1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dari Rakyat ke Istana, Seperti Apa Realita Lapor Mas Wapres?

27 Agustus 2025

Sepuluh bulan berlalu, klaim keberhasilan Lapor Mas Wapres bertabrakan dengan suara warga. Realita di lapangan justru meninggalkan banyak pertanyaan.

Papan di pagar dengan tulisan: Pintu Masuk Lapor Mas Wapres
Keberhasilan program Lapor Mas Wapres rutin dipublikasikan lewat media sosial resmi Sekretariat Wakil PresidenFoto: Ausirio Sangga Ndolu/DW

Pada 11 November 2024, Kantor Wakil Presiden meluncurkan program Lapor Mas Wapres (LMW) sebagai jalur langsung antara masyarakat dan pemerintah. Program ini digadang menjadi kanal aspirasi yang cepat, transparan, dan lebih dekat dengan warga dibanding platform pengaduan lainnya. Dengan prinsip no wrong door policy, setiap laporan dijanjikan akan diterima dan ditindaklanjuti.

"Jadi, apa yang dilakukan ini adalah untuk memaksimalkan sebenarnya, bagaimana penyelenggara negara dapat mengelola pengaduan dari masyarakat secara sederhana, cepat, tepat, tuntas, dan terkoordinasi dengan baik,” ujar Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan Prita Laura di Istana Wakil Presiden, Jakarta. 

Meski terkesan baru, konsep ini sudah lebih dulu diterapkan oleh Gibran Rakabuming Raka lewat Lapor Mas Wali saat menjabat Wali Kota Solo. Bedanya, kini program serupa hadir di panggung nasional dengan skala dan sorotan yang jauh lebih besar.

Klaim keberhasilan program

Per Juli 2025, LMW diklaim telah menindaklanjuti 7.590 laporan dari berbagai daerah di Indonesia. Mayoritas laporan (72%) masuk lewat WhatsApp, sisanya melalui pertemuan langsung setelah pendaftaran di situs lapormaswapres.id. Data ini menunjukkan preferensi masyarakat terhadap akses yang cepat dan praktis. Kanal ini dirancang untuk menjembatani rakyat langsung ke istana, mencakup isu pendidikan, keuangan, sengketa tanah, hingga bantuan sosial.

Pemerintah menyebut sejumlah laporan telah diselesaikan dengan hasil nyata. Salah satunya dialami Jessica Cahyana, warga Jakarta Barat, yang kesulitan mengurus Sertifikat Hak Milik ibunya karena masa berlaku Hak Guna Bangunan telah habis. Dua minggu setelah melapor, tim LMW memanggil Jessica untuk tindak lanjut. Enam bulan kemudian, sertifikat resmi diterbitkan. Kisah ini dijadikan simbol keberhasilan sistem yang mampu menyelesaikan masalah warga secara konkret.

Keberhasilan LMW rutin dipublikasikan lewat media sosial resmi Sekretariat Wakil Presiden. Setiap minggu, konten menampilkan laporan yang telah ditindaklanjuti, infografik capaian, dan testimoni warga. Strategi ini menegaskan bahwa LMW bukan sekadar jalur aduan formal, melainkan kanal yang berdampak nyata pada pelayanan publik.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Realitas di lapangan

Meski pemerintah mengklaim keberhasilan Lapor Mas Wapres, kesaksian warga yang ditemui DW Indonesia menunjukkan sisi lain dari program ini. Sejumlah kasus serius bahkan tidak tercatat dalam laporan resmi.

Beberapa warga merasa laporan mereka diabaikan, dan program ini hanya menjadi ajang pencitraan. Rita Iryanti, warga Yogyakarta, mengaku telah berulang kali melapor terkait pengusiran paksa dan intimidasi yang dialaminya, namun tindak lanjut yang diterima belum memadai. "Saya punya kesan ini cuma pencitraan dan masalah saya tidak akan tuntas,” ujarnya.

Vanda Emasari dari Bandung menanti agar pemerintah bisa menemukan anaknyaFoto: Ausirio Sangga Ndolu/DW

Vanda Emasari dari Bandung juga mengalami kekecewaan. Ia berharap LMW bisa membantunya menemukan kembali putranya yang hilang lima tahun lalu. "Saya pikir hari itu juga anak saya dikembalikan, tapi sudah setahun belum juga bertemu,” tuturnya.

Selain respons lambat dan birokrasi rumit, beberapa warga menghadapi masalah baru: laporan mereka hilang dari sistem. Rita Iryanti, misalnya, baru diberitahu tujuh bulan setelah melapor bahwa aduannya tak tercatat. Ia harus mengulang proses dari awal, sambil menunggu kepastian yang dijanjikan.

Tak hanya itu, Rita juga mengalami kekeliruan data. NIK miliknya tertukar dengan orang lain. Ia khawatir data pribadinya disalahgunakan, sementara klarifikasi berjalan lambat. "Saya tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi, dan belum ada kejelasan soal perlindungan data saya,” ujarnya.

Kesalahan pencatatan dan lemahnya perlindungan data menambah beban warga, sekaligus mempertanyakan kesiapan sistem LMW dalam menjaga keamanan informasi pelapor.

Program ini juga tertutup dari peliputan media sejak dua bulan awal program ini berjalan. DW Indonesia, misalnya, sudah mengajukan permintaan wawancara untuk mendalami implementasi Lapor Mas Wapres, tetapi ditolak dengan alasan bahwa program masih dalam tahap evaluasi.

Pengamat: Perlu peninjauan ulang

Pengamat politik dari CSIS, Nicky Fahrizal, menilai Lapor Mas Wapres belum menunjukkan efektivitas nyata. Menurutnya, program ini perlu mandat khusus dari presiden agar wakil presiden bisa menindaklanjuti laporan secara langsung. Tanpa itu, aspirasi publik hanya akan menumpuk tanpa hasil konkret.

"Program ini harus ditinjau ulang. Direvisi. Jika wapres punya program seperti ini, ia harus diserahkan tugas yang khusus dari presiden untuk bisa mengeksekusi langsung. Jika itu tidak ada? Akan repot. Akan banyak laporan aspirasi, tapi kenyataannya enggak jelas,” kata Nicky.  

Ia juga mengingatkan bahwa tanpa perbaikan, klaim keberhasilan program bisa berubah menjadi gimik politik.

Editor: Hani Anggraini

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait