Dengan Molekul Membasmi Campak
Lea Pötter2 Mei 2014Kepada seekor cerpelai Eropa peneliti di Institut Paul Ehrlich mengujicoba cara untuk meredam penyebaran virus campak di dalam tubuh penderita. Mereka menggunakan molekul kecil buatan yang mencegah virus berkembangbiak.
Ilmuwan awalnya menyuntikkan virus Canine Distemper ke tubuh caperlai. Virus ini berasal dari ordo dan genus yang sama dengan virus campak. Canine Distemper mematikan buat hewan sejenis tikus.
Tiga hari setelah infeksi, hewan tersebut mulai mendapat pengobatan selama dua pekan. Hasilnya positif, "melalui metode ynag kami kembangkan, semua hewan bisa bertahan hidup," kata kepala tim peneliti, Veronika von Messling.
Uniknya caperlai itu kemudian menjadi imun terhadap virus sejenis campak. Sejauh ini ilmuwan belum menemukan adanya efek samping.
Menghentikan Penggandaan Virus
Virus berkembangbiak di dalam sel mahluk hidup. Untuk itu mereka memiliki fungsi yang mampu menggandakan informasi genom dan menyalurkannya kepada virus-virus baru. Virus bergantung pada enzim yang disebut sebagai Polymerase, sejenis protein. "Obat-obatan kami bekerja di sana," kata Messling. "Ia memblokir fungsi pengganda dan menghentikan penyebaran virus."
Selama ini peneliti baru mengujicoba keampuhan metode baru itu pada kultur sel dan hewan. "Masih ada beberapa tahapan lagi sebelum kami benar-benar mempertimbangkan ujicoba pada manusia," kata Messling. Jika sudah layak produksi, obat campak yang dikembangkan di institut Paul Erlich itu akan dikonsumsi sebagai tablet atau jus.
Obat-obatan untuk menghadang penyebaran virus campak sangat dibutuhkan. Di seluruh dunia sekitar 120.000 orang meninggal dunia akibat penyakit mematikan tersebut. Terlalu banyak, kata Badan Kesehatan Dunia (WHO). Badan PBB itu berambisi memusnahkan penyakit campak. Namun minimnya cakupan imunisasi pada penduduk sering berujung pada wabah campak di negara-negara miskin.
Masalahnya, penyakit campak sangat menular dan mampu menyebar cepat di antara orang-orang yang tidak mendapat imunisasi. Sebab itu imunisasi adalah satu-satunya metode perlindungan paling ampuh terhadap campak.
Ikan, Nyamuk dan Kodok Dikerahkan Lawan Virus Zika
Negara-negara di Amerika Selatan kembangkan beragam cara berantas vektor virus Zika. Sebagian besar pilih cara alami yang lain dengan rekayasa genetika. Targetnya terutama musnahkan jentik dan reduksi populasi nyamuk.
Kerahkan Pasukan Ikan
Para petani di El Salvador mengerahkan ikan yang di kawasan itu disebut ikan Zambo. Remaja dikerahkan menangkapi ikan air payau ini untuk disebar lagi di kolam atau tong persediaan air. Ikan ini terkenal lahap memakan larva alias jentik nyamuk Aedes aegypti vektor virus Zika. (Foto: ikan air tawar Brasil)
Nyamuk lawan Nyamuk
Kolumbia dan Brasil, dua negara yang paling parah dilanda virus Zika yang tidak mematikan tapi menyebabkan “mikrosephalus“ pada janin, mengembangkan teknik nyamuk lawan nyamuk. Para ilmuwan di Universitas Antioquia Kolumbia kembangbiakan nyamuk jenis lain pembawa bakteri “Wolbachia“ yang memblokir kemampuan nyamuk Aedes tularkan virus pada manusia.
Kodok Pemangsa Nyamuk
Di Argentina kini mulai dijual kodok yang dipromosikan sebagai pemangsa nyamuk Aedes. Para pedagang yang cerdas memanfaatkan panik virus Zika dengan mengklaim, kodok yang harga sekornya 7 US Dolar itu mampu menumpas nyamuk penyebab infeksi Zika dan demam berdarah. Kodok dipromosikan lebih efektif ketimbang repelent anti nyamuk.
Gunakan Insektisida Organik
Peru menggunakan insektisida organik untuk musnahkan jentik nyamuk Aedes aegypti yang juga vektor penyakit demam berdarah Dengue-DBD dan Chikungunya. Pembasmi serangga dibuat dari campuran coco, yucca, asparagus dan kentang. “Biolarvacides“ organik ciptaan ahli biologi Palmira Vetosilla ini murah, tak beracun dan ampuh basmi larva nyamuk Aedes.
Radiasi Mandulkan Nyamuk Jantan
Meksiko memilih cara lebih canggih, yakni memandulkan nyamuk jantan dengan radiasi. Dengan begitu populasi larva bisa ditekan drastis, karena nyamuk betina tidak bisa bertelur. Para ilmuwan menegaskan, nyamuk vektor virus Zika tidak bisa diberantas habis, tapi bisa ditekan hingga populasinya minimal.
Fumigasi
Cara yang paling lazim digunakan di negara-negara dengan kasus Zika atau demam berdarah Dengue tinggi adalah fumigasi atau pengasapan. Lazimnya digunakan insektisida DDT yang sudah dilarang di berbagai negara sejak beberapa dekade silam. Fogging ampuh bunuh nyamuk dewasa tapi tidak efektif basmi jentik. Cara ini memberi rasa aman semu pada masyarakat agar tidak panik hadapi wabah Zika.
5 Penyakit yang Bisa Dipicu oleh Pemanasan Global
Suhu lebih hangat berarti virus yang beku bisa meleleh, serangga pembawa penyakit bisa bepergian lebih jauh dan penyebaran penyakit akan menjadi global. Berikut lima penyakit yang bisa dipicu oleh perubahan iklim.
Antraks
Agustus 2016, seorang anak meninggal dunia di Siberia akibat antraks dan 20 warga didiagnosa terjangkit bakteri berbahaya itu. Antraks juga membunuh 2300 rusa di wilayah tersebut. Antraks berasal dari bangkai rusa yang mati 75 tahun lalu saat terakhir kali antraks menyebar disana. Bangkai yang selama ini membeku mencair akibat naiknya suhu dan mengaktifkan kembali bakteri yang ada di dalamnya.
Kolera
Menurut pakar penyakit menular Dr. David M. Morens: "Kolera ada berada dalam peringkat teratas di daftar penyakit yang harus diwaspadai karena perubahan iklim. Kolera mudah mewabah di suhu hangat. Jadi semakin hangat bumi, semakin berbahaya."
Zika dan Virus Nil Barat
Nyamuk Aedes aegypti adalah pembawa utama virus Zika. Para ilmuwan memperingatkan, dengan suhu yang terus meningkat dan sebanding dengan daerah tropis, nyamuk akan lebih luas jangkauan penyebarannya. Menurut hasil studi UCLA, hal yang sama akan terjadi dengan penyebaran virus Nil Barat yang dibawa oleh nyamuk Culex.
Penyakit Lyme
Jumlah penderita penyakit Lyme meningkat drastis. 11.700 kasus dilaporkan tahun 1995, dan di tahun 2013 jumlahnya 27.203. Penyakit bakterial ini menyebabkan kelelahan, demam, sakit sendi, ruam kulit dan komplikasi pada sistem saraf. Udara yang lebih hangat berarti telur caplak akan lebih cepat menetas, sehingga caplak punya kesempatan lebih besar untuk mencari manusia yang bisa diinfeksi.
Virus Tak Dikenal
Semakin banyak virus "kuno" yang terbangun dari tidurnya akibat pemanasan global. Sejak 2003 setidaknya ada 4 yang diketahui. Virus terakhir adalah Mollivirus sibericum, virus raksasa berumur 30.000 tahun yang hanya bisa menginfeksi organisme bersel tunggal, tidak manusia maupun hewan. Walau demikian, ilmuwan memperingatkan akan kemunculan virus-virus patogen baru. vlz/yf (berbagai sumber)
8 Virus Paling Berbahaya
Virus tetap jadi ancaman kesehatan bagi manusia. Walaupun ilmuwan sudah berhasil temukan vaksin untuk sejumlah virus, beberapa tetap menjadi ancaman. Berikut 8 virus yang paling berbahaya.
Corona SARS-CoV-2
Virus corona SARS-CoV-2 yang memicu pandemi Covid-19 tiba-tiba muncul di kota Wuhan, Cina pada akhir tahun 2019. Ketika itu ratusan orang diserang penyakit misterius mirip pneumonia dengan angka fatalitas sangat tinggi. Virus corona menyebar cepat ke seluruh dunia, menjadi pandemi yang mematikan. Hingga akhir Juli 2021, sedikitnya 205 juta orang terinfeksi dan 4,32 juta meninggal akibat Covid-19.
Marburg
Virus paling berbahaya adalah virus Marburg. Namanya berasal dari kota kecil di sungai Lahn yang tidak ada hubungannya dengan penyakit tersebut. Virus Marburg adalah virus yang menyebabkan demam berdarah. Seperti Ebola, virus Marburg menyerang membran mukosa, kulit dan organ tubuh. Tingkat fatalitas mencapai 90 persen.
Ebola
Ada lima jenis virus Ebola, yakni: Zaire, Sudan, Tai Forest, Bundibugyo dan Reston. Virus Ebola Zaire adalah yang paling mematikan. Angka mortalitasnya 90%. Inilah jenis yang pernah menyebar antara lain di Guinea, Sierra Leone dan Liberia. Menurut ilmuwan kemungkinan kalong menjadi hewan yang menyebarkan virus ebola zaire ke kota-kota.
HIV
Virus ini adalah salah satu yang paling mematikan di jaman modern. Sejak pertama kali dikenali tahun 1980-an, lebih dari 35 juta orang meninggal karena terinfeksi virus ini. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, dan melemahkan pertahanan terhadap infeksi dan sejumlah tipe kanker. (Gambar: ilustrasi partikel virus HIV di dalam darah.)
Dengue
Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue. Ada beberapa jenis nyamuk yang menularkan virus tersebut. Demam dengue dapat membahayakan nyawa penderita. Antara lain lewat pendarahan, kebocoran pembuluh darah dan tekanan darah rendah. Dua milyar orang tinggal di kawasan yang terancam oleh demam dengue, termasuk di Indonesia.
Hanta
Virus ini bisa diitemukan pada hewan pengerat seperti tikus. Manusia dapat tertular bila melakukan kontak dengan hewan dan kotorannya. Hanta berasal dari nama sungai dimana tentara AS diduga pertama kali terinfeksi virus tersebut saat Perang Korea tahun 1950. Gejalanya termasuk penyakit paru-paru, demam dan gagal ginjal.
H5N1
Berbagai kasus flu burung menyebabkan panik global. Tidak heran tingkat kematiannya mencapai 70 persen. Tapi sebenarnya, resiko tertular H5N1 cukup rendah. Manusia hanya bisa terinfeksi melalui kontak langsung dengan unggas. Ini penyebab mengapa kebanyakan korban ditemukan di Asia, di mana warga biasa tinggal dekat dengan ayam atau burung.
Lassa
Seorang perawat di Nigeria adalah orang pertama yang terinfeksi virus Lassa. Virus ini dibawa oleh hewan pengerat. Kasusnya bisa menjadi endemis, yang artinya virus muncul di wilayah khusus, bagian barat Afrika, dan dapat kembali mewabah di sana setiap saat. Ilmuwan memperkirakan 15 persen hewan pengerat di daerah Afrika barat menjadi pembawa virus tersebut. (Sumber tambahan: livescience, Ed.: ml)
Penyakit Yang Ikut Mengembara
Perdagangan dan turisme internasional, mempertukarkan intensif barang dan orang antar benua. Dampaknya penyakit dan parasit juga ikut menyebar. Ini bisa memicu efek serius.
Virus Usutu
Virus yang asalnya dari Afrika ini sekarang sudah menyebar ke Jerman. Ribuan burung sikatan hitam mati akibat virus. Belum jelas, apakah virus juga mematikan jenis burung lain. Infeksi Usutu sejauh ini baru menginfeksi satu orang di Jerman. Simptom khas tidak terlihat. Tapi di seluruh Eropa ditemukan lima kasus berat.
Flu Burung
Sepuluh tahun lalu kasus flu burung pertama ditemukan di Jerman. Sejak itu, kasus virus tersebut kerap muncul di Jerman. Baru-baru ini kasus baru menyerang peternakan di Mannheim. Diduga, flu burung disebar burung pengelana, atau ditransfer lewat perdagangan unggas ke Jerman.
Jamur Pelahap Feuersalamander
Sejenis jamur kulit mengancam jenis Salamander khas Eropa yang disebut Feuersalamander (Salamander Api). Jamur yang dijuluki Feuersalamanderfresser (pemakan Salamander Api) diduga datang bersama sejenis katak ke Eropa. 2015 kasus pertama ditemukan. Di Belanda dan Belgia infeksi jamur sudah menyebabkan punahnya sejumlah populasi.
Malaria Burung
Jenis malaria ini juga disebar nyamuk. Burung yang terinfeksi terserang demam dan kekurangan darah. Akhir abad ke-19, malaria burung mencapai Hawaii dan menyebabkan punahnya sejumlah jenis burung. Sekarang, nasib sama mengancam burung-burung di kepulauan Galapagos. Nyamuk itu dibawa pesawat terbang ke kepulauan tersebut.
Tikus
Tikus sebenarnya bukan penyakit, tetapi tikus hewan yang sangat invasif. Karena rasa laparnya yang besar, dan perkembangbiakan yang sangat cepat, tikus berkembang biak dengan cepat. Di Pulau Gough di Atlantik tikus-tikus merejalela dan memangsa anak burung yang khas di Gough. Kini jenis burung itu terancam punah.
Cacing Kulit Anjing
Larva cacing kulit anjing disebarkan oleh nyamuk. Dulu penyakit ini hanya ditemukan di Eropa Selatan, Afrika dan Asia. Kasus pertama penyakit ini di Jerman ditemukan 2015. Manusia bisa menjadi inang. Larva cacing tidak bisa berkembangbiak di bawah kulit manusia. Tapi jika berkembang, cacing ini bisa menyebabkan penyakit Meningitis. Penulis: Hannah Lesch (ml/as)
Perang Melawan Virus Mematikan
Pakaian pelindung dan pengawasan ketat di bandar udara adalah jurus yang dirapal oleh hampir semua negara buat mencegah wabah Ebola. Namun kendati begitu kasus Ebola tetap bermunculan di Eropa dan Amerika Serikat
Pakaian Pelindung
Pakaian ini diwajibkan buat semua petugas medis yang berurusan dengan pasien Ebola. Dimulai dengan sepatu dan sarung tangan karet, petugas juga menggunakan masker dan kacamata pelindung, serta pakaian overall yang menutupi setiap jengkal tubuh. Untuk menghindari penularan, setiap pakaian pelindung yang sudah digunakan wajib dimusnahkan.
Isolasi Maksimal
Kamar pasien di stasiun isolasi darurat terpisah dari dunia luar. Udara dari dalam ruang difilter sebelum dibuang, air kotor pun harus melalui proses pemurnian terlebih dulu. Sementara tekanan di dalam pakaian pelindung meminimalisir potensi penularan.
Desinfeksi Pakaian
Setelah berurusan dengan pasien, petugas medis harus melalui ruang desinfeksi dan sterilisasi. Di dalam ruangan tersebut petugas mendapat semprotan cairan desinfektan buat membunuh sisa virus yang menempel pada pakaian. Baru setelah itu petugas bisa melepaskan pakaian pelindungnya.
Bantuan Tambahan
Kewaspadaan tinggi dituntut ketika melepaskan baju pelindung. Sebab itu pula petugas tambahan disiapkan buat membantu petugas medis. Setelah selesai digunakan, pakaian pelindung langsung dibuang dan dibakar.
Perawat Menjadi Korban
Kendati menerapkan standar keamanan tinggi, tiga perawat di Amerika Serikat dan Spanyol masih tertular virus Ebola lewat pasien. Sejauh ini tidak jelas bagaimana virus bisa menyentuh bagian tubuh ketiga perawat tersebut. Pemerintah AS terpaksa mengkarantina kediaman perawat di Texas.
Pakaian Pelindung di Afrika
Pakaian pelindung juga dikenakan oleh dokter dan perawat di Afrika Barat. Namun begitu, pakaian tersebut sering tidak memenuhi standar keamanan yang diperlukan. Beberapa melaporkan, pakaian pelindung memiliki celah atau dibuat dari bahan yang mudah bocor.
Jenazah Tak Tersentuh
Pemakaman korban tewas akibat Ebola dilangsungkan dengan kewaspadaan tinggi. Negara-negara di Afrika Barat misalnya melarang upacara pemandian korban. Larangan yang diperlukan untuk mencegah infeksi baru itu acap mendapat protes keras dari anggota keluarga.
Isolasi di Dalam Tenda
Di wilayah yang tertinggal dalam hal layanan kesehatan, membangun infrastruktur darurat untuk mencegah penyebaran wabah penyakit adalah tugas berat. Di Liberia petugas mengandalkan tenda untuk merawat pasien Ebola. Namun menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), negara maju seperti Jerman pun akan kewalahan menghadapi wabah seperti yang mengamuk di Afrika Barat ini.
Dibakar, bukan Dijemur
Di Afrika Barat, pakaian pelindung yang sudah terkontaminasi sering cuma dicuci dan dikeringkan. Namun beberapa negara seperti Guinea sudah menerapkan standar tinggi dengan membakar pakaian tersebut. Kendati begitu, kelangkaan pakaian pelindung akibat harga yang tinggi dan macetnya pasokan dari Eropa mempersulit upaya pencegahan wabah Ebola.
Pengawasan di Bandara
Penumpang pesawat dinilai berpotensi membawa virus ke wilayah lain. Sebab itu sejumlah bandar udara memberlakukan pengawasan ketat. Petugas medis diturunkan buat mengukur suhu tubuh penumpang. Masalah terbesar adalah masa inkubasi Ebola yang berlangsung hingga 21 hari.