1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikBangladesh

Demo Bangladesh: Hampir 100 Orang Tewas dan Ribuan Luka-luka

5 Agustus 2024

Pengunjuk rasa di Bangladesh bentrok dengan polisi dan aktivis dari partai berkuasa di Dhaka dan kota lain. Sistem kuota yang kontroversial telah dibatalkan, tetapi protes berubah jadi gerakan anti-pemerintah.

Polisi menggunakan gas air mata dan granat setrum untuk membubarkan para demonstran
Kericuhan tak terelakkan buntut dari demo penolakan peraturan kuota dalam layanan publik sekaligus sebagai tanggapan atas tindakan keras sebelumnyaFoto: Sazzad Hossain/DW

Jumlah korban tewas melampaui 90 orang setelah bentrokan antara pengunjuk rasa dan pendukung pemerintahan Perdana Menteri Sheikh Hasina di Bangladesh sejak demonstrasi antipemerintah dimulai.

Kementerian Dalam Negeri Bangladesh mengumumkan pemberlakuan jam malam nasional tanpa batas waktu mulai pukul 18.00 waktu setempat, aturan ini menjadi langkah pertama yang diambil sejak serangkaian demonstrasi dimulai.

Death toll rises as protests continue in Bangladesh

01:58

This browser does not support the video element.

Protes mahasiswa dimulai bulan lalu sebagai seruan untuk menghapus sistem kuota untuk rekrutmen sektor publik yang kontroversial, yang sekarang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung Bangladesh.

Sejak saat itu, aksi protes berubah menjadi gerakan yang lebih luas menentang pemerintah.

Para pengunjuk rasa kembali turun ke jalan dalam jumlah besar, dalam sebuah gerakan anti-kerja sama yang bertujuan untuk melumpuhkan pemerintah dan menuntut pengunduran diri perdana menteri.

Aksi protes di kota-kota Bangladesh

Menurut keterangan pihak kepolisian, beberapa kelompok besar pengunjuk rasa merangsek masuk ke Lapangan Shahbagh di pusat Kota Dhaka, kericuhan pun terjadi di beberapa titik di ibu kota dan juga di kota-kota lainnya.

Penyelenggara protes telah mendesak orang-orang untuk tidak membayar pajak dan tagihan listrik serta tidak masuk kerja sebagai bentuk "menolak kerja sama" dengan pemerintah.

Hari Minggu adalah hari kerja di Bangladesh, tetapi banyak toko dan bank di Dhaka tetap tutup.

Laporan polisi juga menyebutkan ribuan pengunjuk rasa sempat menyerang sebuah rumah sakit umum utama di daerah Shahbagh, Dhaka, dan membakar beberapa kendaraan.

Asap mengepul di Rumah Sakit Universitas Bangabandhu Sheikh Mujib setelah bentrokan antara mahasiswa dan pendukung pemerintah, Minggu (04/08)Foto: Munir Uz Zaman/AFP/Getty Images

Seorang petugas polisi, yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan kepada kantor berita Prancis AFP bahwa "seluruh kota telah berubah menjadi medan pertempuran."

Di daerah Uttara, polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan ratusan pengunjuk rasa yang memblokir jalan raya utama. Sedikitnya 91 orang tewas di seluruh negeri, kata polisi dan dokter.

Ada "setidaknya 14 polisi" di antara mereka yang tewas dan 300 petugas lainnya terluka, kata juru bicara polisi Kamrul Ahsan.

Pada hari Minggu (04/08), pemerintah juga mengumumkan hari libur dari Senin hingga Rabu.

Pengadilan akan ditutup tanpa batas waktu. Layanan internet seluler terputus, dan Facebook serta aplikasi perpesanan, termasuk WhatsApp, tidak dapat diakses.

Seruan PBB

Kepala hak asasi manusia PBB, Volker Turk, mengatakan pada hari Minggu (04/08), bahwa "kekerasan yang mengejutkan" di negara Asia Selatan tersebut harus dihentikan.

Ia juga mendesak pemerintah untuk berhenti menargetkan para pengunjuk rasa yang tak terlibat aksi kekerasan.

"Saya mendesak para pemimpin politik dan aparat keamanan untuk mematuhi kewajiban mereka dalam melindungi hak untuk hidup, dan kebebasan berkumpul dan berekspresi secara damai," ujar Turk.

"Pemerintah harus berhenti menargetkan mereka yang berpartisipasi secara damai dalam gerakan protes, segera membebaskan mereka yang ditahan secara sewenang-wenang, memulihkan akses internet secara penuh, dan menciptakan ruang yang kondusif untuk berdialog," tambah pejabat PBB tersebut.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

"Upaya yang terus berlanjut untuk menekan ketidakpuasan rakyat, termasuk melalui penggunaan kekuatan yang berlebihan, dan penyebaran informasi yang salah serta hasutan untuk melakukan kekerasan, harus segera dihentikan."

Faktor pemicu gelombang unjuk rasa Bangladesh

Unjuk rasa mahasiswa meletus hampir dua bulan yang lalu, mereka memprotes sistem kuota yang telah berlangsung lama untuk pekerjaan sektor publik yang dianggap hanya menguntungkan keluarga dan keturunan mantan personel militer yang berjuang untuk kemerdekaan Bangladesh dari Pakistan pada tahun 1971.

Pemerintah telah menangguhkan sistem kuota tersebut, tetapi sebuah gugatan di pengadilan membuka jalan bagi sistem ini untuk diberlakukan kembali hingga sebuah keputusan dari Mahkamah Agung memerintahkan agar kuota untuk mantan anggota militer dikurangi dari 30% menjadi 5%.

Mahkamah memutuskan bahwa 93% pekerjaan harus dialokasikan berdasarkan prestasi, dengan 2% sisanya disisihkan untuk kelompok minoritas.

Protes sempat mereda selama beberapa hari, tetapi kemudian berubah menjadi gerakan anti-pemerintah, dan para mahasiswa kini menuntut keadilan bagi para korban kebrutalan polisi selama aksi unjuk rasa tersebut.

Selama sebulan terakhir, lebih dari 200 orang telah tewas, ribuan orang terluka, dan sekitar 10.000 orang ditangkap sehubungan dengan aksi protes tersebut.

'Hasina's reaction likely to invite more civil disturbance'

05:15

This browser does not support the video element.

Para pengkritik pemerintah, bersama dengan kelompok-kelompok hak asasi manusia, menuduh pemerintah Hasina menggunakan kekuatan yang berlebihan untuk menumpas gerakan ini.

Kerusuhan ini merupakan ujian terbesar bagi Perdana Menteri Hasina sejak ia memenangkan masa jabatan berturut-turut selama empat periode dalam pemilihan umum pada bulan Januari lalu yang kemudian diboikot oleh oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh.

Sheikh Hasina, 76, telah memerintah Bangladesh sejak tahun 2009. Dia dituding oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia telah menyalahgunakan lembaga-lembaga negara untuk mengukuhkan kekuasaannya dan memberantas perbedaan pendapat.

fr/ha (AFP, AP, dpa, Reuters)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait