Apa Definisi Genosida Menurut Hukum Internasional?
Sonia Phalnikar
9 November 2023
Banyak orang sembarangan menggunakan istilah genosida untuk konflik bersenjata dengan ribuan korban tewas, misalnya sekarang dalam konflik Israel-Hamas. Padahal definisi genosida sangat sempit.
Iklan
Ukraina mengklaim bahwa pemindahan ribuan anak dari Ukraina òleh Rusia sejak invasi pada Februari 2022 adalah "kejahatan genosida.” Dalam konflik saat ini antara Israel dan kelompok militan Hamas, beberapa pihak juga menuduh Israel melakukan upaya genosida. Namun apa sebenarnya yang dimaksud dengan genosida, dan kapan istilah tersebut dapat diterapkan?
Istilah genosida pertama kali diciptakan untuk kejahatan Nazi terhadap orang Yahudi selama Perang Dunia II. Pengacara Yahudi-Polandia Raphael Lemkin mengemukakan istilah tersebut untuk bukunya yang diterbitkan tahun 1944, "Axis Rule in Occupied Europe". Holocaustadalah peristiwa pembunuhan sistematis terhadap orang Yahudi oleh Nazi Jerman yang dilakukan Hitler. Raphael Lemkin berkampanye agar genosida diakui sebagai kejahatan berdasarkan hukum internasional dan kemudian ditetapkan dalam Konvensi Genosida Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948, yang mulai berlaku pada tahun 1951.
Pasal Dua Konvensi itu mendefinisikan genosida sebagai tindakan apa pun yang "dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, suatu kelompok bangsa, etnis, ras atau agama.” Menurut definisi PBB, genopsida dapat mencakup pembunuhan, menimbulkan luka serius baik fisik atau mental atau kondisi yang mengancam jiwa, tindakan untuk mencegah kelahiran dan pemindahan paksa anak-anak.
Auschwitz - Menengok Kekejaman Sebuah Kamp
Kamp konsentrasi Auschwitz berhasil dibebaskan pasukan Soviet, 27 Januari 1945. Sejak tahun 1996, tanggal ini dijadikan sebagai hari peringatan bagi para korban kekejaman Nationalsozialismus (Nazi).
Foto: AP
Pembebasan
75 tahun lalu, Tentara Merah berhasil membebaskan kamp konsentrasi dan kamp pemusnahan Auschwitz-Birkenau. Antara tahun 1940-1945, lebih dari satu juta orang, kebanyakan warga Yahudi, tewas dibunuh di kamp ini. Ketika tentara Soviet membebaskan kamp, mereka hanya menemukan sekitar 7000 orang yang selamat. Tampak dalam foto yang diambil Januari 1945, tiga orang penghuni kamp yang berhasil selamat.
Foto: AP
Hampir Mati Kelaparan
10 hari sebelum Tentara Merah membebaskan kamp ini, Nazi menggiring sekitar 60 ribu tawanan, dengan apa yang disebut Todesmarsch atau Mars Kematian, ke kamp lain. Mereka yang tinggal di kamp adalah para tahanan yang kondisinya telah lemah akibat kelaparan.
Foto: AP
Tahanan Anak
Nazi menahan sekitar 232 ribu anak-anak di Auschwitz-Birkenau. Kebanyak dari mereka adalah anak-anak keturunan Yahudi. Selain itu terdapat juga anak-anak Roma, anak-anak yang dikirim dari Polandia, Rusia dan Ukraina. Saat ini, masih hidup sekitar 300 anak dari 2000 anak yang berhasil diselamatkan 70 tahun lalu.
Foto: AP
Sinisme Nazi
"Arbeit macht frei“ atau terjemahan harfiahnya "Kerja Dapat Membebaskan“, semboyan yang terpampang di depan gerbang utama kamp konsentrasi Auschwitz I. Tahun 2009, plang tulisan asli di gerbang ini telah dicuri, dan diganti dengan satu replika. Plang asli yang berhasil ditemukan kembali kini disimpan di museum.
Foto: AP
Holocaust
Auschwitz-Birkenau merupakan kamp konsentrasi dan kamp pemusnahan terbesar yang dibangun Nazi. Dan kamp ini merupakan satu-satunya yang berhasil dipertahankan kondisinya sesuai dengan kondisi ketika kamp ini dibebaskan tahun 1945 – atau seperti tampak dalam foto yang dibuat tahun 1946.
Foto: AP
Tugu Peringatan Asli
Untuk mempertahankan kamp ini sebagai tugu peringatan, Polandia telah membentuk satu yayasan. Jerman telah menjanjikan 120 juta Euro dana yang dibutuhkan, sehingga pekerjaan pemeliharaan dapat terus dilaksanakan dalam tahun-tahun mendatang. Foto yang diambil tahun 1958 memperlihatkan gudang penyimpanan di balik pagar listrik tegangan tinggi
Foto: AP
Pembunuh
Salah satu dari 116 foto langka para petinggi Nazi di Auschwitz ini diambil pada tahun 1944. Richard Bär, yang sejak Mei 1944 memegang komando tertinggi di Auschwitz, di sebelahnya, Dr. Josef Mengele, komandan di Birkenau, Josef Kramer (tertutup wajahnya), serta mantan komandan Auschwitz Rudolf Höß. Pria paling kanan tidak diketahui identitasnya.
Foto: AP
Fotografer
Wilhelm Brasse berusia 25 tahun ketika tiba sebagai tahanan politik di Auschwitz. Atas perintah SS, ia membuat foto dari sekitar 40 ribu tahanan. Ia pun diharuskan mendokumentasikan eksperimen medis brutal yang dilakukan Dr. Mengele. Akibat trauma, setelah perang berakhir, tidak pernah sekalipun menyentuh kamera lagi. Kisah Brasse diabadikan dalam satu film Polandia berjudul "Potrecista“.
Foto: dpa
Seleksi
Foto dari tahun 1944 yang kini tersimpan di Museum Yad Varshem ini memperlihatkan para perempuan dan anak-anak, yang dipisahkan dari kelompok laki-laki. Mereka sedang menjalani psores ‚penyeleksian, ketika tiba di Auschwitz-Birkenau.
Foto: AP
Kerja Rodi
Mereka yang lolos dari 'seleksi’ diharuskan melakukan kerja yang berat. Tampak dalam foto, para perempuan yang lolos seleksi berdiri dalam antrian untuk menerima perintah kerja.
Foto: AP
Barak Perempuan
Kelaparan dan kedinginan merupakan keseharian yang harus dijalani para perempuan penghuni kamp di Birkenau. Mereka ditempatkan dalam barak terpisah di lokasi kamp.
Foto: dpa
Warisan Holocaust
Di area kamp Auschwitz seluas hampir 200 hektar terdapat 300 barak tahanan. Banyak bagian dari kamp konsentrasi Auschwitz yang sampai sekarang tetap terpelihara keasliannya dan dijadikan sebagai tugu peringatan serta museum kekejaman Holocaust. Museum ini juga dijadikan pusat penelitian Holocaust.
Foto: dpa
Krematorium
Auschwitz-Birkenau memiliki enam kamar gas serta empat krematorium. Rasa kengerian masih dapat dirasakan para pengunjung ketika melihat bekas oven pembakaran jenazah ini. Banyak tahanan dari seluruh Eropa dibunuh pada hari kedatangan mereka dan jenazah mereka dibakar di tempat ini.
Foto: AP
Rencana Pemusnahan
Salinan asli dari rencana pembangunan kamp konsetrasi dan kamp pemusnahan Auschwitz tahun 1941 dan 1942. Salinan asli ini kini disimpan di Museum Holocaust Yad Vaschem di Yerusalem. Dalam salinan ini digambarkan berapa besar dan di mana saja akan dibangun kamar gas dan oven pembakaran korban. Salinan ini ditemukan pada tahun 2008 di sebuah apartemen di Berlin.
Foto: AP
14 foto1 | 14
Siapa yang bisa dituntut, dan bagaimana pembuktiannya?
Konvensi Genosida PBB menyatakan bahwa setiap orang dapat dituntut dan dihukum karena genosida, termasuk para pemimpin terpilih. Mahkamah Kriminal InternasionalICC di Den Haag mempunyai mandat untuk menyelidiki dan mengadili genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Siapa pun yang melakukan, memerintahkan, membantu, dan bahkan menghasut genosida dapat dituntut.
Iklan
"Seringkali istilah genosida digunakan secara longgar dalam bahasa umum oleh masyarakat untuk merujuk pada kejahatan terbesar dan paling parah, karena kedengarannya jauh lebih buruk daripada kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata Valerie Gabard, pakar hukum internasional yang tinggal di Den Haag kepada DW.
"Tetapi, secara hukum, definisi genosida sangat sempit,” katanya. "Bukan masalah jumlah yang menentukan apakah terjadi genosida atau tidak. Niat untuk memusnahkan secara fisik suatu kelompok adalah kriteria utama kejahatan ini.”
Namun para ahli mengatakan membuktikan "niat khusus" itu tidak mudah, karena seringkali tidak ada bukti langsung. "Masalahnya… kemungkinan besar pelakunya tidak akan mengakuinya di pengadilan secara langsung,” kata William Schabas, profesor Hukum Internasional di Universitas Middlesex di London kepada DW.
"Jadi pengadilan harus menyimpulkan niat para pelaku berdasarkan tindakan mereka. Jadi, Anda harus mengandalkan bukti tidak langsung. Dan aturannya adalah bahwa hal itu harus dilakukan tanpa keraguan. Di situlah hal ini menjadi lebih sulit."
Valerie Gabard, yang pernah bekerja di pengadilan pidana internasional untuk Kamboja, Rwanda dan bekas Yugoslavia, mengatakan penuntutan atas genosida perlu waktu sangat lama. "Ini membutuhkan waktu yang sangat lama, juga karena skala kejahatannya,” ujarnya.
Pembantaian Rwanda
Pembantaian di Rwanda tahun 1994 masih meninggalkan jejak kengerian hingga saat ini. Lebih dari 800.000 suku Tutsi dan Hutu moderat dibantai oleh ekstremis Hutu.
Foto: Timothy Kisambira
Sinyal genosida
Pada tanggal 6 April 1994, sebuah rudal ditembakkan ke pesawat Presiden Rwanda Juvenal Habyarimana, saat mendekati ibukota Kigali. Habyarimana, rekannya dari Burundi dan delapan penumpang lainnya tewas. Keesokan harinya, mulai terjadi pembantaian yang berlangsung selama tiga bulan. Setidaknya 800.000 warga Rwanda tewas akibat pembantaian itu.
Foto: AP
Target pembunuhan
Setelah pembunuhan terhadap presiden, ekstremis Hutu membunuhi minoritas Tutsi dan Hutu yang moderat. Pembunuhan sudah dipersiapkan dengan baik dan sengaja dilakukan sebagái bentuk perlawanan. Korban pertama pada tanggal 7 April di antaranya adalah salah satu Perdana Menteri Agathe Uwiringiymana.
Foto: picture-alliance/dpa
Penyelamatan orang asing
Sementara pembunuhan terus berlangsung, pasukan khusus Belgia dan Perancis mengevakuasi sekitar 3.500 orang asing. Tanggal 13 April, pasukan Belgia menyelamatkan tujuh karyawan Jerman dan keluarga mereka dari stasiun penyiaran Deutsche Welle di Kigali. Hanya 80 dari 120 karyawan lokal yang bertahan hidup dalam aksi genosida itu.
Foto: P.Guyot/AFP/GettyImages
Seruan pertolongan
Petunjuk pemusnahan Tutsi yang terencana, tercium komandan penjaga perdamaian Kanada Romeo Dallaire sejak awal tahun 1994. Hal itu dikenal sebagai "Faks Genosida', yang menjadi pesan tertanda tanggal 11 Januari kepada PBB namun PBB tidak menanggapinya.
Foto: A.Joe/AFP/GettyImages
Media sebarkan kebencian
Stasiun radio Mille Collines (RTLM) dan surat kabar mingguan Kangura menghasut rasa kebencian terhadap Tutsi. Sekitar tahun 1990, Kangura menerbitkan "Sepuluh Perintah Hutu" yang berbau rasisme. Dengan musik pop dan laporan olahraga Radio Mille Collines menyerukan perburuan dan pembunuhan Tutsi.
Foto: IIPM/Daniel Seiffert
Pengungsi di hotel
Di Kigali, Paul Rusesabagina menyembunyikan lebih dari 1.000 orang di Hotel Des Mille Collines. Setelah manajer hotel tersebut meninggalkan negara itu, Rusesabagina mengambil alih jabatan. Dengan banyaknya alkohol dan uang, dia dapat menahan milisi Hutu untuk tak membunuh para pengungsi.
Foto: Gianluigi Guercia/AFP/GettyImages
Pembantaian di gereja-gereja
Bahkan gereja-gereja, di mana banyak orang mencari perlindungan, tidak mampu menghentikan aksi pembunuh. Sekitar 4.000 pria, perempuan dan anak-anak dibunuh di gereja Ntarama dekat Kigali, baik dengan kapak, pisau dan parang. Kini gereja itu menjadi salah satu dari banyak monumen. Tengkorak dan tulang manusia digantung dan lubang peluru di dinding mengingatkan pernah terjadinya genosida.
Foto: epd
Arus pengungsi
Selama aksi pembunuhan berlangsung, jutaan warga Tutsi dan Hutu melarikan diri ke negara-negara tetangga: Tanzania, Zaire dan Uganda. Dua juta pengungsi lari ke Zaire. Mantan anggota tentara dan mendirikan Pasukan Demokratik untuk Pembebasan Rwanda (FDLR) dan menyebabkan ketidakamanan di Kongo Timur.
Foto: picture-alliance/dpa
Patroli pemberontak
Di depan Gereja Keluarga Kudus di Kigali, pada tanggal 4 Juli 1994, pemberontak RPF berpatroli. Mereka telah menguasai sebagian besar wilayah dan pelaku pembunuhan melarikan diri. Namun aktivis hak asasi manusia mengeluhkan, bahwa para pemberontak juga melakukan kejahatan dan sampai sekarang lepas dari hukum.
Foto: Alexander Joe/AFP/GettyImages
Akhir genosida
Mayor Jenderal Paul Kagame, pemimpin RPF, pada 18 Juli 1994 mendeklarasikan bahwa perang melawan pasukan pemerintah berakhir. Para pemberontak menguasai ibukota dan kota-kota besar lainnya. Pertama-tama, mereka menetapkan pemerintahan sementara. Sejak tahun 2000, Kagame menjadi presiden Rwanda.
Foto: Alexander Joe/AFP/GettyImages
Luka permanen
Genosida berlangsung kira-kira selama tiga bulan lamanya. Para korban biasanya dibunuh secara brutal dengan parang. Tetangga membunuh tetangga. Tubuh atau bagian tubuh dari bayi, anak-anak, orang dewasa dan orang-orang tua terhampar di jalan-jalan. Tak ada satupun keluarga yang tak mengalami luka batin karena anggota keluarganya menjadi korban. Luka itu menjadi memori terjadinya genosida.
Foto: Timothy Kisambira
11 foto1 | 11
Genosida atau tidak?
Pada tahun 2021, pemerintah AS, Kanada, dan Belanda menuduh Cina melakukan genosida terhadap masyarakat Uighur di Xinjiang, sementara beberapa negara lain mengeluarkan resolusi parlemen yang melontarkan tuduhan yang sama. Tetapi banyak ahli tidak sepakat.
Setelah peristiwa genosida Yahudi oleh Nazi Jerman, hingga saat ini ada dua kasus yang disepakati sebagai peristiwa genosida, yaitu genosida tahun 1994 di Rwanda, di mana sekitar 800.000 orang Tutsi dan Hutu terbunuh, dan pembantaian tahun 1995 di Srebrenica. Sedangkan mengenai pembunuhan massal oleh Khmer Merah di Kamboja pada tahun 1970an, yang di Kamboja juga disebut genosida, ada perbedaan pendapat di kalangan para ahli. Faktanya, banyak korban Khmer Merah menjadi sasaran karena status politik atau sosial mereka – sehingga menempatkan kasus itu di luar definisi genosida PBB.
"Kami memiliki definisi hukum mengenai genosida yang digunakan dalam kasus-kasus di Mahkamah Internasional dan dalam putusan pengadilan Rwanda. Kami memiliki hukum yang sangat jelas mengenai apa itu genosida.” kata William Schabas. "Tetapi kemudian ada upaya-upaya untuk menggunakan label genosida yang tidak sesuai dengan definisi hukum genosida, baik itu dengan Uighur di Tiongkok atau perang di Ukraina,” pungkasnya.