Kelompok IPT65 dan YPKP menyatakan sudah menyerahkan data-data kuburan massal pembantaian anti komunis kepada Komnas HAM. YPKP sendiri sudah mendata lokasi lebih dari 120 kuburan massal.
Iklan
Kelompok IPT65 dan YPKP sudah menyatakan data-data kuburan massal pembantaian anti komunis kepada Komnas HAM. YPKP sendiri sudah mendata lokasi lebih dari 120 kuburan massal.
Kelompok International People's Tribunal on 1965 Crimes Against Humanity (IPT65) dan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 menyatakan telah menyerahkan data-data tentang lokasi kuburan massal kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
YPKP juga menyerahkan data-data itu ke kantor Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Luhut Panjaitan. Tapi Menteri Luhut tidak menerima sendiri data-data itu. Menurut keterangan pejabat yang hadir, Menko Polhukam akan menemui kalangan keluarga korban minggu depan.
Daftar yang dibawa YPKP adalah hasil penelitian sejak tahun 2000. Kuburan massal itu terletak di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Flores dan Bali. Menurut catatan YPKP, korban yang dikubur massal hampir 14.000 orang.
Koordinator YPKP Bedjo Untung, yang juga penyintas pembantaian 1965 mengatakan, dokumentasi itu terkait lokasi 122 kuburan massal. Pendataan dilakukan dengan bantuan korban dan saksi, termasuk orang-orang yang menggali kuburan dan menguburkan mayat.
"Kami percaya ini hanya 2 persen dari jumlah korban seluruhnya," kata dia.
Dewan Pengarah IPT 1965 Reza Muharam ketika mendatangai kantor Menko Polhukam menerangkan, mereka sudah menyerahkan data-data lokasi kuburan massal ke Komnas HAM.
"Kami telah menyerahkannya ke Komnas HAM karena selayaknya begitu. Menko Polhukam tidak punya kewenangan atau dasar hukum untuk melakukan pendataan atau penggalian kuburan massal," kata Reza sebagaimana dikutip Kompas.com.
Sesuai UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang berhak memegang data-data tersebut adalah Komnas HAM, kata Reza. Sejak 2012, Komnas HAM telah menyerahkan hasil penyelidikan kasus Tragedi 1965 ke Kejaksaan Agung.
Ketika berkunjung ke Eropa, Presiden Jokowi menyaksikan aksi masyarakat menuntut pengungkapan pembantaian massal 1965-66 dan represi selanjutnya di bawah rezim Orde Baru. Jokowi juga menerima petisi tuntutan rekonsiliasi dari pihak korban. Dia lalu meminta Menko Polhukam Luhut Panjaitan mencari data-data soal kuburan massal.
Menurut para sejarahwan, sedikitnya 500.000 orang dibunuh setelah sekelompok perwira menculik dan membunuh enam jendral militer tanggal 30 September 1965.
Suharto - Jalan Darah Menuju Istana
Demi menyingkirkan Soekarno, Suharto menunggangi pergolakan di tanah air dan mengorganisir pembantaian jutaan pendukung PKI. Dia sebenarnya bisa mencegah peristiwa G30S, tetapi memilih diam, lalu memanfaatkannya.
Foto: picture-alliance/dpa
Prajurit Tak Bertuan
Suharto banyak berurusan dengan pemberontakan Darul Islam selama meniti karir militernya. Pasca kemerdekaan ia juga aktif memberantas kelompok kiri di antara pasukannya. Tahun 1959, ia nyaris dipecat oleh Jendral Nasution dan diseret ke mahkamah militer oleh Kolonel Ahmad Yani karena meminta uang kepada perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah. Namun karirnya diselamatkan oleh Jendral Gatot Subroto.
Foto: picture alliance/United Archives/WHA
Dua Musuh di Bawah Bayang Soekarno
Seperti banyak prajurit yang lain, Suharto mencurigai kedekatan Soekarno dan pimpinan Partai Komunis Indonesia (dalam gambar D.N. Aidit). Terutama sejak pemberontakan komunis di Madiun 1948, eksistensi PKI sangat bergantung pada dukungan Soekarno. Tanpanya PKI akan lumat oleh tentara. Permusuhan ABRI dan PKI tidak cuma beraroma politis, melainkan juga dipenuhi unsur kebencian.
Foto: picture-alliance/United Archives/TopFoto
Bibit Perpecahan
Suharto sibuk membenahi karir ketika permusuhan ABRI dan PKI mulai memanas. Buat mencegah PKI memenangkan pemilu dan menguasai pemerintahan, ABRI yang saat itu dipimpin duet Ahmad Yani dan A.H. Nasution mengajukan mosi menjadikan Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Saat itu, konstelasi politik sudah mulai bergeser: Soekarno tidak lagi melihat ABRI sebagai sekutu utamanya, melainkan PKI.
Foto: AFP/Getty Images
Berkaca Pada Tiongkok
Meniru gerakan kaum komunis di Tiongkok, PKI berupaya memperluas kuasa dengan niat mempersenjatai petani dan praktik land reform. Soekarno menyetujui yang kedua dengan mengesahkan UU Pokok Agraria 1960. Tiga tahun kemudian, PKI melakukan aksi sepihak dengan merebut tanah milik para Kyai di Jawa dan membagikannya pada petani miskin. Langkah itu menciptakan musuh baru buat PKI, yakni kelompok Islam.
Foto: AP
Sikap Diam Suharto
Enam jam sebelum peristiwa G30S, Kolonel Abdul Latief mendatangi Soeharto buat mengabarkan perihal rencana Cakrabirawa menculik tujuh Jendral. Latief saat itu mengira, Suharto adalah loyalis Soekarno dan akan memberikan dukungan. Kesaksian Latief menyebut, Suharto cuma berdiam diri. Setelah peristiwa penculikan jendral, Suharto yang menjabat Panglima Kostrad lalu mengambil alih komando ABRI.
Foto: picture-alliance/dpa
Kehancuran PKI, Kebangkitan Suharto
Pada 30 September, pasukan pengamanan Presiden, Cakrabirawa, mengeksekusi tujuh dari 11 pimpinan ABRI yang diduga kuat ingin mengkudeta Soekarno. Suharto lalu memerintahkan pembubaran PKI dan penangkapan orang-orang yang terlibat. Letnan Kolonel Untung, komandan Cakrabirawa yang sebenarnya kenalan dekat Suharto dan ikut dalam operasi pembebasan Irian Barat, ditangkap, diadili dan dieksekusi.
Foto: AP
Demo dan Propaganda
Pergerakan Suharto setelah G30S semata-mata diniatkan demi melucuti kekuasaan Soekarno. Ia antara lain mengirimkan prajurit RPKAD buat menguasai Jakarta, termasuk Istana Negara. Panglima Kostrad itu juga lihai menunggangi sikap antipati mahasiswa terhadap Sukarno yang dimabuk kuasa. Saat Soekarno bimbang ihwal keterlibatan PKI dalam G30S, mahasiswa turun ke jalan menuntutnya mundur dari jabatan.
Foto: Getty Images/C. Goldstein
Malam Pogrom, Tahun Kebiadaban
Di tengah aksi demonstrasi mahasiswa di Jakarta, ABRI memobilisasi kekuatan buat memusnahkan pendukung PKI di Jawa dan Bali. Dengan memanfaatkan kebencian kaum santri dan kelompok nasionalis, tentara mengorganisir pembunuhan massal. Jumlah korban hingga kini tidak jelas. Pakar sejarah menyebut antara 500.000 hingga tiga juta orang tewas. Tidak semuanya simpatisan PKI.
Foto: Carol Goldstein/Keystone/Getty Images
Eksekusi Disusul Eksodus
Selain menangkap dan mengeksekusi, massa dikerahkan menghancurkan toko-toko, kantor dan rumah milik mereka yang diduga pendukung komunis. Sebagian yang mampu, memilih untuk mengungsi ke luar negeri. Termasuk di antaranya Sobron, adik kandung pimpinan PKI D.N. Aidit yang hijrah ke Tiongkok dan lalu ke Perancis dan bermukim di sana hingga wafat tahun 2007.
Foto: Carol Goldstein/Keystone/Getty Images
Kelahiran Orde Baru
Setelah peristiwa G30S, Suharto yang notabene telah menjadi orang nomor satu di kalangan militer, membiarkan Soekarno berada di jabatannya, sembari menata peralihan kekuasaan. Selama 18 bulan, Suharto menyingkirkan semua loyalis Soekarno dari tubuh ABRI, menggandeng parlemen, mahasiswa dan kekuatan Islam, serta mengakhiri konfrontasi Malaysia. Kekuasaan Soekarno berakhir resmi di tangan MPRS.