Denmark akan Bangun Pagar Kontroversial di Perbatasan Jerman
Chase Winter
15 Agustus 2018
Denmark telah setuju membangun pagar kontroversial setinggi 1,5 meter dengan panjang 68 kilometer di area yang berbatasan dengan Jerman.
Iklan
Alasan yang dikemukakan adalah untuk melindungi industri babi negara itu dari kontak dengan babi hutan yang bisa membawa virus flu babi Afrika.
Pagar setinggi 1,5 meter dengan fondasi sedalam setengah meter ini akan berdiri di sepanjang perbatasan Denmark dan Jerman, dari Laut Wadden di barat ke Flensburg Fjord di timur.
Pembangunan pagar yang dijadwalkan selesai akhir 2019 ini telah disetujui oleh parlemen pada bulan Juni dengan dukungan dari pemerintah, Partai Sosial Demokrat dan partai populis sayap kanan, Partai Rakyat Denmark.
Kementerian Lingkungan Hidup memberikan persetujuan akhir untuk proyek tersebut pada Senin (13/8) setelah dilakukan konsultasi publik.
Pagar senilai 11 juta euro tersebut dimaksudkan untuk mencegah babi hutan menginfeksi peternakan babi dan menularkan virus flu babi.
Babi merupakan hewan ternak andalan Denmark yang memiliki sekitar 5.000 peternakan.
Negara ini mengekspor 28 juta babi setiap tahun. Jumlah ini menyumbang setengah dari ekspor pertanian dan lima persen dari keseluruhan ekspor, menurut data Dewan Pertanian dan Pangan Denmark.
Virus ini mematikan pada babi, namun tidak berpengaruh terhadap manusia atau spesies hewan lainnya. Terakhir virus ditemukan di negara anggota Uni Eropa seperti Estonia, Latvia, Lithuania dan Polandia.
Tidak adanya kasus flu babi yang terdeteksi di Jerman, menimbulkan pertanyaan mengapa pagar itu dibangun.
Bahayakan migrasi hewan
Kelompok pegiat lingkungan khawatir kalau pembangunan pagar akan mengganggu migrasi hewan dan burung liar yang beberapa di antaranya dilindungi oleh undang-undang Denmark dan Uni Eropa.
"Kami tahu dari pengalaman di seluruh dunia bahwa hambatan fisik seperti pagar berdampak pada migrasi hewan," kata Thor Hjarsen, ahli biologi senior di World Wildlife Foundation di Denmark.
Pengungsi Terpaksa Hidup di Hutan dalam Cuaca Dingin
Ratusan pengungsi berkemah di kawasan perbatasan Serbia-Korasia, dalam upaya memasuki Uni Eropa. Kondisi mengenaskan berusaha mereka atasi dengan berbagai cara. Reporter DW melaporkan dari Šid, Serbia.
Foto: Dimitris Tosidis
Tidak termasuk gerombolan
Dragan (tengah) adalah imigran dari Macedonia. Ia bersembunyi di hutan-hutan dekat perbatasan Serbia-Kroasia, ketika ia berusaha menyeberang ke Eropa Tengah dengan imigran dari negara Arab lainnya. Dragan, bersama seorang imigran dari Cina tidak termasuk ratusan pengungsi Suriah dan Afghanistan yang juga terdampar di Šid, Serbia.
Foto: Dimitris Tosidis
Merencanakan langkah berikutnya
Pengungsi dari Afghanistan di atas atap sebuah pabrik yang tidak digunakan lagi di Šid, yang mereka jadikan tempat tinggal sementara. Selama bernaung di situ mereka membuat rencana berikutnya untuk mencapai negara Eropa barat.
Foto: Dimitris Tosidis
Melangkah dengan risiko nyawa
Imigran berjalan di atas jalur kereta api yang menghubungkan Serbia dan Kroasia di dekat Šid, di bagian utara Serbia. Menurut laporan, dua orang ditabrak kereta setelah mereka tertidur di rel kereta api.
Foto: Dimitris Tosidis
Tinggal di "rimba"
Lebih dari 150 orang bersembunyi di apa yang disebut "rimba". Yaitu daerah dengan semak rimbun di dekat rel kereta api yang menghubungkan Serbia dan Kroasia. Sebagian besar dari mereka sudah pernah berusaha menyeberang ke Eropa Barat dengan berbagai cara. Misalnya: dengan bantuan penyelundup, sendirian, berkelompok, naik truk atau bersembunyi di gerbong kereta.
Foto: Dimitris Tosidis
Membersihkan diri
Ibrahim dari Afghanistan mandi dengan air dari sungai yang dingin, di bawah jembatan dekat kota Šid di Serbia. Ratusan pengungsi hidup dalam kondisi mengenaskan, tanpa fasilitas yang hidup yang layak.
Foto: Dimitris Tosidis
Sarapan di atas rel
"Dapur Tanpa Nama" dibuka oleh sekelompok sukarelawan yang membagikan sarapan dan menyediakan bantuan untuk pengungsi yang "terdampar" di perbatasan Serbia-Kroasia. Pemerintah sudah tidak membantu mereka lagi.
Foto: Dimitris Tosidis
Mungkin lain kali
Jadali (22) dari Afghanistan baru kembali lagi ke Šid setelah gagal dalam usahanya masuk ke Eropa Barat. Ia dipenjara dua hari di Kroasia, kemudian dibebaskan lagi. Menurutnya, aparat berwenang memperlakukannya dengan kasar.
Foto: Dimitris Tosidis
Bersyukur jika bisa makan
Menjelang malam, dua orang memasak makanan untuk mereka yang berkumpul di bekas pabrik dekat perbatasan Serbia. Ratusan pengungsi terancam kelaparan juga kekerasan yang bisa timbul kapan saja.
Foto: Dimitris Tosidis
Jalur tetesan air mata
Seorang imigran berjalan mendekati kereta barang. Ia akan berusaha bersembunyi di gerbong yang kosong dan berusaha mencapai negara Eropa lainnya.
Foto: Dimitris Tosidis
Perhentian berikutnya di Eropa Barat?
Mereka yang bisa membayar, menggunakan metode "penyelundupan" dengan membayar taksi yang membawa mereka menyeberangi Kroasia. Ongkos sekali perjalanan sekitar 1, 200 Euro, atau 19 juta Rupiah. Penulis: Dimitris Tosidis (ml/yf)
Foto: Dimitris Tosidis
10 foto1 | 10
Rusa, serigala, berang-berang, rubah, serigala emas, adalah contoh spesies yang bisa terkena dampaknya. Ada juga pertanyaan apakah pagar akan efektif.
"Tidak ada bukti atau dokumentasi bahwa pagar akan dapat mengatasi masalah," kata Hans Kristensen, seorang pemburu, penulis satwa liar dan ahli migrasi babi hutan yang tinggal di sepanjang perbatasan.
"Yang ada malah sebaliknya, banyak bukti itu tidak akan berhasil."
Babi hutan tersebar di sepanjang pantai timur perbatasan Denmark-Jerman dan sangat jarang di barat, kata Kristensen.
"Di sana tidak boleh didirikan pagar. Itu adalah bagian dari tempat mereka menyeberang," katanya.
Selain itu, Denmark adalah bagian dari Zona Schengen. Jadi, jalan dan rel kereta api yang melintasi perbatasan tetap terbuka dan tidak akan terpengaruh oleh pagar.
Ini memungkinkan adanya celah lewat bagi babi hutan di perbatasan dan membuat pagar itu jadi tidak berguna, kata Kristensen.
Kritikus mengatakan risiko terbesar penyebaran flu babi tidak berasal dari babi hutan yang melintasi perbatasan, melainkan dari truk yang mengangkut babi yang terinfeksi atau menyebarkan makanan yang terkontaminasi.
Alih-alih efektif mencegah penyebaran flu babi, banyak kalangan berpendapat bahwa pembangunan pagar ini hanya simbol untuk menunjukkan betapa kuatnya industri babi di Denmark dan dukungan pemerintah terhadapnya.
Para pengamat juga mengatakan pagar itu juga bisa menjadi simbol kemenangan sayap kanan Denmark yang menginginkan adanya bentuk fisik yang jelas di perbatasan guna membatasi kedatangan imigran ke negara itu.
Tembok-tembok Pemisah di Penjuru Dunia
Donald Trump ingin membangun "tembok besar dan indah" di perbatasan ke Meksiko. Sama seperti di AS, di berbagai belahan dunia tembok beton dan baja diharapkan bisa menjadi solusi masalah. Adakah hasilnya?
Foto: Getty Images/J. Moore
Tembok di AS Terus Bertambah
Bill Clinton memasang pagar di perbatasan ke Meksiko. Setelah serangan 11 September 2001, George W. Bush memerintahkan ekspansi pembangunan tembok. Sejak itu ada 1100 kilometer jalur perbatasan yang dilengkapi dengan tembok beton, rangka baja atau rintangan lainnya.
Foto: Getty Images/D. McNew
"Separation Wall"
Sejak 2002, Israel membangun tembok pembatas sepanjang Tepi Barat Yordan. Proyek ini dianggap kontroversial dan sering disebut sebagai "Separation Wall" atau tembok pemisah. Lebih dari 10 tahun yang lalu, Mahkamah Internasional telah memutuskan, bahwa tembok melanggar hak warga. Tapi Israel mengabaikannya. Panjangnya 759 kilometer.
Foto: A. Al-Bazz
"Line of Control"
Sejak 1971, wilayah Kashmir terbelah oleh jalur pengawasan milter sepanjang 700 kilometer yang memisahkan India dan Pakistan. "Line of Control" diamankan dengan kawat berduri dan ranjau di berbagai lokasi. Kawat berduri setinggi tiga meter juga dialiri tegangan listrik.
Foto: Getty Images/AFP
Perbatasan Kelas Sosial
Tembok juga bisa jadi pembatas antara kaya dan miskin. Di Lima, tembok beton setinggi 3 meter memisahkan warga kawasan miskin dari kawasan kelas menengah. Ada banyak daerah seperti ini di kota-kota Amerika Latin. Warga Lima menyebut tembok tersebut sebagai "Wall of Shame".
Di ibukota Irak, Bagdad, terdapat tembok beton sepanjang lima kilometer dan setinggi empat meter. Militer AS membangunnya tahun 2007 di bagian kota Sadr yang didominasi warga Syiah. Kini tembok memisahkan dua juta warga, Di bagian lain Bagdad juga ada tembok beton untuk memisahkan kaum Sunni dan Syiah.
Foto: Getty Images/W. Kuzaie
Tembok bagi Perdamaian?
Di Irlandia Utara, pemerintah Inggris membangun "tembok perdamaian" tahun 1969 untuk memisahkan umat Katolik dan Protestan. Gerbang pada tembok memungkinkan akses ke sisi yang lain. Saat terjadi kerusuhan, gerbang ditutup.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Smiejek
Antara Utara dan Selatan
Sejak akhir perang Korea, ada zona demiliterisasi yang memisahkan wilayah utara yang komunis dengan selatan yang kapitalis. Jalur selebar 4 kilometer dan sepanjang 250 kilometer ini termasuk zona demiliterisasi dengan pengamanan paling ketat di dunia. Di beberapa bagian juga ada tembok sepanjang perbatasan de facto antara Korea Utara dan Selatan.
Foto: Getty Images/AFP/E. Jones
Benteng Eropa
Eropa juga menutup diri. Sejak akhir 2015, Hongaria secara sistematis menutup rapat perbatasannya untuk mencegah masuknya pengungsi. Kini Hongaria juga mendirikan pagar kedua di jalur perbatasan ke Serbia.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Ujvari
Ceuta dan Mellila
Di kedua enklave Spanyol di Marokko terdapat pagar yang sangat tinggi dan berlapis-lapis. Ditambah dengan sensor pendeteksi gerakan, kamera infra merah, dan kawat duri silet. Tapi tetap saja datang gelombang massa yang kemudian menderita luka-luka karenanya.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Sempere
Tembok di Turki
Di perbatasan ke Suriah, Turki ingin mendirikan tembok perbatasan sepanjang 511 kilometer. Akhir Februari 2017, setengahnya telah selesai. Tembok setinggi tiga meter ini dilengkapi dengan kawat berduri dan menara pengawas. Jerman dan Uni Eropa kerap mengkritik Turki karena pengawasan perbatasan yang kurang ketat.