Lewat angklung, makanan khas nusantara serta game karya anak bangsa "DreadOut", lebih banyak lagi anak muda Jerman yang mengenal Indonesia.
Iklan
Sekitar 210 siswa dan guru menyesaki ruang aula sekolah Europaschule OSZ Oder-Spree, Fürstenwalde, Jerman. Mereka berbondong di sana untuk kegiatan promosi budaya bertajuk "Indonesia erleben!” (Experience Indonesia!), yang disajikan oleh KBRI Berlin tanggal 1 Maret 2019.
Sesuai dengan usia audiens yang umumnya berkisar 15 - 18 tahun, informasi ragam budaya Indonesia dalam acara ini dibalut dengan gaya pop yang banyak digandrungi anak muda sekarang.
Salah satunya adalah dengan permainan komputer. Game bertema horor dengan judul "DreadOut” disimulasikan dalam acara itu. Permainan komputer buatan anak bangsa ini masuk nominasi penghargaan internasional untuk game indie SXSW Gamer's Voice Award 2018. Sontak informasi ini membuat para siswa kagum. Game horor ini ternyata telah banyak dimainkan oleh remaja Jerman. Mereka bahkan sudah kenal baik dengan figur kuntilanak, pocong dan sundel bolong yang ada dalam game tersebut.
Indonesia Ikut Bermain di Pameran Mainan Jerman
24 permainan papan yang terinspirasi dari Indonesia tampil dalam pameran permainan di Jerman. Seperti apa serunya?
Foto: picture-alliance/dpa/R. Weihrauch
Orang rimba membawa teman
24 permainan papan yang berasal dari Indonesia hadir di Spielmesse 2018, di antaranya Orang Rimba (studio Hompimpa); Bam Bam Race dan Waroong Wars (studio Tabletoys); Aquatico, Smong dan Mahardika (studio Manikmaya). Studio lain yang ikut serta adalah Maen Main, Coralis Entertainment Morfosic dan Masbro. Ke-24 board game dipilih dari 46 permainan baru yang ikut seleksi opencall.
Foto: DW/M. Grandneo
Bermain dengan mainan Indonesia
Para pengunjung bisa mencoba permainan dari Indonesia di hall utama Spiel Messe 2018. Selama 4 hari, paviliun Indonesia 'Archipelageek' tak pernah sepi pengunjung. Keluarga, kurator game, blogger, game developer, peminat board game datang dan memainkan 24 board game yang ditawarkan.
Foto: DW/R. Achterwinter
Laris manis
Selama Spielmesse berlangsung, ketujuh studio board game asal Indonesia tersebut juga menjual 24 judul board game yang mereka bawa senilai 15 hingga 45 Euro per set atau sekitar 765 ribu Rupiah. Pada hari terakhir dikabarkan bahwa ratusan set board game di paviliun Archipelageek habis terjual.
Foto: DW/R. Achterwinter
Terinspirasi cerita rakyat
Board Game berjudul 'Buto Ijo dan Timun Mas' karya studio Manikmaya, menjadi salah satu permainan yang paling disukai. Eko Nugroho, CEO Manikmaya menyebutkan Indonesia punya banyak sumber seperti cerita rakyat, sejarah atau tradisi yang dapat ditransfer dalam permainan board game yang dapat menarik perhatian pasar internasional.
Foto: DW/M. Grandneo
Timun mas dalam 8 bahasa
Kisah Timun Mas dan raksasa hijau, Bunto Ijo terbukti langsung dibeli hak ciptanya oleh perusahaan internasional berbasis di Perancis, Blue Orange, pada hari pertama Spiel Messe mulai digelar. Rencananya permainan ini akan dikembangkan dan dipasarkan tahun depan dalam delapan bahasa asing.
Foto: DW/M. Grandneo
Angin segar
Bagi para pengunjung dan pelaku pasar board game, permainan dari Indonesia membawa angin segar di tengah kejenuhan pasar. "Buto Ijo dan timun Mas diambil dari cerita rakyat negeri yang jauh. Tema tema board game saat ini jenuh dengan zombie, kerajaan abad pertengahan, bajak laut dan petualangan ala Indiana Jones," ungkap Thierry Denoval dari Blue Orange.
Foto: Maximilian Metzler
Ikut main yuk!
Tak hanya pelaku industri, warga Jerman pecinta board game juga ikut mencoba permainan dari Indonesia. Martin Ang dari Studio Tabletoys mengatakan melihat reaksi pengunjung saat bermain sangat penting. “Apakah mereka membeli produk kami karena unik saja dan jarang dipasaran atau mereka betul betul menikmati permainannya. Ini akan memicu kami dalam mendesain game baru di masa datang,” ungkapnya.
Foto: DW/R. Achterwinter
Kenapa board game baik untuk keluarga?
CEO studio Manikmaya, Eko Nugroho punya jawabannya. Ia berpendapat bila board game dimainkan setidaknya sekali seminggu dalam keluarga, maka anak-anak akan mendapat belajar bersikap adil dan sportif dalam permainan serta tentunya juga merekatkan hubungan dalam keluarga.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Weihrauch
Bersaing dengan game digital
Permainan papan menurut Eko Nugroho tidak bersaing dengan permainan digital. “Keduanya malah saling menguatkan. Ide kreatif makin tumbuh bahkan dapat ditransfer menjadi game digital”.
Foto: picture-alliance/imageBROKER
Pasar pecinta permainan
Spielmesse yang diselenggarakan di kota Essen, Jerman tersebut diikuti oleh 1100 peserta dari 50 negara yang tersebar di 7 hall. Selama 4 hari, diperkirakan 200.000 pengunjung memadati expo tersebut untuk mencoba permainan terbaru dari berbagai belahan dunia. (Ed: ts/hp)
Foto: Maximilian Metzler
10 foto1 | 10
"Sebuah kemasan yang sangat menarik dan mengesankan. Kami ingin sekali memberikan materi mengenai budaya negara-negara asing kepada para siswa. Ini penting untuk memperluas cakrawala dan cara berpikir mereka” tutur Joachim Schenk, Kepala Sekolah Europaschule.
Sementara Wakil Duta Besar RI untuk Jerman, Perry Pada, yang juga hadir pada kegiatan tersebut mengatakan, "Para millenials ini adalah pemimpin dan pengambil keputusan di masa mendatang. Apa yang mereka ketahui saat ini akan jadi memori yang terus tertanam dalam pikiran mereka beberapa puluh tahun ke depan. Merekalah tokoh masa depan yang akan melanjutkan hubungan dan kerja sama Indonesia-Jerman. Untuk itulah kita menjadikan ini sebagai sebuah strategi baru dalam kegiatan promosi budaya Indonesia di Jerman".
Tak hanya pada simulasi game horor, para siswa juga bersemangat pada sesi pertunjukan angklung dan workshop angklung interaktif. Pertunjukan yang dipandu oleh Tim Rumah Budaya Indonesia melibatkan para siswa dan guru. Selain memainkan bersama sejumlah lagu populer mereka juga diminta menebak judul lagu yang dimainkan.
Antusiasme tinggi
Promosi budaya Indonesia tak lengkap tanpa diikuti dengan sajian makanan. Beberapa snack dan buah-buahan asal Indonesia seperti rambutan, manggis dan durian disajikan. Aksi belah durian dan mencicipi durian menjadi puncak sekaligus penutup acara. Awalnya banyak yang kaget dengan aroma dan rasa buah durian yang tidak biasa, namun akhirnya durian dan makanan lainnya ludes disantap para peserta.
Kegiatan ini mendapat respon dan antusias yang sangat tinggi, bahkan di luar ekspektasi KBRI. Kegiatan yang awalnya hanya akan diikuti oleh 70 siswa, ternyata dihadiri oleh tiga kali lipat dari perkiraan. 100 set angklung yang telah disiapkan KBRI Berlin ternyata tidak mencukupi.
Nasi Tumpeng Raksasa di Berlin
Acara tahunan KBRI Berlin kembali digelar di Mall of Berlin. Kali ini tema yang diusung "hutan tropis Indonesia". Puncak acara adalah pemotongan tumpeng raksasa oleh Dubes RI Fauzi Bowo.
Foto: DW/V.Legowo-Zipperer
Hutan Tropis Indonesia
Acara mempromosikan Indonesia ini digelar selama dua hari, 16-17 Juni 2017, di Mall of Berlin. Tema yang diangkat adalah hutan tropis di Indonesia. Tidak hanya seni budaya saja yang ditampilkan, tetapi juga digelar diskusi yang membahas minyak sawit berkelanjutan.
Foto: DW/V.Legowo-Zipperer
Antusiasme Warga Berlin
5000 pengunjung diperkirakan hadir dalam gelar budaya selama dua hari tersebut. Piazza Mall of Berlin disulap menjadi "belantara hutan". Tampak dekorasi pohon dan semak belukar hingga ke bangian lantai atas mal.
Foto: DW/V.Legowo-Zipperer
Selamatkan Flora dan Fauna
Stan-stan organisasi lingkungan seperti BOS (Borneo Orangutan Survival), dan WWF turut hadir dalam acara tersebut. Mereka tanpa lelah memberikan informasi kepada pengunjung akan pentingnya kepedulian masyarakat terhadap kondisi flora dan fauna yang terancam.
Foto: DW/V.Legowo-Zipperer
Diperkenalkan Sejak Dini
Anak ini sedang dirias untuk menjadi orangutan. Ini salah satu upaya organisasi lingkungan untuk mengenalkan hewan terancam ini kepada anak-anak dengan cara yang tidak menggurui.
Foto: DW/V.Legowo-Zipperer
Jembatan Komunikasi
Selain stan-stan organisasi lingkungan, ada juga stan biro perjalanan dan biro-biro konsultan yang berperan sebagai jembatan antar budaya, Indonesia-Jerman, dan berbagai keahlian. Seperti yang dilakukan Dwi Anoraganingrum dari IndoCon (foto).
Foto: DW/V.Legowo-Zipperer
Tarian Nusantara
Di panggung secara silih berganti pengunjung disuguhi berbagai pertunjukan, antara lain gamelan, tari Saman, angklung, pencak silat, tari Enggang (foto)m dan pembacaan dongeng untuk anak-anak.
Foto: DW/V.Legowo-Zipperer
Dangdutan di Berlin
Goyang dangdut sepertinya tidak boleh ketinggalan di ajang-ajang pengenalan budaya Indonesia. Di acara KBRI kali ini pun, Batik Band menutup penampilan mereka dengan alunan musik dangdut.
Foto: DW/V.Legowo-Zipperer
Tumpeng Raksasa
Ini acara yang ditunggu-tunggu para pengunjung Mall of Berlin. Nasi tumpeng kreasi koki Kai Kwee ini dibuat selama empat hari dengan bantuan banyak relawan. Porsinya diperkirakan cukup untuk 1000 orang. Dubes Fauzi Bowo memberikan potongan pertama tumpeng kepada dua pengunjung mal yang beruntung.
Foto: DW/V.Legowo-Zipperer
8 foto1 | 8
Europaschule OSZ Oder-Spree merupakan sekolah kejuruan terbesar di negara bagian Brandenburg, Jerman. Ada sekitar 3.250 siswa bersekolah di Europaschule. Sekolah ini memiliki kerja sama pertukaran pelajar dan joint-certification dengan sekolah-sekolah kejuruan sejenis di Polandia, Prancis, Italia, Rusia, Meksiko, Argentina dan Jepang.
Dari ajang ini Mr. Schenk menyampaikan ketertarikannya untuk bekerja sama dengan sekolah vokasi di Indonesia. "Kita bisa awali dengan kegiatan pertukaran pelajar dengan durasi satu tahun" tutup Mr. Schenk.
na/ml (KBRI Berlin)
Ketika Tari Indang Badinding dan Bajidor Kahot Memukau Orang Jerman
Warga negara Indonesia yang tergabung dalam komunitas "Freunde Indonesiens e.V" memperkenalkan kuliner dan tarian tradisional Indonesia dalam acara Festival Budaya Friedrichshafen di Jerman Selatan.
Foto: One
Festival Antar Budaya Friedrichshafen
Festival tahunan yang digelar pemerintah kota Friedrichshafen ini telah memasuki tahun ke 27. Sesuai namanya, pengunjung festival bisa menikmati berbagai macam suguhan kuliner dan atraksi budaya dari seluruh dunia. Kebanyakan partisipan festival adalah komunitas budaya di kota Friedrichshafen dan sekitarnya. Indonesia diwakili oleh komunitas "Freunde Indonesiens".
Foto: One
Aktif memperkenalkan budaya Indonesia
Komunitas "Freunde Indonesiens" sejak didirikan tahun 2017 langsung aktif ikut serta dalam Festival Antar Budaya Friedrichshafen pada 1 dan 2 Juli 2017. Organisasi nirlaba ini berdiri atas prakarsa 9 perempuan Indonesia, yang tinggal di kota-kota sekitar danau Bodensee di selatan Jerman.
Foto: One
Kuliner Indonesia
Sajian makanan khas tentu menjadi hal wajib hadir pada setiap festival budaya. Di kota Friedrichshafen, stand kuliner Indonesia menarik banyak minat pengunjung festival, yang penasaran dengan makanan khas Indonesia. Rendang, sate dan gado-gado adalah menu andalan yang ditawarkan di warung Indonesia ini.
Foto: A. Padmadinata
Mengudap di bawah tenda merah putih
Pengunjung festival menikmati kuliner Indonesia dibawah tenda yang dihias dengan warna merah putih. Tenda dipenuhi pengunjung festival yang dengan antusias menjajal makanan khas Indonesia, seperti rendang atau gado-gado. Kuliner Indonesia biasanya sulit didapat di kota Friedrichshafen.
Foto: One
Gebrakan tarian tradisional
Selain kuliner khas nusantara, komunitas diaspora Indonesia juga memperkenalkan tarian tradisional Indonesia di Festival Antar Budaya Friedrichshafen. Tari Indang Badinding dari Sumatra Barat memukau penonton dengan iringan musik yang semakin cepat serta gerakan yang juga cepat dan sinkron dari para penari.
Foto: A. Padmadinata
Agen pertukaran budaya
Acara-acara budaya seperti festival di kota Friedrichshafen ini menjadi ajang yang dimanfaatkan oleh "Freunde Indonesiens" untuk menjembatani pertukaran budaya Jerman-Indonesia serta memudahkan integrasi bagi masyarakat Indonesia yang hidup di Jerman.
Foto: A. Padmadinata
Kemeriahan Bajidor Kahot
Tari Bajidor Kahot dengan kostumnya yang warna-warni, sebelum naik panggung saja sudah menarik perhatian banyak pengunjung yang ingin berfoto bersama penari. Ketika tarian ditampilkan, iringan musik gamelan Sunda dan Bali serta liuk gerakan penari membuat penonton bertepuk tangan riuh.