1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Parlemen Uni Eropa Deklarasikan 'Darurat Iklim'

29 November 2019

Anggota parlemen Eropa mengatakan deklarasi tersebut adalah isyarat simbolis untuk menekan Komisi Eropa yang baru agar mengambil sikap tegas tentang perubahan iklim.

Italien | Hochwasser in Venedig | Markusplatz
Foto: Getty Images/AFP/P. Monteforte

Anggota parlemen Uni Eropa melalui pemungutan suara sepakat menyatakan situasi darurat iklim di Uni Eropa, sebagai langkah simbolis yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan bagi Komisi Eropa agar mengambil sikap tegas tentang perubahan iklim.

Deklarasi iklim itu disahkan pada Kamis (29/11) di Strasbourg dalam debat Parlemen Eropa (EP) tentang KTT Iklim PBB COP25 yang akan digelar pada 2 Desember mendatang di Madrid, Spanyol.

Dalam sebuah pernyataan di Twitter setelah pemungutan suara dilakukan, anggota parlemen Uni Eropa mendesak Komisi Eropa “untuk benar-benar memastikan agar semua proposal legislatif dan anggaran yang relevan” diselaraskan seluruhnya dengan batas target pemanasan global 1,5 derajat Celsius.

Resolusi itu menyerukan agar Uni Eropa mengurangi emisi sebesar 55% pada 2030 untuk menjadi netral iklim pada tahun 2050.

‘Esensial’

Resolusi iklim itu diajukan oleh anggota parlemen Eropa dari Prancis dan Ketua Komite Lingkungan Pascal Canfin, sekaligus merujuk pada keputusan Presiden AS Donald Trump untuk memulai proses formal penarikan AS dari Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim. 

“Mengingat keadaan kita sedang darurat iklim dan lingkungan, penting untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 55% pada tahun 2030. Hal ini juga akan mengirim pesan yang jelas kepada Komisi sebelum Komunike tentang Kesepakatan Hijau dipublikasikan beberapa minggu ke depan,” kata Canfin.

‘Kesepakatan Hijau’ Eropa

Presiden Komisi Eropa yang baru, Ursula von der Leyen, telah mengusulkan sebuah “Kesepakatan Hijau Eropa” yang bertujuan untuk mencapai “climate neutrality” atau netralitas iklim, dengan tidak menambahkan gas rumah kaca ke atmosfer pada tahun 2050.

Proposal ini mencakup peningkatan pajak karbon, investasi yang lebih besar dalam bisnis energi terbarukan, pengurangan polusi dan peningkatan perlindungan terhadap hutan, taman nasional dan ruang hijau Eropa.

Anggota parlemen Eropa mengatakan bahwa Uni Eropa harus mengambil peran utama dalam perjuangan melawan perubahan iklim.

Eropa Timur enggan berkomitmen

Saat ini, Uni Eropa menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 40% pada tahun 2030 dari tingkat emisi tahun 1990. Sementara, Kesepakatan yang diusulkan Ursula von der Leyen bertujuan meningkatkan pengurangan emisi hingga paling tidak 50%.

Namun negara-negara anggota Uni Eropa yang masih menggunakan batu bara ,seperti Polandia, Hungaria dan Republik Ceko, enggan berkomitmen untuk mencaüai kondisi netral karbon pada tahun 2050.

Negara-negara itu, yang semuanya masih bergantung pada bahan bakar fosil, berpendapat bahwa biaya transisi ke energi bersih akan terlalu membebani anggarannya, sehingga mereka meminta dana tambahan untuk melakukan transisi tersebut.

“Transisi yang adil adalah masalah paling mendasar: harus adil dalam hal sosial maupun regional. Berkenaan dengan Polandia dan negara-negara Eropa tengah lainnya, semua dana Uni Eropa harus digunakan untuk penghijauan, khususnya dana kohesi,” kata Canfin seperti dilansir dari Euractiv.

“Penghijauan dengan memakai anggaran Eropa ini seharusnya tidak diartikan sebagai dana tambahan yang dialokasikan untuk Eropa Barat. Itu secara objektif tidak akan dapat diterima oleh negara-negara Eropa Tengah dan mereka berhak untuk menyampaikan keberatannya,” tambahnya.

gtp/hp (afp, dpa, Reuters)