Nilai tukar mata uang euro minggu sempat tenggelam sampai di bawah 1 dolar AS, nilai terendah selama lebih 20 tahun. Dan mungkin penurunan nilai tukar euro tidak berhenti sampai di sini.
Iklan
Nilai tukar mata uang euro terus jatuh terhadap dolar dan mata uang dunia lain. Bahkan pada hari Selasa (23/8) bahkan sempat berada di bawah 1 dolar AS, batas psikologis yang membuat para investor di Eropa khawatir, di tengah potensi resesi di zona euro, sementara harga gas dan listrik masih terus naik karena ketidakpastian seputar pasokan gas dari Rusia.
Memburuknya prospek zona euro secara umum menyeret nilai tukar mata uang bersamanya. Ketergantungan besar ekonomi utama seperti Jerman dan Italia pada gas Rusia telah membuat investor cemas. Para pengamat ekonomi memperkirakan resesi akan datang jauh lebih cepat dan lebih menyakitkan, dibandingkan situasi di AS.
Selain itu, tingkat suku bunga di AS dan zona euro juga berbeda jauh. Bank Sentra AS The Fed telah lebih agresif menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi, dibanding Bank Sentral Eropa, ECB.
"Uang akan pergi ke tempat dengan hasil yang lebih tinggi," kata Carsten Brzeski, kepala ekonom untuk Jerman dan Austria di bank ING kepada DW.
Dolar AS juga tentu diuntungkan dari posisinya sebagai “safe haven”, di massa-masa krisis kebanyakan orang cenderung menyimpan mata uang dólar ketimbang euro.
Bagaimana dampak lemahnya euro pada konsumen?
Melemahnya mata uang euro akan menambah beban rumah tangga dan bisnis di Eropa, yang sedang terhuyung-huyung menghadapi rekor inflasi tinggi. Lemahnya mata uang juga akan akan membuat barang impor, yang sebagian besar dibayar dalam mata uang dolar, menjadi lebih mahal. Tren ini pada akhirnya akan mendorong inflasi di kawasan euro ke tingkat yang lebih tinggi.
Di massa-masa normal, melemahnya mata uang bisa dipandang sebagai kabar baik bagi para eksportir dan bisnis ekspor, karena mendorong harga-harga barang yang diekspor jadi lebih murah dan lebih mampu bersaing di pasaran global. Tapi ini bukanlah massa-masa normal, karena ada gangguan serius pada rantai rantai pasokan global akibat pandemi, dan sekarang akibat pemberlakuan sanksi terhadap Rusia karena perang di Ukraina.
"Dalam situasi saat ini dengan ketegangan geopolitik, keuntungan dari melemahnya mata uang jauh lebih sedikit daripada kerugiannya," kata Carsten Brzeski dari ING.
Sebaliknya, bagi wisatawan AS yang menuju ke Eropa, perkembangan ini seperti berkah. Karen anilai uang dólar sekarang sudah jauh lebih tingi dibandingkan pada awal tahun. Semuanya jadi lebih murah, kakalu dihitung dalam dolar.
Iklan
Apa dampaknya bagi perekonomian di zona euro?
Para pengamat ekonomi memperkirakan, mata uang euro sementara ini akan terus melemah terhadap dolar. Ahli strategi di Nomura International memperkirakan, euro bisa turun ke level 0,95 dolar. Bank investasi AS Morgan Stanley memperkirakan, euro akan berkisar di 0,97 dolar pada kuartal ini.
Padahal saat ini Uni Eropa, terutama Jerman, sedang berusaha untuk melepaskan diri dari minyak dan gas Rusia, dan untuk menemukan alternatif lain. Tapi untuk minyak dan gas dari tempat lain, harga yang harus dibayar juga lebih tinggi.
Mata uang euro tidak hanya melemah terhadap dolar, melainkan juga terhadap mata uang lain seperti franc Swiss dan yen Jepang. Hal ini menjadi salah satu alasan utama yang mendorong Bank Sentral Eropa, ECB, mengumumkan kenaikan suku bunga sampai 50 basis poin pada Juli lalu, dua kali lipat dari kenaikan suku bunga yang diumumkan sebulan sebelumnya.
Lalu apa masih ada prospek lebih baik di masa depan? "Sementara dampak jangka pendek dari krisis energi yang sedang berlangsung tetap negatif pada EUR/USD, beberapa risiko Eropa setelah musim panas untuk jangka menengah bisa dibilang agak mereda," kata George Saravelos, Direktur Penelitian Devisa di Deutsche Bank. (hp/yf)
Bagaimana Perang Putin Mempengaruhi Ekonomi Dunia
Efek perang Rusia terhadap Ukraina dirasakan di seluruh dunia. Harga makanan dan bahan bakar meningkat di mana-mana. Di beberapa negara kerusuhan pecah akibat naiknya harga barang kebutuhan utama.
Foto: Dong Jianghui/dpa/XinHua/picture alliance
Belanja Semakin Mahal di Jerman
Konsumen di Jerman merasakan kenaikan biaya hidup. Konsekuensi dari perang di Ukraina dan sanksi terhadap Rusia mulai terasa. Pada bulan Maret, tingkat inflasi Jerman mencapai level tertinggi sejak 1981. Pemerintah Jerman ingin segera mengembargo batubara Rusia, tetapi masih memperdebatkan pelarangan impor gas dan minyak dari Rusia.
Foto: Moritz Frankenberg/dpa/picture alliance
Antrian Mengisi Bahan Bakar di Kenya
Antrian panjang mobil di SPBU Nairobi. Di Kenya, warga juga merasakan dampak perang di Ukraina. Bahan bakar kian mahal, dan pasokannya terbatas, belum lagi krisis pangan. Duta Besar Kenya untuk PBB Martin Kimani dalam sidang Dewan Keamanan menyatakan keprihatinannya, dan membandingkan situasi di Ukraina timur dengan perubahan yang terjadi di Afrika setelah berakhirnya era kolonial.
Foto: SIMON MAINA/AFP via Getty Images
Siapa Amankan Suplai Gandum ke Turki?
Rusia adalah produsen gandum terbesar di dunia. Karena larangan ekspor dari Rusia, harga roti sekarang naik di banyak tempat, termasuk di Turki. Sanksi internasional telah mengganggu rantai pasokan. Ukraina juga merupakan salah satu dari lima pengekspor gandum terbesar di dunia, tetapi perang dengan Rusia membuat mereka tidak dapat mengirimkan barang dari pelabuhannya di Laut Hitam.
Foto: Burak Kara/Getty Images
Harga Gandum Melonjak di Irak
Seorang pekerja tengah menumpuk karung-karung tepung tergu di pasar Jamila, pasar grosir terpopuler di Baghdad. Harga gandum telah meroket di Irak sejak Rusia menginvasi Ukraina, karena kedua negara tersebut menyumbang setidaknya 30% dari perdagangan gandum dunia. Irak tetap netral sejauh ini, tetapi poster-poster pro-Putin sekarang telah dilarang di negara itu.
Foto: Ameer Al Mohammedaw/dpa/picture alliance
Unjuk Rasa di Peru
Para demonstran bentrok dengan polisi di ibukota Peru, Lima. Mereka memprotes kenaikan harga pangan, satu di antara rangkaian kenaikan harga. Krisis semakin diperburuk dengan adanya perang di Ukraina. Presiden Peru, Pedro Castillo memberlakukan jam malam dan keadaan darurat untuk sementara. Tapi jika peraturan tersebut dicabut, protes akan terus berlanjut.
Foto: ERNESTO BENAVIDES/AFP via Getty Images
Keadaan Darurat di Sri Lanka
Di Sri Lanka, warga turun ke jalan untuk mengekspresikan kemarahan mereka. Beberapa hari lalu, ada yang mencoba menyerbu kediaman pribadi Presiden Gotabaya Rajapaksa. Memuncaknya protes terhadap kenaikan biaya hidup, kekurangan bahan bakar, dan pemadaman listrik, mendorong presiden mengumumkan keadaan darurat nasional, sekaligus meminta bantuan pengadaan sumber daya dari India dan Cina.
Warga di Skotlandia juga memprotes kenaikan harga makanan dan energi. Di seluruh Inggris, serikat pekerja telah mengorganisir demonstrasi untuk memprotes kenaikan biaya hidup. Brexit telah mengakibatkan kenaikan harga di banyak area kehidupan, dan perang di Ukraina makin memperburuk keadaan.
Foto: Jeff J Mitchell/Getty Images
Harga Ikan Goreng di Inggris Melonjak
Warga Inggris punya alasan untuk khawatir terkait hidangan nasional tercinta mereka "fish and chips". Sekitar 380 juta porsi goreng ikan dan kentang dikonsumsi di Inggris setiap tahun. Tetapi sanksi keras saat ini, berarti harga ikan putih dari Rusia, minyak goreng dan energi, semuanya melonjak naik. Pada Februari 2022, tingkat inflasi Inggris mencapai 6,2%.
Foto: ADRIAN DENNIS/AFP via Getty Images
Peluang Ekonomi bagi Nigeria?
Seorang pedagang di Ibafo, Nigeria, tengah mengemas tepung untuk dijual kembali. Nigeria telah lama ingin mengurangi ketergantungannya pada makanan impor, dan membuat ekonominya lebih tangguh lagi. Orang terkaya di Nigeria Aliko Dangot, baru-baru ini membuka pabrik pupuk terbesar di negara itu, dan berharap memiliki banyak pembeli. Apakah itu sebuah peluang? (kp/as)