1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Ramadan di Tengah Wabah Corona

Nabila Karimi | Safiullah Ibrahimkhail
16 April 2020

Bagaimana menerapkan puasa di bulan Ramadan di tengah wabah corona di Jerman? Dewan Pusat Muslim di Jerman berpendapat, bagi mereka yang sehat, tetap menjalankan ibadah puasa.

Bulan Ramadan hampir tiba.
Foto ilustrasi: Puasa di tengah krisiscorona.Foto: picture-alliance/dpa/K-D. Gabbert

"Puasa bukan berarti menghentikan penyebaran virus, tetapi dapat memperkuat organisme dan sistem kekebalan tubuh," ujar Aiman ​​A. Mazyek, pimpinan Dewan Pusat Muslim di Jerman, Zentralrat der Muslime in Deutschland. Berikut perbincangan Deutsche Welle dengan Aiman Mazyek seputar masa puasa bagi umat muslim. 
 
DW: Ramadhan, bulan suci umat Islam, akan segera dimulai. Ada usulan bahwa umat Islam menangguhkan ibadah puasa pada tahun ini karena krisis kesehatan yang sedang melanda. Apakah hal itu bisa dimungkinkan dalam konteks Fiqh Islam? Mungkin bahkan ada preseden serupa dalam sejarah? 

Aiman ​​Mazyek: Itu berita hoaks di surat kabar. Yang jadi acuan adalah wawancara dengan sebuah institut dan akademisi di Mesir. Mereka terutama menitikberatkan pada hal-hal yang telah kita kenal, yakni orang yang lemah, orang sakit, perempuan hamil, perempuan yang baru saja melahirkan dan sebagainya tidak perlu puasa, atau bahkan mungkin tidak diizinkan berpuasa, karena menjaga keselamatan tubuh adalah suatu keharusan dalam Islam. Menurut anjurannya: “Sekarang salat Jumat dan salat di masjid lima waktu karena ada pandemi ditunda dulu dan sekarang kita berbicara tentang penangguhan Ramadan”. Namun tentu saja Ramadan dan pedomannya juga dapat dijalani oleh orang sehat dalam masa pandemi. Orang-orang yang sehat mendambakan Ramadan ini, karena ini bulan pengampunan, belas kasihan, sebulan percakapan intim dengan Tuhan. Dan terutama dalam keadaan darurat seperti pada masa corona ini, kita tetap ingin menjalankan ibadah Ramadan. Dalam hal ini, juga sangat mudah dilakukan oleh orang yang sehat. Tetapi tentu saja situasinya akan sangat berbeda. Ini akan sangat berbeda. Masjid-masjid ditutup, salat tidak dapat dilakukan di masjid, undangan buka puasa bersama ke masjid, atau di tempat lain, harus ditangguhkan, Ramadan tidak hanya beribadah di masjid, tetapi juga kehidupan sosial. kehidupan sosial inilah yang di masa pandemi ini tidak dimungkinkan. 

Pimpinan Dewan Pusat Muslim di Jerman, Zentralrat der Muslime in Deutschland.Foto: picture-alliance/Eventpress Golejewski

Puasa adalah kewajiban bagi umat Islam dan kewajiban itu berlabuh di dalam Alquran. Menurut Islam, tubuh dan pikiran dibersihkan dengan puasa dan karenanya meningkatkan kesehatan. Namun, menurut beberapa ahli medis konvensional, menahan diridari makan dan minum dari matahari terbit hingga matahari terbenam bisa melemahkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Bagaimana pendapat Anda, atas hal itu? 

Ada kontra-pendapat untuk setiap laporan ilmiah. Kita tahu perbedaan pendapat ini juga terjadi di sektor-sektor lain. Dan ada laporan medis bahwa berpuasa dikatakan bahaya bagi kesehatan. Laporan-laporan ini sudah ada sebelum wabah corona dan selalu muncul sebelum Ramadan. Anda mungkiningat diskusi di sekolah, ya!? “Gangguan konsentrasi dan gangguan kinerja di sekolah.” Dalam pernyataan tahunan, asosiasi guru memanfaatkan fakta itu sesaat sebelum Ramadan ... dan saya rasa hal itu terjadi lagi kali ini. Tapi bagaimanapun, perdebatan itu akan selalu ada. Bagi orang sehat, kaum muslim, sistem kekebalan pada akhirnya diperkuat dengan berpuasa. Dan setiap dokter akan membenarkan bahwa puasa juga merupakan terapi. Ramadan bukan hanya membersihkan dan memurnikan pikiran, tetapi secara harfiah pemurnian tubuh. Dan detoksifikasi berarti racun dikeluarkan dari tubuh. Pada akhirnya, puasa adalah tindakan yang meningkatkan kesehatan dan bukan sebaliknya. Sekali lagi, itu hanya berlaku untuk orang sehat. Setelah tiga hari berpuasa, kita sudah terbiasa dengan hal itu. Dan kemudian tubuh menyesuaikan ritmenya. Untuk dua atau tiga hari pertama, puasa mungkin agak berat secara fisik, tetapi kemudian kita dapat dengan cepat masuk ke ritme itu. Kemudian kita juga merasakan bahwa tubuh, tentu saja secara perlahan melepaskan racun. Dan pada akhirnya memperkuat sistem kekebalan tubuh dan tidak melemahkannya. 

Itu berarti bahwa selama periode wabah corona, Ramadan atau puasa tidak berbahaya? 

Tidak! Sekali lagi tidak, kecuali untuk orang yang tidak sehat, yang sakit! Dan mereka itu seharusnya tidak berpuasa menurut Islam! Tapi puasa tidak ada hubungannya dengan masa pandemi corona.  

Bagaimana dengan anjuran WHO dan pemerintah? 

Kami memperhatikan pedoman WHO, juga pedoman manajemen krisis pemerintah Jerman. Kami terus-menerus melakukan kontak dan pertukaran informasi dengan pemerintah mengenai kondisi masa pandemi ini. Dan bagi kami, mereka menentukan perilaku kita. Misalnya, "penutupan", yang juga berdampak pada masjid, penutupan masjid secara total, yang tentu saja merupakan hal yang berat bagi kehidupan komunitas muslim, yang mungkin juga akan terjadi di bulan Ramadan, karena bisa berbahaya bagi kesehatan, karena pertemuan di masjid bisa menyulut sebaran virus dan oleh karena itu masjid tidak boleh dibuka selama waktu pandemi ini. Tetapi puasa sama sekali tidak menyebarkan virus, malah pada akhirnya memperkuat tubuh. 

Masjid-masjid di bulan Ramadan biasanya lebih penuh daripada di waktu lain. Apakah mungkin bahwa umat Islam akan tetap bisa pergi beribadah di masjid-masjid selama bulan Ramadan, asalkan bisa jaga jarak sesuai ketentuan? 

Tidak. Sulit bagi saya untuk membayangkannya. Jika situasi pandemi seperti sekarang, tidak berubah dalam beberapa minggu ke depan, hal itu mungkin berarti tentu saja di bulan Ramadan masjid-masjid ditutup dan tidak dibuka. Dan sama seperti salat Jumat di masjid dan salat berjemaah lima kali sehari di masjid tidak dilakukan dulu. Kini sudah berminggu-minggu, mungkin juga akan berlangsung di bulan Ramadan. Saya sulit membayangkannya. 

Apa saran yang ada untuk perayaan Ramadan dan Idul Fitri yang "aman" – bagi muslim di Jerman dan internasional?

Jaga jarak satu sama lain. Selama vaksin itu belum ditemukan, kita harus hati-hati , banyak melakukan pencegahan, perlindungan diri, kontrol jarak, dll… Jadi ada daftar kewaspadaan  yang sangat besar yang harus perhatikan dan ini juga berlaku dalam beribadah. Jika suatu hari, rumah ibadah akan dibuka lagi, maka harus berada di bawah pengawasan yang paling ketat.  

Bagaimana jika ada yang tidak mematuhi pedoman WHO dan dapat menginfeksi diri mereka sendiri atau orang lain dengan virus corona? Menurut Anda, bisakah perilaku seperti itu memiliki konsekuensi hukum? 

Ya, bagi kami itu adalah kewajiban sipil dan dikontrol oleh negara dan ada juga kewajiban agama. Karena menjaga kesehatan tubuh adalah keharusan Islam. Dan di sini orang yang membela diri atau bertindak melawannya bertentangan dengan hukum Jerman dan keyakinannya. Dan itu adalah seruan kami, dan sebagian besar umat muslim juga mematuhinya. Pembahasannya bukan bahwa harus memaksa umat Islam untuk melakukan hal itu sekarang ini, tetapi mereka biasanya melakukannya atas keyakinan mereka sendiri. Tapi pasti ada saja yang kemudian menentangnya. Tetapi itu artinya bertentangan dengan aturan negara dan dengan keyakinannya. (ap/vlz)

Wawancara dilakukan oleh Nabila Karimi.

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait