1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiGlobal

Dampak Serangan Kapal di Laut Merah Bagi Perdagangan Global

28 Desember 2023

Setelah meningkatnya serangan oleh kelompok Houthi yang didukung Iran, perusahaan-perusahaan pelayaran besar menjauhi rute Laut Merah dan Terusan Suez. Apakah ini akan mengakibatkan krisis rantai pasokan?

Kapal peti kemas "Al Jasrah" milig maskapai pelayaran Hapag Lloyd
Kapal peti kemas "Al Jasrah" milig maskapai pelayaran Hapag Lloyd yang diserang kelompok Houthi di Laut MerahFoto: Axel Heimken/picture alliance/dpa

Sejak dilancarkannya rangkaian serangan terhadap kapal barang di rute Laut merah oleh kelompok Houthi yang berbasis di Yaman, perusahaan-perusahaan pelayaran besar menghindari jalur pelayaran Laut Merah dan Terusan Suez dan mengambil rute yang lebih jauh melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Perjalanan ini akan memakan waktu seminggu lebih lama daripada rute sebelumnya.

Keputusan tersebut akan berdampak pada biaya pengiriman barang, kata para analis industri. Jika krisis ini berkepanjangan, hal ini dapat memicu kenaikan harga yang harus dibayar konsumen untuk barang-barang impor.

"Satu perjalanan pulang pergi dari Shanghai ke Rotterdam, dan Anda akan menambah biaya bahan bakar sebesar satu juta dolar karena mengubah rute melalui Tanjung Harapan,” kata Peter Sand, kepala analis di perusahaan analisis pasar Xeneta yang berbasis di Kopenhagen, kepada DW. "Itu saja sudah merupakan tagihan ongkos yang sangat besar."

Belum lagi tarif asuransi barang yang telah melonjak, sebagai respons terhadap serangan-serangan di jalur Laut Merah. "Selain itu, perusahaan-perusahaan pelayaran peti kemas yang menjalankan layanan mingguan antara Asia dan Eropa perlu memperhitungkan biaya tiga kapal tambahan untuk memastikan tingkat layanan yang sama dan tepat waktu", tambah Peter Sand.

Situasi ini juga akan menjadi masalah bagi pelabuhan-pelabuhan peti kemas di Eropa, yang biasanya sangat efisien dalam menangani arus keluar masuk peti kemas dalam jumlah besar. "Katakanlah saya memiliki pelabuhan yang menangani 50.000 kontainer per minggu. Namun jika tidak ada kontainer yang tiba dalam seminggu ini, lalu minggu berikutnya masuk ratusan ribu kontainer, hal itu dapat menyebabkan masalah kemacetan,” kata Lars Jenson, direktur perusahaan Vespucci Maritime, perusahaan asal Denmark yang bergerak di bidang konsultan industri pelayaran, kepada DW.

What's behind recent Houthi attacks in the Red Sea?

05:48

This browser does not support the video element.

"Rantai pasokan sekarang lebih kuat"

Krisis Laut Merah membangkitkan kenangan pada Maret 2021, ketika Terusan Suez terblokir selama enam hari setelah kapal kontainer Ever Given kandas. Ketika itu, ratusan kapal harus menunggu di Laut Merah selama berminggu-minggu, dan biaya pengiriman satu kontainer meningkat dari USD2.000 menjadi USD14.000.

Krisis Ever Given menyebabkan penundaan tambahan selama berbulan-bulan pada barang-barang yang diimpor dari Asia. Padahal ketika itu dunia sedang berusaha bangkit dari masa lockdown pandemi COVID-19, yang mengakibatkan hambatan besar dalam rantai pasokan perdagangan global.

Meskipun sebagian besar rantai pasokan telah kembali normal, ancaman keamanan di Laut Merah dapat menyebabkan harga barang naik berlipat ganda dalam beberapa minggu ke depan, kata para analis. Tarif angkutan global sudah meningkat setelah Terusan Panama bulan lalu membatasi jumlah kapal yang dapat melintasi terusan karena kekurangan air akibat kekeringan panjang.

Untungnya, industri pelayaran telah memetik pelajaran dari krisis rantai pasokan pasca-COVID, dan banyak perusahaan telah memperluas armada kapal kargo mereka, sehingga dampak dari krisis rute Laut Merah diprediksi tidak akan mengancam perdagangan global.

"Saat ini, kami mempunyai kapal kontainer dengan kapasitas berlebih, jadi dalam kasus terburuk pun, ketika kami harus mengelilingi rute lewat Afrika untuk sementara waktu, kami memiliki kapal kontainer yang bisa melakukan hal ini,” kata Lars Jensen.

AS dan sekutunya berusaha tingkatkan keamanan pelayaran

Amerika Serikat mengumumkan operasi multinasional demi mengamankan perdagangan maritim di Laut Merah. Inggris, Bahrain, Kanada, Prancis, Italia, Belanda, Norwegia dan Spanyol sudah mengatakan akan melakukan patroli bersama di Laut Merah bagian selatan dan di Teluk Aden.

Kapal perang AS dan Inggris juga melaporkan telah menembak jatuh sejumlah rudal dan drone Houthi dalam beberapa hari terakhir. Namun tidak jelas, apakah kehadiran mereka akan cukup untuk menghentikan serangan-serangan tersebut.

Para analis memperingatkan, meskipun pengiriman peti kemas mungkin akan terkena dampak yang lebih parah secara keseluruhan, penundaan pengiriman kapal-kapal tanker yang mengangkut bahan bakar fosil ke Eropa, kemungkinan akan menjadi dampak berat pertama.

"Kami melihat pengiriman energi saat ini terkena dampaknya – apakah itu minyak, batu bara, atau gas – ini karena musim dingin di belahan bumi utara,” kata Peter San. Hal inilah yang dapat berdampak buruk pada harga energi.

(hp/as)

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Nik Martin Penulis berita aktual dan berita bisnis, kerap menjadi reporter radio saat bepergian keliling Eropa.
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait