1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dampak Pemilu AS, Seberapa Besar Indonesia Diuntungkan?

2 November 2020

Pengamat politik luar negeri Makarim Wibisono dan pengamat pertahanan dan militer Connie Bakrie menilai pemilihan presiden Amerika Serikat sedikit banyak memengaruhi kebijakan Indonesia dalam beberapa aspek.

Kombobild | Donald Trump und Joe Biden
Pemilihan presiden Amerika Serikat akan berlangsung pada 3 November 2020

Dinamika pemilu Amerika Serikat (AS) sedikit banyak mempengaruhi Indonesia dalam beberapa aspek, seperti ekonomi, politik, keamanan, dan pertahanan. Indonesia – AS memang punya sejarah panjang dalam hubungan diplomatik selama 70 tahun, dimulai sejak Kedubes AS hadir di Jakarta pada 1949.

Tanggal 3 November 2020 akan menjadi momen bersejarah bagi negeri Paman Sam itu. Akankah Donald Trump kembali menjabat untuk kedua kalinya? Atau justru Joe Biden, sang penantang yang akan terpilih?

Dampak pemilu AS terhadap ekonomi Indonesia

Siapa pun yang terpilih nantinya, pemerintah akan mewaspadai dampak pemilu AS terhadap ekonomi Indonesia. Seperti yang diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada awal tahun 2020, “warning untuk 2020 akan tetap dinamis seperti 2019. Terjadi terutama AS akan masuk siklus pemilu. Akan banyak sekali faktor-faktor politik yang mempengaruhi.”

AS yang berada pada urutan teratas negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di dunia sejak 1992, tidak akan berhenti memperluas kepentingannya di negara lain dengan mengadakan kerja sama dalam berbagai bidang, utamanya di bidang ekonomi.

Kepada DW Indonesia, pengamat politik luar negeri yang juga mantan Duta Besar RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Makarim Wibisono, meyakini siapa pun presiden baru yang terpilih nantinya, tidak akan mengubah hubungan yang telah terjalin antara Indonesia dengan AS.

Pengamat politik luar negeri, Makarim WibisonoFoto: Privat

"Kalau kerja sama dengan Indonesia, kita menginginkan adanya perdagangan internasional sesuai peraturan yang ada. Kalau Joe Biden terpilih, dia akan bermain di isu lingkungan, (dalam) kerangka PBB, WTO, akan manuver di dalam kerangka itu bukan sebagai single country," kata Makarim.

"Kalau Donald Trump terpilih kembali, kita akan melihat kelanjutan perang dagang antara AS dan Cina. Amerika Serikat akan tetap butuh pasar, sumber daya alam, dan tempat untuk investasi. Kalau Biden yang terpilih, ia akan mengajak kerja sama Amerika Serikat di dalam masalah yang menyangkut kepentingan bersama seperti penanganan pandemi, isu lingkungan, good governance, hak asasi manusia. Jadi hendaknya Indonesia menata langkah-langkah di bidang-bidang tersebut, tidak hanya menyangkut masalah ekonomi, pembangunan, dan lainnya.

Terkait kerja sama perdagangan, data dari Kementerian Perdagangan menunjukkan total perdagangan Indonesia-AS untuk Januari-Mei 2020 tercatat 10,75 miliar dolar AS atau Rp 158,2 triliun, dengan surplus bagi Indonesia sebesar 3,7 miliar dolar atau Rp 54 triliun. Pemerintah menargetkan peningkatan perdagangan dua kali lipat pada 2024. Namun pandemi COVID-19 dinilai Makarim sebagai faktor penghalang untuk mencapai target ini.

Dengan kata lain, pemilu AS tidak terlalu memengaruhi perekonomian nasional, namun justru diperkirakan dampaknya akan lebih terlihat pada perekonomian dunia, khususnya di sektor keuangan.

Lebih lanjut Makarim memprediksi keberlanjutan gaya kepemimpinan Trump jika ia kembali menjabat sebagai Presiden AS. “Kalau saya melihat Donald Trump membawa hal baru dalam pemerintahan Amerika Serikat dengan menunjukkan sentiment of nationality yang besar, mendorong proteksionisme, pembatasan barang-barang masuk dari Cina, menetapkan tarif tinggi, hingga melanjutkan perang dagang antara dengan Cina. Prinsipnya adalah America first.”

Sebagai duta besar RI untuk PBB periode 2004 hingga 2007, Makarim cenderung melihat Joe Biden akan kembali memanfaatkan hubungan dengan PBB dan WTO. 

“Sementara Biden, ia memiliki pengalaman yang luas di bidang luar negeri karena pernah tiga kali menjabat ketua komisi kongres luar negeri, jadi dia paham sekali. Biden memiliki perspektif yang familiar dengan masalah-masalah luar negeri. Kedua, Biden berasal dari Partai Demokrat yang mempunyai platform kerja sama multilateral. Jadi kalau kita lihat zamannya Obama, Bill Clinton, AS memanfaatkan hubungannya dengan PBB, WTO, dan lainnya untuk kepentingan nasional. Biden akan kembali membawa Amerika ke Paris Climate Agreement” tambahnya.

Hubungan baik TNI dan AS

Pengamat pertahanan dan militer Connie Rakahundini Bakrie mengungkapkan adanya hubungan baik antara Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Andika Perkasa dengan AS yang mungkin tidak banyak diketahui publik. Hal ini terbukti dengan adanya sejumlah batalion yang sudah beberapa bulan menjalani latihan militer di Amerika.

Pengamat pertahanan dan militer, Connie Rakahundini BakrieFoto: Privat

Tidak dapat dipungkiri, pemerintah Indonesia dan AS memang telah menjalin kerja sama dalam bidang militer. Kedua negara memandang pentingnya memperkuat kerja sama bilteral dengan meningkatkan kegiatan militer dan bekerja sama dalam menjaga keamanan maritim.

Pertemuan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan AS Mark T. Esper pada 17 Oktober lalu membahas keamanan kawasan, prioritas pertahanan bilateral dan akuisisi pertahanan.

“Kalau yang saya tahu dari kunjungan Menhan kemarin, ada kerja sama semacam manajemen pertahanan sehingga nanti ahli-ahli, analis pertahanan bisa ditempatkan di Kementerian Pertahanan untuk memberikan guidance soal manajemen pertahanan,” kata Connie kepada DW Indonesia saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Meski kunjungan Prabowo ke Amerika menuai banyak pro dan kontra, Connie melihat hal itu sebagai sebuah kesempatan yang bisa dimanfaatkan Indonesia. “Banyak hal kita harus belajar dalam memahami dan memaknai (kepergian Prabowo ke AS) dan kedua, kalau kita memaknai dengan betul maka kesempatan dengan AS mau Biden atau Trump yang terpilih nantinya, Indonesia akan lebih jelas arahnya.”

Bagaimana dengan Laut Cina Selatan?

Connie melihat jika Trump berkesempatan kembali menduduki Gedung Putih, maka AS akan lebih dominan membangunan kekuatan di Laut Cina Selatan.

“Di Laut Cina Selatan, saya melihatnya kalau Trump akan lebih kuat. Mungkin dia akan membangun kekuatan baru yang besar,” ucapnya.

AS tidak akan mengajak Indonesia perang melawan Cina, karena menurut Connie, posisi Indonesia sudah sangat jelas yakni posisi netral. “Menurut saya, Amerika juga tidak bisa masuk terlalu jauh sebenarnya, makanya yang mereka lakukan adalah masuk ke negara-negara ASEAN yang bagian dari FPDA (susunan lima kekuatan pertahanan).”

Persoalan serius terkait sengketa di perairan Laut Cina Selatan membutuhkan perhatian yang khusus, Connie berharap pemerintah dapat merelokasi pangkalan TNI Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Prediksi setelah pemilu AS

Makarim yang merupakan mantan diplomat senior menilai jika Trump kembali memenangi pilpres, dunia akan melihat kelanjutan perang dagang antara AS dan Cina. Namun begitu, Amerika akan tetap butuh pasar, sumber daya alam, dan tempat untuk investasi.

Hasil pemilu AS nantinya akan membawa implikasi yang berbeda dalam bidang keamanan dan pertahanan. “Kalau Trump yang kembali menang, dia jelas-jelas mengumumkan akan membawa era baru, persaingan kekuatan besar. Ketika Trump mengatakan demikian, kita harus sangat worried tentang pernyataan coalition of the willing against China,” tutur Connie yang juga merupakan dosen Universitas Pertahanan Indonesia.

“Tetapi kalau Biden, dia mungkin akan mendorong hubungan baik dengan Cina. Hubungan komersial akan lebih ditingkatkan. Biden akan lebih tenang. Indonesia betul-betul harus wise karena bagaimanapun kita perlu dua-dua negara ini (AS dan Cina). Memainkan peran nonblok juga tidak mudah dan menurut saya itu ada batas waktu tertentu,” tambahnya. (ha/ae)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait