1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dapatkah Jejaring Sosial Picu Cemburu?

Tanja Hilden28 Februari 2013

Di Facebook & Co. orang yang bertendensi cemburu berat sering menemukan hal-hal yang makin membesarkan rasa cemburu mereka. Dan di jejaring sosial orang mudah memata-matai partnernya.

ARCHIV - ILLUSTRATION - Der Schriftzug «Facebook» spiegelt sich am 08.06.2011 in Hannover auf dem Auge eines Mannes, der vor einem Computerbildschirm sitzt. Facebook stoppt nach Kritik von Datenschützern die umstrittene Gesichtserkennungs-Funktion in Europa. Das Online-Netzwerk erklärte sich bereit, bis zum 15. Oktober 2012 alle bisher dafür erstellten Nutzerprofile zu löschen. Foto: Jochen Lübke dpa +++(c) dpa - Bildfunk+++
Foto: picture-alliance/dpa

Julia (25) mengontrol hampir setiap hari profil Facebook pacarnya. Juga sekarang ia kembali mengklik laman Facebook itu dan menemukan pacarnya itu memiliki seorang perempuan baru dalam daftar temannya. Julia langsung skeptis, karena ia tidak kenal perempuan itu. Siapa dia, dari mana mereka kenal, dan perasaan cemburu langsung ada. Kenyataannya untuk fenomena ini sudah ada istilah ilmiahnya, „cemburu digital.“

Di jaringan sosial orang bisa mendapat banyak informasi mengenai partnernya, seperti aktivitas, likes dan dislikes, kenalan, pertemuan, undangan dan juga informasi situasi emosional. Selain itu memata-matai setiap saat dan secara diam-diam juga memungkinkan. „Orang yang dimata-matai“ sama sekali tidak mengetahuinya, karena Facebook tidak mengatakan pada User, siapa yang mengunjungi profilnya dan apa yang dilihat di profilnya itu.

Facebook Add as FriendFoto: Fotolia/Thesimplify

Fenomena „Cemburu Digital“

Psikolog ekonomi Prof. Dr. Wera Aretz di Köln dalam studi mengenai cemburu digital menyelidiki, bagaimana jejaring sosial dapat membahayakan hubungan dalam dunia nyata. Ia menanyai 214 responden. Dari situ diketahui bahwa orang yang sudah punya tendensi kuat cemburu , juga makin besar tendensi cemburu di jejaring sosial. Ini justru menjadi pemicunya, kata Prof. Aretz.

Alasan untuk itu adalah kurangnya percaya diri dan komunikasi yang khas dalam komputer. „Elemen informasi non verbal dan paraverbal, yakni bahasa tubuh, mimik serta cara berbicara yakni nada suara dan artikulasi tidak ada dalam jejaring sosial. Dalam pembicaraan biasa kita memerlukan semua itu untuk dapat menata apa yang dikatakan.“ Oleh karena itu informasi dalam jejaring sosial dapat berarti banyak dan membuka ruang interpretasi yang luas, seperti yang terjadi pada Julia.

Prof. Dr. Wera AretzFoto: Wera Aretz

Masalah ini tidak hanya terjadi pada jejaring sosial. Juga siapa yang menulis SMS, bisa saja salah dimengerti. Nada suara, mimik dan sikap tubuh juga tidak ada. Yang sering digunakan apa yang disebut Emoticons, yakni simbol kecil, kebanyakan smileys untuk menyesuaikan isi pesan SMS. Tapi smiley pun tidak dapat menggantikan komunikasi nyata.

Foto: picture-alliance/dpa

Facebook Alasan untuk Cerai dan Pertengkaran

Bukan hanya Julia yang tersulut rasa cemburu lewat komentar dan daftar teman di Facebook. Lembaga Inggris Divorce-Online mencatat tahun 2011 lebih dari 1500 perceraian yang disebabkan jejaring sosial. Seorang perempuan India setelah dua bulan menikah bahkan meminta cerai dari suaminya, karena pria itu tidak mau mengubah statusnya di Facebook menjadi „menikah.“

Prof. Aretz berpendapat, orang boleh memiliki rasa cemburu tapi tidak boleh berlebihan. „Orang tidak dapat menuntut agar partnernya benar-benar memboikot semua mantan pacarnya atau tidak lagi menerima teman baru di Facebook hanya demi untuk ketenangan pacarnya.“ Ia menganjurkan mereka yang menderita cemburu digital, untuk membicarakan ketakutannya ini dengan partnernya dan menurunkan tendensi mengawasinya. Menurut Aretz, iika semua ini tidak berfungsi, tinggal ada satu kemungkinan „menjauhkan diri sementara waktu dari dunia virtual atau benar-benar menghapus akun.“

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait