1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cybermobbing

12 April 2011

Berakhir sudah masanya jagoan sekolah mencari mangsa di lorong-lorong sekolah, memalak uang jajan murid lainnya. Menteri Keluarga Jerman kini mentarget cybermobbing. Aksi serupa namun di ranah internet.

Foto: klicksafe/Uwe Völkner

Penghinaan dan perbuatan kasar. Sering terjadi di lingkungan sekolah. Guru-guru sekolah di Berlin selalu waspada, seperti halnya banyak sekolah lain di Jerman. Namun jaman sekarang, jagoan sekolah tidak perlu berbadan besar. Yang penting bisa mengetik cepat.

Pemerintah Jerman tengah berusaha memerangi tren terbaru di sekolah-sekolah, yakni cybermobbing. Di sebuah lingkungan yang mengedepankan perlindungan anak dan remaja, perkembangan semacam ini tidak bisa dibiarkan. Begitulah pernyataan Menteri Keluarga Jerman, Kristina Schröder.

Sikap keras Berlin datang setelah sebuah insiden menyedot perhatian warga Jerman. Seorang remaja berusia 17 tahun di Berlin babak belur setelah konflik online merembet menjadi kekerasan di dunia nyata. Sang korban ternyata mencoba membalas dendam penghinaan terhadap pacarnya. Ia mengkonfrontasi pacar-pacar sekelompok perempuan pelaku penghinaan di situs 'iShareGossip.'

Seorang kepala sekolah di Berlin, Bernd Schönberger, mengerti betul bahaya cybermobbing. Ungkapnya, "Dulu penghinaan terhadap murid lain di toilet sekolah, bisa di cat ulang. Sekarang tidak bisa mengecat ulang secara virtual. Cara melakukannya juga tersembunyi sehingga lebih membahayakan. Dua puluh empat jam sehari, siang dan malam bisa datang tulisan kalau seseorang membenci saya."

Yang dimaksud kepala sekolah Schönberger dengan tersembunyi adalah kemungkinan yang ditawarkan situs-situs seperti iShareGossip, yakni anonimitas. Meski begitu, tetap saja setiap penghinaan yang terjadi di situs benar-benar menyakitkan. Itu menurut Jonathon, remaja di sekolah menengah atas di Berlin.

Begitu banyak posting di situs, kita tidak tahu siapa yang menulisnya. Begitu duduk di kelas, kita mulai berpikir, 'Mungkin lelaki yang duduk sebelah saya yang menulis, atau mungkin seseorang yang setiap hari saya temui dan bertegur sapa.' Lanjut Jonathon.

Tidak berhenti sampai tulisan, terkadang postingan juga berisi gambar yang mengekspos murid lain. Psikolog cyber, Catarina Katzer bercerita, "Kami berhasil menunjukkan secara jelas terjadi cybermobbing ketika video atau foto memperlihatkan seseorang dalam posisi memalukan atau situasi yang tidak nyaman. Ada semacam lomba diantara remaja dalam hal ini. Siapa yang memiliki video yang terparah, paling brutal, atau adegan telanjang pacarnya, yang bisa ditaruh di internet. Motifnya agar mendapat penghargaan dan pengakuan."

Banyak sekolah yang mulai peduli dengan masalah ini. Seperti sekolah asuhan kepala sekolah Schönberger yang mulai memberi pelatihan mengenai penghinaan di internet. Namun banyak juga sekolah yang merasa kejahatan antar murid bermodus baru ini bukan tanggung jawab mereka.

Lalu bagaimana dengan nasib murid-murid korban cybermobbing di sekolah semacam ini? Untung ada orang-orang seperti Kristine Kretschmer, seorang aktivis anti-cybermobbing. Ia melihat celah di situs seperti iShareGossip yang terorganisir sesuai nama sekolah, sehingga bisa langsung dikopi isinya lalu dikirim ke sekolah untuk segera ditangani, atau kalau sudah tahu siapa pelakunya, bisa saja langsung dilaporkan ke polisi.

Upaya lain yang cukup berhasil ternyata datang dari kalangan murid. Mereka mengatasinya dengan aksi boikot berbalut humor. Memenuhi halaman iShareGossip dengan informasi-informasi selain gosip. Apa maksudnya?

Ben adalah salah satu murid yang terlibat dalam upaya ini. Ia jelaskan, "Kami ingin postingan-postingan jelek di iShareGossip untuk hilang. Jadi kami membombardir halaman itu dengan postingan lain seperti artikel Wikipedia mengenai tomat dan lain-lain. Sehingga postingan yang sudah ada itu hilang."

Dan ternyata ide ini berhasil. Selama berminggu-minggu, situs tersebut bebas dari gosip. Maksimum 50 postingan persekolah memungkinkan mereka menggeser postingan berisi cybermobbing.

Belum puas sampai disini, ada murid-murid yang menginginkan aksi yang lebih radikal. Seperti berbicara ke publik melalui televisi. Tobias menjelaskan, "Halaman iShareGossip lebih baik ditiadakan. Benar-benar mengerikan. Tidak ada kontrol di internet mengenai apa yang ditulis, dimana tulisan itu muncul, siapa yang membaca. Harus ada yang dilakukan tentang ini. Lalu ada upaya boikot, langkah pertama yang bisa kami lakukan sebagai murid. Tapi juga harus ada larangan keras dalam jangka panjang."

Seruan Tobias seakan terdengar oleh pihak berwajib. iShareGossip kini tengah diawasi pengawas media remaja milik pemerintah. Menteri Keluarga Jerman Kristina Schröder mengatakan, pengawasan semacam ini tidak perlu diperdebatkan sebagai wujud sensor atau pelanggaran ranah pribadi. Menurutnya, anak-anak muda secara sadis menghina satu sama lain, menjatuhkan reputasi teman sekolah, semuanya berlindung di balik anonimitas.

Annabelle Lutz/Sarah Harman/Carissa Paramita
Editor: Edith Koesoemawiria