160 warga Jerman dipilih menjadi anggota Dewan Iklim untuk memberi masukan dan mengawasi kebijakan-kebijakan iklim pemerintah. Partisipasi masyarakat diharapkan bisa membantu Jerman mencapai target iklimnya.
Iklan
160 warga Jerman yang dipilih secara acak dari seluruh negeri akan membentuk Dewan Iklim, sebuah "eksperimen demokrasi partisipatoris" yang bertujuan untuk menginspirasi debat publik dan mendorong pemerintah menindaklanjuti janjinya untuk mencapai "nol bersih" emisi CO2 pada tahun 2050.
Dewan ini mulai bertugas hari Senin (26/4) dan dibentuk mengikuti konsep yang diterapkan beberapa tahun terakhir oleh negara-negara seperti Irlandia, Inggris dan Prancis. Konsep tersebut bermaksud melibatkan warga biasa secara langsung dalam keputusan-keputusan iklim, agar kebijakan dan langkah perlindungan iklim mendapat dukungan lebih kuat.
Pembentukan dewan ini terinspirasi Citizens' Assembly (majelis warga) yang dibentuk oleh pemerintah Irlandia untuk mengadopsi serangkaian reformasi dalam RUU Iklim-nya pada tahun 2019, yang bertujuan mengurangi emisi karbon dioksida hingga 51% sebelum akhir dekade ini.
Solusi kebijakan iklim sudah sangat mendesak
Majelis Warga Jerman sendiri dibentuk oleh organisasi "Ilmuwan untuk Masa Depan" cabang Jerman dan kelompok aksi "Warga untuk Perlindungan Iklim". Mereka akan bersidang untuk pertama kalinya pada hari Senin, 26 April.
160 anggota Dewan Iklim itu akan melakukan sedikitnya 12 kali pertemuan untuk menyusun visi bersama tentang bagaimana Jerman dapat mencapai tujuan ambisiusnya berdasarkan Kesepakatan Iklim Paris 2015.
Kelompok-kelompok kecil nantinya akan berkonsultasi dengan para ahli lapangan dari bidang-bidang terkait untuk menghasilkan rekomendasi dan solusi konkret di empat bidang utama: mobilitas, energi, bangunan dan sistem pemanas, serta produksi dan konsumsi makanan.
Setelah sesi pertemuan terakhir pada bulan Juni, mereka akan menentukan rekomendasi mana yang bersifat "wajib dijalankan" pemerintah untuk mencapai target iklim.
Hari Bumi Sedunia 2021: Pulihkan Bumi Kita
Selama lebih dari 50 tahun, Earth Day yang diperingati setiap 22 April menjadi ajang edukasi sekaligus protes lingkungan tahunan terbesar di dunia. DW mengulas sejarah hari itu dan upaya yang bisa dilakukan tahun ini.
Foto: Reuters/NASA
Awalnya insiden tumpahan minyak California
Pada 1969, lebih dari 11 juta liter minyak tumpah ke laut di California menyusul kecelakaan di anjungan pengeboran lepas pantai. Meningkatnya minat publik terhadap isu lingkungan membuat Senator AS Gaylord Nelson merancang "edukasi" tentang wawasan lingkungan di universitas pada April 1970. Acara ini kemudian ditetapkan menjadi peringatan Hari Bumi pertama.
Foto: Wally Fong/AP Photo/picture alliance
Perjanjian Iklim Paris
Hari Bumi 1970 diperingati dengan aksi unjuk rasa terbesar di dunia yang pernah ada. Sejak saat itu, Earth Day menjadi acara internasional untuk mengedukasi dan menyoroti masalah lingkungan. Pada 2016, Perjanjian Paris untuk membatasi kenaikan suhu global ditandatangani oleh perwakilan lebih dari 170 negara. Para diplomat menandai hari itu dengan menanam pohon di Markas Besar PBB di New York.
Foto: Andy Katz//Pacific Press/picture alliance
Hari Bumi diperingati secara virtual
Peringatan Earth Day yang ke-50 tahun pada 2020 diselenggarakan secara online akibat merebaknya pandemi COVID-19. Lebih dari 100 juta orang diperkirakan berpartisipasi dalam acara itu secara virtual. Aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg menggelar diskusi online terbuka dengan para ilmuwan iklim.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Gow
Massa pengunjuk rasa menuntut perubahan
Akibat pandemi, konferensi iklim PBB, COP26, yang dijadwalkan di Glasgow pada Desember 2020 telah ditunda. Sebelumnya pada 2019, ribuan pengunjuk rasa di COP25 Madrid mendesak pemerintah untuk berbuat lebih banyak untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan berkelanjutan. Sejak Hari Bumi 2020, beberapa negara berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon.
Foto: AFP/G. Bouys
Upaya Joe Biden menghadapi perubahan iklim
Salah satu langkah pertama Joe Biden setelah dilantik adalah kembali bergabung dengan Perjanjian Iklim Paris. Presiden sebelumnya, Donald Trump nyatakan AS keluar Perjanjian Iklim. Biden juga mengumumkan KTT iklim global pada Hari Bumi 2021. Para aktivis berharap komitmen baru Amerika Serikat terhadap kebijakan berkelanjutan akan mempengaruhi negara lain.
Foto: Michael Forster Rothbart/Zuma/picture alliance
Pulihkan Bumi Kita
Hari Bumi 2021 bertema "Pulihkan Bumi Kita". Orang-orang didorong untuk mengatur tindakan pembersihan lingkungan di komunitas mereka sendiri. Pemerintah, organisasi, dan individu semuanya memiliki peran untuk masa depan planet.
Foto: MEHR
Proyek Kanopi
Salah satu proyek restorasi utama tahun 2021 adalah Proyek Kanopi yang bertujuan membantu upaya reboisasi. Menanam lebih banyak pohon dan melestarikan hutan menjadi penting dilakukan, kata penyelenggara Hari Bumi. Sejak 2010, dana yang terkumpul pada Hari Bumi digunakan untuk menanam puluhan juta pohon.
Kunci peringatan Hari Bumi 2021 bagi banyak aktivis iklim adalah peningkatan literasi iklim untuk semua orang. Pendidikan tentang perubahan iklim harus digalakkan di seluruh dunia untuk semua generasi, kata penyelenggara Hari Bumi. (ha/as)
Foto: Reuters/NASA
8 foto1 | 8
Lisa Badum, juru bicara kebijakan iklim untuk Partai Hijau, mengatakan kepada DW bahwa dia menantikan debat baru yang diilhami oleh rekomendasi Dewan Iklim: "Penting bahwa tidak hanya satu partai yang menanggapi (rekomendasi Dewn Iklim) secara serius dan membahas temuannya, tetapi semua partai yang demokratis melakukannya," kata Lisa. Konsultasi Dewan Iklim akan berakhir hanya beberapa minggu sebelum pemilihan parlemen 26 September mendatang.
Iklan
Suara warga biasa sama pentingnya dengan pandangan para ahli
Felix Jansen, Direktur Komunikasi Dewan Bangunan Berkelanjutan, DGNB, mendukung pembentukan dan pekerjaan Dewan Iklim. Dia percaya bahwa hampir semua partai politik Jerman - selain AfD yang skeptis terhadap iklim - telah menyadari betapa seriusnya krisis iklim, jika tidak segera diambil tindakan. Untuk itu, penting untuk mendengarkan suara berbagai kalangan.
World Cities Day: Upaya Kota-kota Dunia Atasi Perubahan Iklim
Jumlah orang yang tinggal di perkotaan diperkirakan akan membengkak pada dekade mendatang, menambah tekanan pada kota metropolitan untuk mengurangi jejak karbon. Jadi, bagaimana upaya mengatasinya?
Foto: Reuters/S. Pamungkas
Tantangan pertumbuhan berkelanjutan
Menurut PBB, wilayah perkotaan menghabiskan lebih dari dua pertiga energi dunia dan bertanggung jawab atas 70% emisi karbon. Kota juga merupakan rumah bagi lebih dari separuh penduduk planet ini. Dengan perkiraan peningkatan populasi perkotaan, upaya kota-kota ini menangani air, polusi, limbah, transportasi dan energi menjadi sangat penting unguk mengatasi perubahan iklim.
Foto: Getty Images/AFP/T. Aljibe
Kopenhagen: Komitmen netralitas iklim
Kopenhagen berencana menjadi kota netral karbon pertama di dunia pada tahun 2025. Untuk sampai pada tujuan ini, ibu kota Denmark ini ingin 75% perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki, bersepeda atau dengan transportasi umum. Harga parkir mobil pun dinaikkan dan diinvestasikan untuk ratusan kilometer jalan sepeda. Sistem pemanas kota juga beralih menggunakan biomassa ramah lingkugnan.
Foto: Alexander Demianchuk/TASS/dpa/picture-alliance
Bogota: Mobilitas bagi jutaan orang
Data PBB menunjukkan bahwa sistem angkutan cepat bus di ibu kota Kolombia yang diluncurkan sejak tahun 2000 ini berhasil menurunkan emisi CO2 dan meningkatkan kualitas udara. Jaringan TransMilenio di Bogota mengangkut 2,4 juta penumpang setiap harinya dan mencakup 85% wilayah kota. Pemerintah berencana membuka metro pada 2022 dan mengganti bus diesel dengan bus hybrid dan lsitrik pada 2024.
Foto: Transmilenio Colombia
Johannesburg: Bertani di kota
Afrika dengan pertumbuhan kota tercepatnya di dunia menjadi tatanngan baru terkait permasalahan iklim seperti kerawanan pangan dan air. Di Johannesburg, Afrika Selatan, penduduk seperti Lethabo Madela menanam tanaman obat dan sayuran. Pejabat mengatakan kepada Reuters bahwa ada 300 pertanian semacam ini di kota berpenduduk 4,4 juta ini - di atap rumah, halaman belakang dan tanah kosong.
Foto: Guillem Sartorio/Getty Images
Singapura: Ruang hijau
Selain menyediakan makanan, taman juga dapat mendinginkan kota, menyerap CO2 dan mencegah banjir. Pusat bisnis Singapura terkenal akan jaringan area hijau dan taman yang mengesankan, termasuk Gardens by the Bay yang ikonik. Semua bangunan baru di negara-kota padat penduduk ini harus memiliki beberapa bentuk vegetasi, seperti taman gantung atau atap hijau.
Foto: picture-alliance/robertharding/B. Morandi
Oslo: Fokus kepada kualitas udara
Ibu kota Norwegia ingin mengatasi polusi udara dengan membuat semua mobil bebas emisi pada 2030. Oslo, dengan penduduk sekitar 690.000 orang, saat ini memiliki jumlah kendaraan listrik per kapita tertinggi di dunia. Pengemudi mendapatkan fasilitas seperti kredit pajak, akses jalur bus dan perjalanan gratis di jalan tol. Ketika polusi tinggi, kota dapat melarang sementara penggunaan mobil diesel.
Foto: DW/L.Bevanger
Seoul: Berurusan dengan sampah
Seoul berhasil kurangi limbah secara dramatis sejak tahun 1990-an dengan sistem "bayar saat membuang". Kota padat penduduk di Korea Selatan ini mendaur ulang 95% limbah makanannya, misalnya dengan tempat sampah otomatis yang menimbang dan menagih penduduk atas apa yang mereka buang dengan kartu identitas yang bisa dipindai. Limbah makanan kemudian diubah menjadi kompos, pakan ternak atau biofuel.
Foto: CC BY 2.0 kr
Rotterdam: Air dan pasang naik
Rotterdam rentan terhadap ancaman iklim seperti pasang naik karena berada di bawah permukaan laut. Untuk berlindung dari banjir, telah dibangun taman di puncak gedung untuk menyerap limpasan air, "alun-alun air" untuk menampung air hujan dan garasi parkir yang dirancang sebagai waduk. Pemerintah juga membangun struktur terapung - termasuk peternakan sapi ini - untuk menahan air yang merambah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Corder
Reykjavik: 100% energi terbarukan
Islandia dapat menghasilkan energi terbarukan dengan cukup murah berkat melimpahnya sumber daya hidro dan panas bumi. Ibu kotanya, Reykjavik, adalah kota Eropa pertama yang sepenuhnya mengandalkan listrik terbarukan untuk menghangatkan rumah dan kolam renang. Bahan bakar fosil masih digunakan untuk transportasi dan perikanan, tetapi kota ini berharap dapat menghapus emisi tersebut pada tahun 2040.
Foto: picture-alliance/U. Bernhart
Vancouver: Bangunan hijau
Bangunan merupakan sumber utama emisi di kota karena daya yang mereka gunakan untuk penerangan, pendinginan dan pemanas. Vancouver ingin menjadikan semua bangunan baru netral karbon pada tahun 2030 dan bangunan lama pada tahun 2050. Contohmya Vancouver Convention Center yang memiliki atap hijau dengan 400.000 tanaman untuk mengisolasi panas dan menggunakan air laut untuk pemanasan dan pendinginan.
Foto: robertharding/Martin Child/picture-alliance
Surabaya: Sampah botol plastik untuk tiket bus
Sampah plastik merupakan salah satu permasalahan utama. Kota terbesar kedua di Indonesia ini terpilih oleh Guangzhou Institute for Urban Innovation sebagai salah satu kota paling berkelanjutan. Pemerintah kota meluncurkan proyek bus 'Suroboyo' yang memungkinakan penumpang membayar tiket dengan botol plastik bekas dan berhasil mengumpulkan hingga 250 kg sampah plastik tiap harinya. (Ed.: st/ae)
Foto: Reuters/S. Pamungkas
11 foto1 | 11
"Ada bagian di mana sangat penting untuk mendengarkan para ahli - untuk murni membahas fakta-faktanya," kata Felix Jansen. Tapi dia percaya, mendengar pandangan masyarakat awam dari berbagai usia dan spektrum sosial juga sama pentingnya.
"Ada banyak komite ilmiah yang memberi nasihat kepada kami tentang transisi energi dan perubahan iklim, dan itu bagus. Tetapi hanya ada beberapa forum tempat warga biasa dapat bersuara," kata Lisa Badum. "Semua warga negara adalah ahli dalam kehidupan mereka, dan mampu menyumbangkan masukan yang masuk akal dari sudut pandang mereka."