1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Debat Panas Imigrasi dan Integrasi di Jerman

19 Oktober 2010

Jerman membuat kesalahan dalam integrasi warga pendatang. Kanselir Jerman Angela Merkel harus berani menanggung ongkos yang mahal bagi debat imigrasi dan integrasi tsb.

Sebuah simbol integrasi, perempuan Turki berjilbab sedang belajar bahasa Jerman.Foto: dpa


Debat panas mengenai integrasi imigran di Jerman menjadi topik komentar dalam tajuk harian internasional.

Harian konservatif Inggris Daily Telegraph yang terbit di London dalam tajuknya berkomentar : Pernyataan kanselir Jerman, Angela Merkel bahwa percobaan membangun masyarakat multi budaya di Jerman telah gagal, memicu perdebatan panas. Apa yang disebut warga Jerman sebagai konsep multi-kulti, mengarahkan para imigran pada pendapat yang keliru, bahwa mereka tidak perlu melakukan integrasi, tidak perlu belajar bahasa atau tidak perlu mengakui adat istiadat dan tata cara di negara barunya. Tapi sebagian juga kesalahan warga Jerman sendiri. Jutaan warga Turki yang datang dalam kerangka program pekerja tamu, tidak disambut sebagaimana layaknya. Banyak yang diberi izin tinggal tetap, namun tidak diterima sepenuhnya sebagai warga Jerman. Ini sebuah tema diskusi, yang biasanya dihindari oleh para pimpinan politik. Mungkin Merkel harus membayar mahal ongkosnya. Tapi jika tidak, alternatif lain hanyalah menyerahkan debat integrasi itu ke tangan kelompok ekstrimis.

Harian konservatif Swedia Svenska Dagbladet yang terbit di Stockholm berkomentar : Angela Merkel tidak ingin menyiram minyak ke api yang menyala dalam debat mengenai imigrasi dan integrasi. Ia berusaha menenangkan dan mencari format yang konstruktif. Bahwa Merkel mempermasalahkan gagasan masyarakat multi budaya, sebenarnya hal itu tidak mengejutkan. Namun pernyataan itu kedengarannya menjadi amat buruk di telinga banyak orang, gara-gara pernyataan sebelumnya dari PM negara bagian Bayern, Horst Seehofer yang menyebutkan, Jerman hendaknya tidak menjadi negara tujuan imigrasi. Poin terpenting dari pernyataan Merkel adalah, bukan menonjolkan permasalahannya, melainkan bagaimana orang belajar hidup bersama dengan lebih baik di Jerman. Diharapkan campuran realitas dan idealisme Merkel, bagi para pemilih jauh lebih menarik, ketimbang populisme dari Seehofer.

Harian Belanda De Volkskrant yang terbit di Amsterdam berkomentar : Angela Merkel mengakui masyarakat multi budaya di Jerman telah gagal. Kini Merkel melegitimasi perdebatan menyangkut tema yang amat peka tsb. Dengan itu, ia hendak mencegah bahwa sebuah partai baru yang berhaluan lebih kanan, dapat memperoleh penegasan bagi eksistensinya, berdasarkan masalah integrasi. Gambaran mengenai tampilnya partai keenam yang berhaluan ekstrim kanan seperti partai kebebasan yang anti Islam di Belanda, di dalam parlemen Jerman-Bundestag, bagi kebanyakan warga Jerman merupakan tema yang tidak nyaman.

Terakhir harian Jerman Süddeutsche Zeitung yang terbit di München berkomentar: Negara tetangga yang kritis bertanya, apa yang hendak dituju Jerman kali ini? Sebab tidak ada jadwal pemilu aktual, dan kanselir Merkel juga tidak diancam kudeta. Juga tidak ada partai radikal kanan yang merebak akibat debat integrasi yang dipimpin secara serampangan. Jawabannya senada. Partai Uni Kristen dengan cara ini mencoba keluar dari rendahnya popularitas dalam jajak pendapat. Retorika yang kasar merupakan kalkulasi, kanselir Merkel menjawab apa yang diharapkan kelompok kanan. Amat sederhana dan amat murahan. Dengan itu para pengritik di Eropa juga benar, walaupun juga banyak diantaranya hanya ingin mengalihkan perhatian dari permasalahan sendiri. Nicolas Sarkozy, Christian Strache atau Geert Wildes kini memberi salam hangat.

AS/AR/dpa/afpd