Sebuah video dari pulau liburan mewah Sylt memperlihatkan anak-anak orang kaya meneriakkan slogan Nazi dan menyanyikan lagu bernada xenofobia. Apakah anak-anak orang kaya cenderung antidemokrasi?
Iklan
Kehebohan akibat video rasis berdurasi 15 detik yang disebut "menjijikkan" oleh Kanselir Jerman Olaf Scholz dan oleh Menteri Dalam Negeri Federal Nancy Faeser disebut "aib bagi Jerman" terus berlanjut hingga minggu kedua.
Video tersebut memperlihatkan sejumlah anak muda dengan pakaian kasual menari dan bernyanyi: "Jerman untuk orang Jerman, orang asing keluar." Semua itu mereka nyanyikan dengan lagu pesta yang pernah hit 20 tahun lalu berjudul L'amour toujours.
Salah satu dari mereka memberi hormat ala Hitler sambil memegang dua jari di antara bibir atas dan hidungnya seolah meniru kumis diktator Nazi tersebut.
Video tersebut direkam minggu lalu di Pony Club di Pulau Sylt, sebuah pulau di Laut Utara yang sering dikunjungi oleh wisatawan berkantong tebal.
Sejak video tersebut beredar di media sosial, semakin banyak insiden ekstremisme sayap kanan terungkap di pulau itu. Polisi kini juga sedang menyelidiki serangan verbal dan fisik terhadap seorang perempuan kulit hitam berusia 29 tahun.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Mereka yang ditampilkan dalam video tersebut juga kini menghadapi penyelidikan kriminal. Anak-anak muda ini kemungkinan diancam dengan pasal "penghasutan untuk melakukan kebencian" dengan hukuman penjara minimal tiga bulan dan maksimal lima tahun.
Sementara, penggunaan simbol dan mimik tubuh dari organisasi yang tidak konstitusional, seperti penghormatan Hitler, dapat diancam dengan hukuman penjara hingga tiga tahun.
Dalam upaya menjelaskan kejadian tersebut, Faeser dan politisi lainnya menyatakan bahwa pelakunya mungkin adalah orang-orang kaya yang mengalami penelantaran saat masih anak-anak dan sekarang "menginjak-injak nilai-nilai dalam Undang-Undang Dasar kita."
Iklan
Orang kaya cenderung antidemokrasi?
Istilah Wohlstandsverwahrlosung telah banyak dibicarakan. Istilah ini mengacu pada anak-anak orang kaya yang tumbuh di dunia yang penuh dengan kelimpahan materi, namun mereka itu secara mental dan psikologis sangat labil. Mereka punya pilihan yang tidak terbatas, tidak pernah mengalami tekanan untuk mencari nafkah bagi diri sendiri dan diabaikan oleh orang tua mereka.
Saat dewasa, anak-anak yang tumbuh dengan cara ini menunjukkan rasa berhak atas status sosial yang lebih tinggi. Kekayaan yang dimiliki memungkinkan mereka untuk menuruti apa pun keinginan mereka tanpa harus memikirkan konsekuensi atau tanggung jawab.
Sebaran ekstremisme di masyarakat Jerman
Psikolog sosial Pia Lamberty dari CeMAS, sebuah organisasi nirlaba yang memantau penyebaran ideologi konspirasi, mengatakan insiden Sylt adalah bukti adanya sikap ekstremis sayap kanan dan xenofobia di semua lapisan masyarakat.
"Perhatian media berkaitan dengan fakta, bahwa peristiwa ini tidak terjadi di lokasi klise sayap kanan di negara bagian Sachsen (yang merupakan kubu sayap kanan), di sebuah pub atau klub malam biasa, melainkan di tempat orang-orang kaya dan terkenal berada," katanya kepada kantor berita Jerman, dpa.
Melawan Rasisme Lewat Kartun
Dari Turki, Iran hingga Belgia, kartunis dari seluruh dunia menjadikan karyanya sebagai sikap menentang diskriminasi ras.
Foto: -
Dunia penuh warna bagi semua
Dalam dunia penuh warna, beberapa orang selalu kalah. Ini yang digambarkan oleh kartunis Korea Selatan Young Sik Oh. Manusia belum berhasil memberantas rasisme yang merajalela. Diskriminasi tak hanya bagi orang berkulit gelap saja, namun kaum homoseksual, wanita atau pemeluk agama lain mengalaminya, tergantung lingkungan Anda di dunia.
Kamu bisa menggunakan lebih banyak warna
Kartun karya German Peer Wedderwille menampilkan dua burung hitam bertengger di dahan pohon, di atas lanskap hitam-putih yang suram. Sambil mengamati burung warna-warni di dahan seberangnya, burung hitam mengatakan pada burung pendatang dari visualnya saja sudah tidak sesuai.
Foto: -
Komponis rasis
“Ebony dan Ivory hidup bersama dalam harmoni yang sempurna, berdampingan di tuts pianoku, Ya Tuhan, kenapa kita tidak?” menirukan mantan personel The Beatle Paul McCartney dalam lagu terkenal “Ebony dan Ivory.” Kim Duchateau asal Belgia tentunya menanyakan hal yang sama pada dirinya saat menggambar kartun ini. Seorang pianis harus tahu, tanpa harmoni tuts hitam dan putih, hanya ada hiruk pikuk.
Ironi lagu kebangsaan Eropa
Lagu “Ode to Joy” dikenal di seluruh dunia: ditulis oleh penyair Friedrich Shciller, 1785, lalu Ludwig van Beethoven membuatnya jadi musik simfoni ke-9-nya. Telah jadi lagu resmi Uni Eropa sejak 1985. Kartun buronan yang terjebak dalam bar lagu menyerupai kawat berduri, kontras dengan kalimat “semua orang akan menjadi saudara,” menggambarkan perlakuan pengungsi di perbatasan Eropa.
Penyambutan bersyarat
Banyak alasan orang meninggalkan negaranya: perang, penindasan dan kemiskinan. Namun, pengungsi ini jarang diterima di negara lain. Mereka berusaha menuju “tanah yang menjanjikan” secara ilegal, berjalan kaki atau menggunakan perahu karet. Kartun Jan Tomaschoff menggambarkan negara yang katanya terbuka menerima pengungsi tetapi memilih-milih siapa yang layak datang.
Fasad sipil
Masyarakat demokratis dilarang bertindak rasis atau diskriminatif dalam konstitusi. Namun, beberapa orang yang terlihat “terhormat” menyembunyikan ide-ide sayap kanan di balik fasad manusia biasa, tergambar dalam kartun Bern Phlenz. Terlihat dalam kepala seorang peria berjas, ada pria lebih kecil dengan gaya skinhead, memegang tongkat bisbol, mengintip, seolah-olah matanya adalah lubang intip.
Foto: -
Kelompok rahasia yang rasis
Kartun karya Saaed Sadeghi, Iran, tampikan jejeran pensil, namun ada satu yang bertudung putih runcing lengkap dengan mata: merupakan pakaian Ku Klux Klan. Kelompok rahasia ini tidak terima kenyataan bahwa sistem perbudakan dihapuskan di AS setelah Perang Saudara Amerika (1861-1865). Anggotanya secara terencana memburu orang kulit hitam, yahudi, komunis dan homoseksual.
Penghormatan untuk Rosa Parks
Seniman AS Loren Fishman hormati ikon kulit hitam Amerika, Rosa Parks, dalam melawan segregasi ras. Dia ditangkap karena menolak menyerahkan kursinya di bus untuk penumpang kulit putih. Hampir 70 tahun, rasisme jadi isu utama di AS. Kartun ini, seorang perempuan kulit hitam berdiri di depan mesin cuci dengan pilihan mencuci warna dan putih, serta berpikir: “Persetan dengan ini…”
Hidup ini penuh warna
Keberagaman membuat hidup penuh warna. Kartunis Guido Kühn mengilustrasikan ini dalam “Gadis dengan Anting Mutiara” dari lukisan terkenal Johannes Vermeer. Di gambar ini, kecantikan “Mona Lisa dari Utara” terlihat dengan tiga perempuan lainnya tersenyum dengan warna kulit yang berbeda. Tulisan di bawahnya menjelaskan semuanya.
Foto: -
Pelukan yang utopis
Kartunis Turki, Burak Eergin, serukan toleransi yang lebih besar di masyarakat. Sementara rekaman polisi memukuli demonstran sering jadi berita utama. Dalam kartun ini, petugas polisi dan demonstran membawa bunga dan saling berpelukan. Namun, kenyataannya berbeda, kartun ini hanya keinginan utopis untuk keharmonisan.
Warna di dunia
Di Brasil, negara asal kartunis Freelah, ada istilah “warna etno”, begitu sebutnya. Orang dari berbagai negara telah menikah dengan penduduk asli di sini, dan orang Brasil dengan berbagai warna kulit merupakan kekayaan budaya negara itu. Namun rasisme terhadap orang kulit hitam atau gelap menjadi kebiasaan di sini.
Yin dan Yang
Rasisme mungkin tidak akan jadi masalah jika masyarakat menghayati prinsip Cina, yin dan yang: dua kekuatan berlawanan yang saling tarik menarik, namun tak ada yang lebih unggul satu sama lain. Mereka seimbang dan tidak terpisahkan sebagai dua bagian dari satu kesatuan, bersatu dalam harmoni. Kartunis Kuba, Miguel Moraloes dengan jelas menyerukan “katakan tidak pada rasisme.” (mh/hp)
12 foto1 | 12
Pulau Sylt, khususnya kota kecil Kampen yang berpenduduk 500 jiwa, telah menjadi destinasi liburan anak muda pecinta pesta dari keluarga kaya selama bertahun-tahun. Para pemimpin bisnis dan selebriti membeli rumah liburan di seluruh pulau itu. Di sana, harga hotel dan real estate sangatlah tinggi, begitu pula harga makanan dan minuman.
Penduduk Kampen sangat terkejut atas insiden ini. Manajer Pony Club dikatakan telah menerima ancaman pembunuhan. Politisi lokal khawatir akan reputasi baik pulau tersebut. Wali Kota Stefanie Böhm berkata, "Kampen adalah desa kosmopolitan. Orang-orang ini tidak mewakili desa maupun pulau tersebut."
Penyelenggara festival di seluruh Jerman mengatakan mereka telah melarang pemutaran lagu L'amour toujours di acara mereka. (ae/as)