Demi Efisiensi, Uni Eropa Akan Bentuk Kantor Pusat Suaka
30 Juni 2021
Kantor Pusat Suaka Uni Eropa akan didirikan untuk membuat prosedur permohonan suaka menjadi lebih efisien dan seragam. Selama ini, setiap negara anggota Uni Eropa punya aturan dan prosedur sendiri-sendiri.
Iklan
Parlemen Eropa dan Dewan Eropa hari Selasa (29/06) sepakat untuk membentuk Kantor Pusat Suaka Uni Eropa, yang akan meningkatkan dan menggantikan Kantor Dukungan Suaka EASO.
Badan baru ini dimaksudkan untuk membuat pemrosesan permohonan suaka ke Uni Eropa (UE) dengan 27 negara anggotanya menjadi lebih efisien. Uni Eropa juga akan meningkatkan jumlah staf urusan suaka dan pengungsi tersebut. Badan yang baru juga akan diberikan lebih banyak dana untuk menangani permohonan suaka dan pengungsi.
Badan tersebut nantinya akan didukung 500 tenaga ahli yang dapat dikirim ke negara-negara anggota yang sedang menghadapi gelombang besar kedatangan migran. Tenaga ahli ini juga mencakup tenaga penerjemah dan tenaga khusus sang menangani kasus-kasus tertentu.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen memuji kesepakatan yang dicapai.
"Ini akan membuat prosedur suaka di UE lebih cepat dan lebih seragam," kata Ursula von der Leyen lewat Twitter.
Parlemen Eropa dan negara-negara anggota masih perlu secara formal menyetujui kesepakatan itu agar dapat diberlakukan.
Permohonan suaka catat rekor terendah di tengah pandemi
Keputusan untuk mendirikan badan baru untuk menangani migrasi dan permohonan suaka disepakati di tengah turunnya angka migrasi ke tingkat terendah sejak 2013.
Tahun 2020 tercatat hanya ada sekitar 485.000 permohonan suaka yang diajukan di 27 negara anggota Uni Eropa, ditambah Islandia, Liechtenstein, Norwegia dan Swiss, kata EASO dalam laporan tahunannya yang dirilis hari Selasa. Ini merupakan penurunan sekitar 32% dibandingkan dengan jumlah permohonan suaka pada 2019.
Penurunan jumlah permohonan suaka dipengaruhi oleh berbagai pembatasan mobilitas terkait pandemi virus corona di UE tahun lalu. Pada saat yang sama, EASO menyebutkan secara umum permintaan suaka di seluruh dunia masih tinggi.
"Secara global masih ada rekor jumlah orang yang membutuhkan perlindungan internasional, tetapi mereka tidak dapat mencapai Eropa," kata kepala EASO Nina Gregori berkaitan dengan laporan tersebut.
Iklan
Pencari suaka ke Eropa tempuh perjalanan berbahaya
Negara yang paling banyak menerima permohonan suaka adalah Jerman, Prancis, dan Spanyol. Jumlah permohonan suaka terbesar datang dari warga negara Suriah, Afghanistan, Venezuela, Kolombia, Irak, dan Pakistan.
Pencari Suaka di Indonesia: Mencari Kebebasan, Malah 'Terpenjara'
Februari 2019 seorang pengungsi asal Afghanistan di Manado tewas bakar diri setelah ditolak untuk masuk ke negara tujuan imigrasi. Bagaimana kehidupan pengungsi dan pencari suaka ini di Indonesia?
Foto: Monique Rijkers
Menanti Nasib
Dari 14 ribu imigran ilegal (pengungsi dan pencari suaka) terdapat 700 anak-anak. Gadis muda ini baru berumur 14 tahun dan sudah mengungsi dari Afghanistan. Saat ini ia tinggal di tenda pengungsi di pinggir jalan di Jakarta Barat.
Foto: Monique Rijkers
Tenda Pinggir Jalan
Hampir seratus orang umumnya asal Afghanistan tidak bisa ditampung dalam rumah detensi di Kalideres, Jakarta Barat sehingga mereka terpaksa tinggal di bawah tenda biru ini di pinggir jalan. Sudah lebih dari satu tahun mereka ada di sini.
Foto: Monique Rijkers
Perempuan dan Anak Menjadi Korban
Imigran ilegal terbagi dalam dua kategori yaitu pengungsi dan pencari suaka. Kepala Rumah Detensi Kalideres Morina Harahap iba pada nasib imigran gelap yang ada di depan rumah detensi yang dipimpinnya, apalagi sebagian besar perempuan dan anak,namun mereka tidak dapat ditampung karena status tidak jelas. Status pengungsi dan pencari suaka ditentukan UNHCR berdasarkan rekam jejak imigran tersebut.
Foto: Monique Rijkers
Rumah Detensi
Di rumah detensi ini hanya ada 51 kamar tetapi jumlah penghuni 1634 orang. Umumnya sudah berada di rumah detensi ini tiga-empat tahun. Rumah detensi berfungsi menampung pelanggaran keimigrasian dan tidak dimaksudkan untuk pemenjaraan. Kebutuhan makan mereka selama tinggal di sini adalah 41 ribu rupiah untuk tiga kali makan perorang. Biaya ditanggung oleh UNHCR, badan pengungsi PBB.
Foto: Monique Rijkers
Kamar Rumah Detensi
Paling tidak seorang penghuni rumah detensi membutuhkan biaya makan selama tinggal di sini sebesar 41 ribu rupiah untuk tiga kali makan per hari. Total sekitar 1,2 juta rupiah perorang yang ditanggung oleh UNHCR, badan pengungsi PBB.
Foto: Monique Rijkers
Mirip “Kos-kosan”
Jam hampir menunjukkan pukul 11 siang namun kamar-kamar masih tertutup rapat dan tidak ada kegiatan. Menjadi imigran gelap memang menyesakkan. Umumnya ingin kebebasan sehingga memilih kabur dari negara mereka tetapi justru berada dalam “penjara” karena pelanggaran keimigrasian. Ibaratnya imigran gelap seperti penghuni kos tanpa kepastian untuk kebebasan.
Foto: Monique Rijkers
Klinik Rumah Detensi
Pemerintah memiliki 13 rumah detensi yang tersebar di Indonesia. Di Kalideres ini terdapat klinik jika penghuni sakit. Jika harus dibawa ke rumah sakit, sudah ada RS rujukan yakni di RS Pengayoman.
Foto: Monique Rijkers
Klinik Gigi
Selain klinik untuk penyakit ringan, terdapat klinik gigi di dalam rumah detensi untuk penghuni. Dokter gigi menolak untuk difoto.
Foto: Monique Rijkers
Suplai Air
Untuk memenuhi kebutuhan air penghuni rumah detensi setiap hari didatangkan air bersih sebanyak 8000 liter untuk mandi, cuci dan kakus. Menurut Kepala Rumah Detensi Kalideres Morina Harahap, setiap hari untuk membeli air keluar ongkos 400 ribu rupiah.
Foto: Monique Rijkers
Proses Wawancara Suaka
Bagi pencari suaka yang sudah lolos urusan administrasi maka diseleksi pihak negara ketiga, negara calon penerima pencari suaka. Pekan lalu ada 29 pencari suaka asal Somalia yang ditahan di rumah detensi Medan diterbangkan ke Jakarta untuk proses wawancara oleh satu kedutaan besar di Indonesia. Mereka diinapkan di sebuah hotel di Jakarta Pusat atas biaya Organisasi Pengungsi Internasional (IOM).
Foto: Monique Rijkers
Menunggu Jawaban Suaka
Pria asal Afghanistan ini sudah menghuni kamar hotel di Jakarta Pusat selama 8 bulan. Ia sedang menunggu jawaban penempatan ke negara ketiga jika ia beruntung, ia bisa menjadi imigran legal dan memulai hidup baru di negara baru. Pria ini berkata, “Negara apa saja yang mau menerima saya, saya mau. Saya tidak mau tinggal di negara perang Afghanistan,” ujarnya dalam bahasa Indonesia yang lancar.
Foto: Monique Rijkers
Masakan Kampung Halaman
Meski sudah bertahun-tahun meninggalkan kampung halaman, pencari suaka asal Afghanistan ini sedang menyiapkan adonan roti khas negerinya (pita bread). Di hotel yang disewa IOM ini, pengungsi bebas memasak dan keluar dari hotel. Mereka tidak akan melarikan diri karena mereka menunggu ditempatkan ke negara penerima suaka.
Foto: Monique Rijkers
12 foto1 | 12
Untuk mencapai Uni Eropa, para migran sering melakukan perjalanan melalui Turki dan negara-negara Balkan. Beberapa pencari suaka dari Afrika melakukan perjalanan penuh bahaya dengan mengarungi Laut Tengah menggunakan kapal bobrok atau perahu karet yang penuh sesak.
Pada puncak krisis penanganan pengungsi tahun 2015, Jerman telah menerima lebih dari satu juta pengungsi, terutama dari Suriah, Irak dan Afghanistan.