"Berharap Yang Terbaik, Bersiap Hadapi Yang Terburuk"
Matthias von Hein6 Juli 2015
Dalam rangka ulang tahun Dalai Lama, DW menurunkan kembali wawancara eksklusif kami dengan pemimpin spiritual Tibet ini.
Iklan
Agustus 2014, Dalai Lama berkunjung ke kota Hamburg di Jerman. Kepada DW ia berbicara tentang optimismenya akan Tibet, situasi di Irak dan Suriah, serta bertambahnya populasi umat Buddha di Cina.
Berikut kami paparkan cuplikan dari hasil wawancara eksklusif reporter DW Matthias von Hein dengan Dalai Lama. Wawancara lengkapnya bisa Anda simak pada video di bawah.
"Saya sudah pensiun sepenuhnya dari tanggung jawab politik sejak 2011. Pertanyaan Anda cenderung politis. Tapi karena Anda menanyakannya: Ya, kekuatan ekonomi dan militer Republik Rakyat Cina terus bertambah. Tapi di waktu bersamaan, kita bisa melihat sejumlah warga Cina yang sangat mendukung hak dasar kami (warga Tibet-Red), karena kami tidak menuntut kemerdekaan."
"Populasi umat Buddha cukup besar di Cina. Sekitar tiga atau empat tahun lalu, universitas di Cina mensurvey ada berapa banyak umat Buddha di Cina. Angkanya mencapai lebih dari 300 juta. Banyak umat Buddha yang berasa dari kaum berpendidikan. Kini semakin banyak warga Cina yang tertarik terhadap Buddha Tibet. termasuk sejumlah anggota Partai Komunis Cina."
"Perjuangan kami adalah perjuangan antara kekuatan senjata dan kekuatan kebenaran. Dalam jangka pendek, kekuatan senjata lebih menentukan. Tapi saya percaya, bahwa dalam jangka panjang, kekuatan kebenaran akan lebih hebat lagi."
"Saya mempelajari psikologi Buddha. Saya juga percaya akan hubungan sebab akibat. Lalu ada kejadian-kejadian yang menyedihkan. Pembunuhan manusia, tanpa ampun. Anak-anak dan perempuan turut dibunuh. Menurut saya ini adalah hasil akibat tertentu. Krisis Irak: Jika kebijakan Amerika untuk menjatuhkan Saddam Hussein tidak dilakukan aksi kekerasan, saya rasa situasinya kini mungkin akan lebih baik. Saya yakin, krisis di awal abad 21 ini adalah hasil kesalahan di abad sebelumnya.
"Saat Hu Yaobang (pemimpin Partai Komunis Cina dan Republik Rakyat Cina 1980-1987 - Red) berkunjung ke Lhasa awal tahun 80an, pidato-pidato dan komentarnya sangat realistis. Saat itu semua pihak memiliki harapan besar. Saya masih percaya, jika Hu Yaobang memegang kekuasaan lebih lama, masalah Tibet sudah terselesaikan. Xi Jinping sepertinya mengikuti pendekatan yang senada. Jadi ada harapan. Namun, lebih baik memiliki harapan terbaik dan untuk sementara waktu mempersiapkan diri menghadapi yang terbaik."
Dalai Lama - Pemimpin Tibet di Pengasingan
Siapa tidak kenal Dalai Lama? Penerima Nobel Perdamaian itu memimpin Tibet dari pengasingan di India, setelah meletusnya pemberontakan terhadap Cina, 10 Maret 1959. DW mengajak Anda menengok kembali peristiwa tersebut.
Foto: Getty Images
Pejuang Gigih
Pemimpin spiritual Tibet penerima hadiah Nobel Perdamaian yang kharismatik, yang tanpa lelah berjuang dengan gigih menuntut otonomi tanah airnya, Tibet.
Foto: DW
Reinkarnasi
Dalai lama dilahirkan dari keluarga petani di sebuah desa kecil di utara Tibet pada tahun 1935 dengan nama Lhamo Thondub. Dalai Lama harus rela mengorbankan masa kecilnya, karena pada usia 5 tahun ia sudah menerima nama baru - Jamphel Ngawang Lobsang Yeshe Tenzin Gyatso – serta peran baru: Ia diangkat menjadi Dalai Lama ke 14.
Foto: AP
Tahta
Pada usia 13 tahun 6 bulan, Dalai Lama sudah memegang tahta tertinggi pimpinan spiritual Tibet. Sementara pendidikan untuk persiapan menjadi Dalai Lama, ia mulai ketika berusia 6 tahun. Materi yang harus ia kuasai: seni dan budaya Tibet, Bahasa Sansekerta, Kedokteran serta filosofi Budha.
Foto: AP
Hubungan dengan Cina
Setelah tentara Cina menginvasi Tibet tahun 1950, Dalai Lama menandatangani “Perjanjian 17 Pasal” pada tahun 1951. Dan Tibet menjadi negara yang berada di bawah perlindungan Cina. Beberapa waktu kemudian, Dalai Lama menjelaskan, perjanjian ini ia setujui untuk melindungi warga Tibet. Pada tahun 1954, Dala Lama kembali bertemu Mao Zedong di Beijing untuk membicarakan hubungan bilateral Tibet-Cina.
Foto: AP
Melarikan Diri
Situasi di Tibet semakin memburuk di tahun 1959. Perlawanan terhadap pendudukan Cina mencapai puncaknya pada tanggal 17 Maret 1959. Di tengah kerusuhan yang berkecamuk, Dalai Lama berhasil melarikan diri ke India, dengan berjalan kaki. Di sana ia, ia mengadakan konferensi pers, menginformasikan situasi di Tibet.
Foto: AP
Kampung Lama
Sejak mengasingkan diri di India, Dalai Lama tidak pernah sekalipun dapat mengunjungi tanah kelahirannya, Tibet. Kemungkinan besar, ia tidak akan pernah lagi menduduki singgasananya di Istana Potala di Lhasa.
Foto: AP
Kampung Baru
Dharamsala di utara India merupakan tempat perlindungan permanen bagi Dalai Lama. Di India jjuga terdapat pemerintahan Tibet di pengasingan, yang terutama mengurusi warga Tibet yang menyebrang ke India untuk bergabung dengan Dalai Lama.
Foto: DW / Nina Ritter
Perjuangan bagi Tibet
Selama masa pengasingannya, Dalai Lama tidak pernah berhenti untuk memperjuangkan kemerdekaan warga Tibet. Senjata utamanya adalah media massa. Dengan bantuan media, Tibet terangkat menjadi tema internasional. Dengan ini, Dalai Lama terus berusaha untuk menekan Cina secara politis.
Foto: AP
Nobel Perdamaian
Atas jasa-jasanya untuk mencari penyelesaian damai dalam konflik Tibet-Cina, Dalai Lama dianugrahi hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1989. Penghargaan bagi Dalai Lama ini merupakan satu pukulan bagi pihak Cina. Karena dengan hadiah yang diterimanya ini, Dalai Lama mendapatkan lebih banyak perhatian internasional.
Foto: picture-alliance/ dpa
Penghargaan AS
Nobel Perdamaian bukan merupakan satu-satunya penghargaan internasional yang diterima Dalai Lama. Pada tahun 2007, Dalai Lama menerima medali emas Kongres AS, yang diserahkan presiden Amerika Serikat kala itu, George Bush. Medali Kongres merupakan penghargaan tertinggi di Amerika Serikat terhadap warga sipil.
Foto: AP
Simpati Internasional
Di manapun Dalai Lama hadir – di sana pulalah berkumpul masyarakat banyak, seperti ketika ia hadir di Central Park, New York. Dukungan terhadap Dalai Lama bukan saja karena karisma dirinya tapi juga karena usahanya memperjuangkan otonomi bagi Tibet.
Foto: AP
Selalu Mengesankan
Meskipun Dalai Lama menyadari tugas spiritualnya, ia juga terkenal dengan senyum nakalnya dan dengan leluconnya. Pidatonya sering ia sela dengan tawa lebar.