1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dalai Lama Dianugrahi Penghargaan

11 Februari 2009

Deutscher-Medienpreis menganugerahkan penghargaan terhadap tokoh spiritual Tibet, Dalai Lama

Penghargaan bagi Dalai Lama
Penghargaan bagi Dalai LamaFoto: AP

Selatan Jerman tersapu badai „Quinten“. Di gedung parlemen kota Baden-Baden, sekitar 150 jurnalis menghujani Dalai Lama yang berdiri di atas karpet merah dengan lampu blitz kamera.

Deutscher-Medienpreis merupakan sebuah institusi Jerman yang sejak lebih dari satu dekade memberikan penghargaan, bagi tokoh-tokoh yang berprestasi luar biasa, lewat pemikiran maupun karya sosial. Sudah banyak tokoh penting yang memperoleh penghargaan ini: Bill Clinton, Helmut Kohl, Yitzhak Rabin dan Yassir Arafat, juga Nelson Mandela dan Kofi Annan. Dalai Lama, memperoleh penghargaan ini tepat setelah 50 tahun mengasingkan diri dari Tibet.

„Media Control“ merupakan perusahaan yang mengorganisir pemberian penghargaan ini. Pemimpinnya, Karl Heinz Kögel menjelaskan, mengapa kali ini penghargaan dianugrahkan pada pemimpin spiritual Tibet itu:“Dalai Lama dalam jajak pendapat di Jerman diakui sebagai tokoh paling bijaksana di dunia. Tokoh ini mengejewantahkan pesan, yang dapat digambarkan penuh perasaan, toleran, anti kekerasan , perdamaian dan solidaritas kemanusiaan.”

Perdana menteri negara bagian Hessen Roland Koch dalam pidatonya mengingatkan bahwa di seluruh dunia setiap orang memperjuangkan kemerdekaannya. Namun kebanyakan lewat jalan kekerasan. Koch yang mengenal Dalai Lama sejak lebih dari 20 tahun menekankan:

“Dalam sejarah kehidupan kita terdapat sebuah bangsa dan seorang pemimpin relijius rakyat Tibet dan Dalai Lama. Mereka telah memutuskan untuk menghindarkan penggunaan kekerasan dalam mempertahankan hak kemerdekaan.”

Koch menghimbau pemerintah China agar mencari solusi bagi Tibet, bersama Dalai Lama. Harapan akan tercapainya solusi konflik setelah tokoh berusia 74 tahun ini meninggal dunia merupakan hal yang menyesatkan. Pemecahan masalah dapat dicapai dalam kerangka otonomi. Ini juga yang tercantum dalam konstitusi China. Kembali Koch:

“Tiada keraguan bahwa kini tidak ada pembahasan baru tentang pembatasan yang diberikan China. Hal ini yang dikatakan Dalai Lama sejak 20 tahun. Tiada keraguan bahwa Tibet dapat mengambil keuntungan dari persyaratan sosial dari kemungkinan material yang dimiliki China. Itu pula yang diungkap Dalai Lama sejak dulu. Namun disebutkan pula bahwa : Sebuah bangsa tidak hanya membutuhkan makanan, tetapi juga kehidupan sejarahnya.”

Dalai Lama menekankan tuntutannya atas kemandirian sejarah dan budaya Tibet: "Dalam situasi saat ini terdapat ancaman penghapusan terhadap kebudayaan dan kekayaan spriritual Tibet. Mengapa? Karena para pejabat China berpandangan sempit dan ngotot menilai bahwa kepercayaan Tibet dan warisan budaya Tibet merupakan sumber bahaya untuk pemisahan diri.”

Dalai Lama dalam limapuluh tahun terakhir pengasingannya mewarnai sejarah Tibet. Setelah lima puluh tahun ini, ia terus menyampaikan harapannya:“Pada awal tahun 1980 an, Hu Yaobang, pemimpin istimewa partai komunis, secara terbuka mengakui kesalahannya. Selama pemerintahannya pada awal tahun 80 an ada harapan besar. Tapi pada pertengahan tahun 80 an terdapat gerakan demokrasi. Kemudian Hu Yaobang sendiri tergeser dan China kembali ke politik kiri.“

Politik keras inilah yang ditetapkan Hu Jintao, pemimpin partai komunis saat ini. Ia sebelumnya dulu merupakan pemimpin partai komunis di Tibet. Tahun 1989, Hu –lah yang menetapkan undang-undang darurat untuk menumpas secara brutal aksi protes di Tibet. Mungkin inilah sebabnya mengapa setelah delapan kali perundingan antara delegasi Dalai Lama dan utusan Cina tetap tidak membuahkan hasil.