1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dengan Sufisme Menjembatani Dialog

28 Juni 2011

Tidak banyak Muslim Jerman seperti Sheikh Bashir, yang dapat melekat dengan erat di dua dunia yang berbeda. Lebih dari 30 tahun ia hidup di Libya. Sufisme berpengaruh besar dalam hidupnya.

Foto: AP

Di suatu Minggu pagi, sarapan di sebuah rumah di Bad Godesberg, Bonn. Roti bulat, mentega dan selai diatur di meja yang tampak seperti tikar, melebar di lantai ruang tamu. Sheikh Bashir mengenakan baju panjang putih hitam, duduk nyaman beralas bantal di lantai.

Sekali sebulan para anggota ordo sufi Tariqah As-Safinah berkumpul di kediaman pemimpin mereka. Sheikh Bashir mendirikan ordo itu tahun 1983 di Bonn, sekembalinya ia dari Libya, di mana ia hidup di antara suku Beduin 30 tahun lamanya.

Misi dari ordo yang didirikannya adalah mendorong dialog antara manusia yang beragama dan yang tidak. "Peran ordo kami adalah dialog terutama dalam konteks agama Samawi. Sekarang ini pada prinsipnya dengan semua manusia, juga dengan ateis atau humanis, atau apapun sebutan yang mereka inginkan. Salah satu tugas utama kami adalah mengupayakan agar kedudukan lelaki dan perempuan sederajat."

Dialog Agama

Sufisme seringkali didefinisikan sebagai aliran spiritual dalam Islam. Pada awal abad ke-20, di Eropa dan Amerika diperkenalkan 'sufisme universal' yang lintas agama. Muslim, Kristen, yahudi mengikuti sufi sebagai filosofi berwatak relijius, yang memiliki pesan penghubung antar agama. Membaca secara spiritual kitab-kitab suci Al Quran, Thora atau Injil, adalah hal yang khas bagi sufi penganut aliran ini, termasuk anggota Tariqah As-Safinah.

Wilhelm Sabri Hoffmann, ketua Masyarakat Kristen-Islam Jerman, dan sebagai Muslim kerap menjadi tamu Sheikh Bashir, mengatakan, "Hal yang sangat mengesankan bagi saya dari komunitas ini adalah, mereka menilai sangat tinggi dialog Kristen-Islam. Dialog yang menurut saya, sebagai seorang yang lahir sebagai Kristen kemudian menjadi Muslim, merupakan hal yang perlu, bukan hanya agar dapat bertahan sebagai minoritas dalam masyarakat, tetapi juga untuk hidup berdampingan dengan saudara-sudara pemeluk Kristen dan bersama-sama mencapai sesuatu."

Aktif

Bersama-sama mencapai sesuatu, adalah juga permintaan sang Sheikh. Walau usianya telah lanjut, Sheiks Bashir tetap melakukan perjalanan, untuk menjaga hubungan dengan umat Kristen, Yahudi dan Muslim di penjuru dunia. Ordo yang ia pimpin juga mengadakan seminar, pertemuan atau pelatihan. Secara teratur para sufi bertemu secara teratur dalam acara kebaktian, berdoa dan bernyanyi bersama.Sheikh bashir juga aktif dalam perhimpunan Liga Muslim Jerman di Bonn. Ia menjadi konsultan, mengurusi antara lain pernikahan, perceraian atau pemakaman.

Kantor pusat ordo yang ia pimpin ada di Afrika Utara, di mana persisnya tak diterangkan Sheik Bashir. Di sana, komunitas sufi dilarang dan diburu selama berpuluh tahun. Rejim tak membolehkan organisasi selain bikinan pemerintah.

Kehidupan Pribadi

Dijatuhi hukuman mati lima kali lipat, Sheikh Bashir mendekam bertahun-tahun di penjara Libya, di sel khusus bagi terhukum mati. Sebelumnya, selama 30 tahun ia dan istrinya, seorang perempuan Arab, hidup di antara suku Beduin.

Bashir berasal dari sebuah keluarga Prusia Timur, yang menetap di Hamburg sejak pelarian tahun 1947. Tiga tahun kemudian remaja 15 tahun putra perwira militer itu memeluk agama Islam. Masa sekolah dituntaskan Bashir Ahmad Dultz di Jerman, sebelum ia mengambil kuliah jurusan Islam di Universitas di Benghasi, Libya.

Ia enggan menceritakan paruh hidupnya di Afrika Utara, termasuk tentang istri dan delapan anaknya yang hidup di sana. "Pengalaman hidup di luar negeri, saya pikir, membawa manfaat baik bagi setiap orang ketika ia mengalami hidup sebagai minoritas. Terkadang kita tergolong minoritas di suatu tempat, dan terkadang di tempat lain kita termasuk mayoritas."

Dua Dunia

Nama Bashir berarti "pembawa kabar baik". Untuk kontribusi lintas agamanya, Sheikh Bashir menerima penghargaan dari pemerintah Jerman tahun 2008. Ia juga diangkat sebagai profesor kerhormatan di sekolah tinggi Yahudi, Leo-Baeck-College, di London. Melekat erat pada dua dunia, Sheikh Bashir dan istrinya yang orang Jerman hidup di Bad Godesberg, Bonn, dan mengarahkan pandangan kuatir ke Afrika Utara, yang dilanda gejolak. Yang tersisa adalah harapan semoga keluarganya hidup dan selamat.

Pria itu kembali ke Jerman tahun 1983 dalam kangka pertukaran tahanan. Ia ikut mendirikan banyak perhimpunan, termasuk Dewan Pusat Muslim di Jerman (ZMD). Di tingkat internasional, Sheikh Bashir sejak tahun 1997 terlibat dalam proses pendirian Prakarsa Persatuan Agama (URI). Sebuah organisasi internasional lintas agama berstatus penasehat di PBB.

Ulrike Hummel/Renata Permadi

Editor: Yuniman Farid