1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Cukupkah 10 Miliar Euro Sokong Lockdown Kedua di Jerman?

4 November 2020

Dana yang digelontorkan untuk menyokong lockdown parsial kedua di Jerman jauh lebih kecil dari paket Maret lalu. Cukupkah dana ini membantu publik dan bisnis yang terdampak tindakan penguncian?

Jerman | Pandemi Corona
Foto: Peter Kneffel/dpa/picture-alliance

Jerman telah memasuki masa lockdown parsial kedua sejak 2 November guna membendung kasus infeksi virus corona yang merajalela di seluruh negeri. Penguncian yang dijuluki lockdown-lite itu adalah bentuk penguncian lebih ringan dari lockdown yang diberlakukan pada bulan Maret dan April lalu.

Meski begitu, dampaknya terhadap bisnis dan ekonomi masih dirasakan oleh banyak kalangan, terutama di sektor hiburan dan rekreasi, juga para pekerja mandiri. Banyak perusahaan yang terancam bangkrut akibat gelombang pertama pandemi corona yang terjadi.

Saat mengumumkan pemberlakuan lockdown parsial pada Rabu pekan lalu, Kanselir Jerman Angela Merkel menjanjikan tambahan dana sebesar €10 miliar (Rp 170 triliun) untuk membantu bisnis yang terkena dampak lockdown. Perusahaan dengan jumlah karyawan mencapai 50 orang, dan wiraswasta, dapat memperoleh hingga 75% dari omset mereka di bulan November pada tahun sebelumnya dari pemerintah.

Dalam video podcast mingguannya selama akhir pekan, Merkel berjanji bahwa bantuan akan didistribusikan “dengan cepat dan dengan cara yang tidak berbelit-belit.”

Dana bantuan ini jauh lebih kecil dibandingkan paket bantuan senilai €750 miliar (RP 12.770 triliun) yang digelontorkan oleh pemerintah Jerman pada bulan Maret. Namun, perlu dicatat bahwa dana bantuan ini pada awalnya digelontorkan untuk menangani keadaan darurat kesehatan dan untuk menyokong hutang.

Pembatasan berkepanjangan dimungkinkan terjadi

Meski begitu, Tobias Hentze, ekonom senior di Institut Ekonomi Jerman yang berbasis di Cologne mengatakan kepada DW bahwa komitmen bantuan baru itu hampir pasti perlu diperluas.

“Kemungkinan lockdown kedua ini akan menimbulkan efek negatif juga ke sektor lain, seperti sektor ritel, karena masyarakat mungkin tinggal di rumah meski mereka diizinkan pergi ke pusat perbelanjaan,” ujarnya.

Lockdown parsial Jerman kali ini diberlakukan hingga akhir November mendatang. Dengan begitu, para politisi berharap warga Jerman dapat merayakan natal secara langsung, bukan melalui Zoom. Namun, perintah baru untuk tinggal di rumah ini menjadi masalah baru bagi banyak pengecer. Banyak dari mereka yang mengandalkan keuntungan dari musim perayaan natal untuk bertahan selama sisa tahun ini.

Asosiasi ritel Jerman HDE berpendapat bahwa langkah-langkah pembatasan baru yang diberlakukan pemerintah sama saja dengan penutupan “de facto”. Pusat-pusat kota kemungkinan besar akan mengalami penurunan jumlah pengunjung karena lebih banyak orang yang bekerja dari rumah. Selain itu, bar dan restoran, kecuali pesanan untuk dibawa pulang, serta pusat kebugaran dan bioskop juga ditutup.

Direktur pelaksana HDE Stefan Genth lantas mendesak pemerintah untuk meyakinkan warga bahwa pusat kota tidak bertanggung jawab atas penularan virus dalam skala besar. Ia memperingatkan bahwa “para pengecer hanya akan dapat beroperasi dan mendapat untung jika mendapat jumlah pengunjung yang sesuai.”

“Jika toko [ritel] adalah satu-satunya yang buka – sementara semua toko lain di sekitar mereka harus tutup dan orang-orang tinggal di rumah – maka pedagang berada dalam situasi yang sangat sulit,” tambahnya.

Banyak toko dapat tetap buka selama lockdown parsial kedua di Jerman tetapi ritel prediksi penurunan besar dalam jumlah pelanggan.Foto: Ying Tang/NurPhoto/picture-alliance

Yang mengkhawatirkan, Barometer Konsumsi HDE, sebuah tes sentimen konsumen Jerman, dilaporkan anjlok setelah mengalami rebound selama beberapa bulan. Sentimen ini berpotensi melemah lebih lanjut jika Merkel mengumumkan langkah-langkah pembatasan yang lebih ketat pada 16 November mendatang. Di tanggal ini, Merkel dan pemimpin negara bagian akan meninjau kembali dampak pembatasan yang saat ini berlaku.

"Desember bulan paling menguntungkan"

Para pengecer juga memperingatkan situasi yang lebih buruk lagi jika lockdown kedua diperpanjang hingga Desember mendatang. Menurut HDE, bulan Desember jadi bulan paling menguntungkan bagi para pengecer, sementara cadangan keuangan yang mereka miliki telah habis selama lockdown gelombang pertama.

Untungnya, pemerintah Jerman berada dalam posisi yang jauh lebih baik untuk membantu. Pemerintah telah memasukkan rencana darurat yang ‘murah hati’ dalam paket bantuan awalnya. Lebih dari €50 miliar (Rp 851 triliun) disimpan sebagai cadangan untuk penutupan yang lebih lama dan sebagian besar paket pinjaman dan subsidi belum digunakan sepenuhnya.

“Masih ada sumber keuangan yang tersedia, anggaran untuk tahun 2020 belum dibelanjakan sepenuhnya,” kata Hentz kepada DW.

Perusahaan-perusahaan masih dapat memanfaatkan beberapa bantuan darurat, termasuk pinjaman cepat hingga € 300.000 (Rp 5 miliar) yang dikeluarkan oleh bank negara KfW. Selain itu, program kerja jangka pendek Kurzarbeit, di mana pemerintah membayar sebagian besar gaji untuk mencegah PHK karyawan juga telah diperpanjang hingga akhir 2021.

Tak hanya itu, pinjaman bank yang telah ditawarkan sejak Juli untuk mengimbangi kerugian biaya operasional perusahaan juga telah diperpanjang.

Kementerian Keuangan Jerman mengatakan di situs webnya bahwa mereka berharap beberapa sektor dapat terus beroperasi dengan “pembatasan yang cukup besar” dalam beberapa bulan mendatang.

Mereka juga tengah menggodok program tambahan untuk membantu mereka yang bekerja di industri budaya dan manajemen acara.

Berapa lama pemerintah Jerman bisa berikan bantuan?

Meski begitu, kekhawatiran meningkat tentang berapa lama pemerintah Jerman dapat terus menopang bisnis dan pekerja secara komprehensif.

Jika lockdown kedua diperpanjang dan pembatasan diperluas, dapatkah para pengecer, restoran, pusat kebugaran, dan bioskop disokong secara realistis selama beberapa bulan hingga 2021?

“Masalah besarnya adalah bagaimana caranya pemerintah mendapatkan pemasukan dalam hal hutang publik serta bagaimana kenaikan/ pemotongan pajak di bulan-bulan mendatang,” kata Hentze.

Pemerintah Jerman berada di bawah tekanan besar sebelum pandemi untuk memotong pajak setelah bertahun-tahun mengalami surplus anggaran dan ekonomi yang berkembang pesat. Namun, krisis kesehatan yang terjadi kemudian memaksa mereka menanggung €217 miliar (Rp 3.697 triliun) hutang publik dan diperkirakan akan dilonggarkan lebih lanjut sebesar €96 miliar (Rp 1.635 triliun) pada tahun 2021. Seruan bagi para menteri untuk mengungkap bagaimana tindakan darurat ini akan dibayar juga semakin deras bermunculan.

Hentze mencatat bahwa Sosial Demokrat kiri-tengah, setengah dari koalisi besar Jerman, “tampaknya mendukung pajak yang lebih tinggi untuk orang dan perusahaan kaya.” Sebaliknya, aliansi kanan-tengah Merkel, CDU/ CSU, justru “melihat peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan insentif pajak.”

gtp/yf

Nik Martin Penulis berita aktual dan berita bisnis, kerap menjadi reporter radio saat bepergian keliling Eropa.
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait