejarah modern yang semata-mata disebabkan oleh perubahan iklim.
Foto: Laetitia Bezain/AP photo/picture alliance
Melarikan diri dari bencana
Tahun 2020, jumlah orang yang melarikan diri dari konflik dan bencana alam mencapai level tertinggi dalam 10 tahun. Jumlah orang yang berpindah di dalam negera mereka sendiri mencapai rekor 55 juta, sementara 26 juta lainnya melarikan diri hingga melintasi perbatasan. Sebuah laporan dari pemantau pengungsi pada bulan Mei menemukan tiga perempat dari pengungsi internal adalah korban cuaca ekstrem.
Foto: Fabeha Monir/DW
London terendam banjir
Tidak hanya negara-negara di Eropa utara, Inggris juga dilanda banjir bandang. Beberapa bagian London dibanjiri oleh air yang naik dengan cepat karena hujan lebat dalam satu hari. Stasiun kereta bawah tanah dan jalan-jalan juga terendam banjir. Menurut Wali Kota London Sadiq Khan, banjir bandang menunjukkan bahwa “bahaya perubahan iklim kini bergerak lebih dekat ke rumah.”
Foto: Justin Tallis/AFP/Getty Images
Yunani ‘meleleh’ akibat gelombang panas
Sementara negara-negara di Eropa utara mengalami banjir, negara di bagian selatan seperti Yunani justru dicengkeram oleh gelombang panas di awal musim panas. Di minggu pertama bulan Juli, suhu melonjak hingga 43 derajat Celcius. Tempat-tempat wisata seperti Acropolis terpaksa ditutup pada siang hari, sementara panas ekstrem memicu kebakaran hutan di luar kota Thessaloniki.
Foto: Sakis Mitrolidis/AFP/Getty Images
Sardinia dilanda kebakaran hutan yang belum pernah terjadi sebelumnya
“Ini adalah kenyataan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Sardinia,” kata Gubernur Sardinia Christian Salinas tentang kebakaran hutan di sana. “Sejauh ini, 20.000 hektar hutan yang mewakili sejarah lingkungan selama berabad-abad di pulau kami telah hangus menjadi abu," tambahnya. Sedikitnya 1.200 orang dievakuasi akibat kebakaran tersebut. (gtp/hp)
Foto: Vigili del Fuoco/REUTERS
11 foto1 | 11
Fenomena kekeringan di barat AS dan pesisir Laut Tengah berdiri selaras dengan laporan Panel Iklim PBB (IPCC) perihal ancaman kelangkaan air yang yang bakal melanda di dunia. Dalam laporan yang diterima AFP, cuaca kering dan gelombang panas disebut sebagai faktor utama
"Secara global, sebanyak 800 juta manusia diperkirakan akan mengalami kelangkaan air kronis yang dipicu kekeringan akibat kenaikan rata-rata suhu Bumi sebanyak dua derajat Celcius,” tulis IPCC.