Di Jerman, Puluhan Pelajar Semarang Promosikan Indonesia
7 September 2018
Sedikitnya 25 pelajar dari SMA 5 Semarang mengikuti kegiatan pertukaran pelajar di Jerman. Kegiatan selama tiga minggu ini bekerja sama dengan Heinriche-Heine-Gymnasium di Hamburg.
Iklan
Pada Selasa (4/9) para pelajar didampingi pembimbing, Diah Follyati, dan perwakilan diaspora Indonesia di Hamburg, Harald Ploss, bertemu dengan Duta Besar Indonesia untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno.
Kegiatan pertukaran pelajar ini telah memasuki tahun keempat, dengan total pelajar yang sudah ikuti sebanyak 84 orang.
"Para pelajar ini telah melalui berbagai tahapan seleksi. Tidak hanya dari sisi kemampuan bahasa Inggris akan tetapi juga dari kemampuan akademik," ujar Diah Follyati.
“Selama di Jerman mereka dilatih untuk meningkatkan keterampilan interpersonal saat berada di lingkungan baru. Para pelajar juga ditugaskan untuk mempromosikan Indonesia dan nilai-nilai toleransi kepada komunitas Jerman,“ lanjutnya.
Duta Besar Oegroseno dalam sambutannya mengingatkan para pelajar untuk dapat memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya.
“Kalian setidaknya telah mempunyai kelebihan yang mungkin tidak banyak dimiliki oleh remaja-remaja Indonesia seusia kalian, yaitu kemampuan berbahasa Inggris yang baik. Namun untuk meraih kesuksesan dibutuhkan kesungguhan dan perlu menanamkan semangat menyukai apa yang kita kerjakan, serta menjaga keseimbangan antara science dan arts,“ ujar Dubes Oegroseno.
Harald Ploss, diaspora Indonesia berkewarganegaraan Jerman yang juga pengusaha kerajinan kayu di Jerman menceritakan kembali awal dirintisnya kerja sama pertukaran pelajar ini.
Semula Indonesia tidak masuk dalam nominasi negara yang akan dijadikan mitra kerja sama pertukaran pelajar di Hamburg.
Namun dia berhasil meyakinkan bahwa Indonesia sangat layak diperhitungkan mengingat besarnya potensi.
Belajar Hidup di Jerman
Awalnya Anggy datang ke Jerman sebagai 'au pair'. Kini ia biayai kuliahnya sendiri sambil bekerja. Pelajaran hidup didapatnya bukan hanya dari kuliah, namun dari kerja keras dan interaksi multikultur.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Kuliah dua jurusan
Anggy Pradita kuliah jurusan bahasa Jerman dan Inggris, di Universitas Westfälische Willhem Münster, Jerman. Di universitas yang sama dia pun mengambil jurusan pendidikan. Selama menempuh studi, ia membiayai sendiri biaya kuliah dan hidupnya.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Awalnya menjadi pengasuh anak
Awalnya, tahun 2010 Anggy datang ke Jerman, sebagai ‘au pair‘ atau pengasuh anak dengan pertukaran budaya. Lalu, ia mengikuti kelas persamaan SMA di Jerman dan mulai kuliah sambil bekerja.
Foto: Anggy Pradita
Bertahan hidup dengan bekerja
Kini di samping kuliah, sehari-hari Anggy bekerja membersihkan rumah orang-orang yang sibuk dan membutuhkan bantuannya, selain itu ia juga bekerja di sebuah kafetaria milik orang Jerman.
Foto: Anggy Pradita
Beraktivitas dan bercengrama
Di tengah kesibukannya kuliah dan bekerja, Anggy juga aktif dalam kegiatan—kegiatan mahasiswa di Jerman, terutama kegiatan kebudayaan. Bercengkarama dengan dengan kawan-kawan menjadi pelepas segala lelah.
Foto: Anggy Pradita
Mandiri
Bagi Anggy: kuliah, bekerja dan bersosialisasi di Jerman merupakan proses belajar dalam kehidupan. Kemandirian dan bagaimana beinteraksi dengan orang lain menjadi tantangan untuk dapat hidup lebih maju.
Foto: Anggy Pradita
Beribadah
Meski sibuk, aktivitasnya sedikitpun tak berkurang pada bulan puasa. Menjalankan puasa sekitar 18 jam sehari di musim panas, ia tetap studi, bekerja dan beraktivitas seperti biasa. Namun kemenangan melawan hawa nafsu sekaligus memperkenalkan agama dan budayanya menjadi kegembiraan tersendiri baginya. Menjalankan ibadah menjadi keseimbangan dalam kesehariannya.
Foto: A. Pradita
Godaan di tanah air lebih berat
“Di kafe, kadang-kadang di tengah kerongkongan haus, saya tetap melayani pelanggan yang ingin es,“ kata Anggy. “Lebih berat di Jakarta loh..puasanya..soalnya godaannya tukang bakso yang lewat. Di sini kan tak ada abang bakso,“ ujarnya tertawa.
Foto: A. Pradita
Memasak menu berbuka bagi sesama
Anggy juga banyak berdiskusi tentang agama dengan pemilik kafe dan rekan kerjanya di mana ia bekerja . Kepada mereka ia menjelaskan mengenai Islam, berpuasa atau beribadah. Yang mengharukan, tiap buka puasa, atasannya atau sang pemilik kafe yang orang Jerman selalu menyiapkan sendiri makanan khusus yang dimasaknya khusus buat Anggy berbuka.
Foto: A. Pradita
Membangun hubungan kebersamaan
“Ia bahkan berbelanja khusus ke toko Turki atau toko halal untuk membeli bahan makanan yang khusus dimasaknya untuk saya,“ papar Anggy. Persahabatan antar agama, antar etnis, antar budaya, ynag didasari pemahaman satu sama lain membuahkan rasa kemanusiaan dan rasa kasih sayang. Anggy bahkan memanggil „mutti“ atau ibu pada pemilik kafe ini.
Foto: A. Pradita
Bertukar budaya, membangun toleransi
Belajar hidup, itulah intinya bagi Anggy dalam menjalani kehidupannya di Jerman. Pelajaran hidup, bukan hanya ditelannya dari bangku kuliah, namun juga dari tempat kerja, pengalaman berinteraksi dengan orang berbeda latar belakang, membangun toleransi dan bertukar budaya. “Ini akan jadi bekal hidup saya ketika lulus kuliah tahun 2018 nanti,“ tandasnya penuh semangat.