Orang Jerman dan hutannya punya kisah cinta yang mendalam. Namun kondisi hutan saat ini sangat buruk, bahkan mungkin lebih buruk dari sebelumnya. Sementara itu bagaimana kondisi hutan di Indonesia?
Iklan
Warga lanjut usia di Jerman mungkin masih ingat: Kematian hutan pernah menjadi berita utama di Jerman Barat (saat Jerman masih terpecah menjadi Jerman Barat dan Jerman Timur.) pada tahun 1984. "Hutan sekarat” terpilih sebagai kata paling populer pada tahun itu di Jerman Barat.
Terutama gas buangan dari lalu lintas dan industri berdampak buruk pada pepohonan. Hal ini sangat memukul hati masyarakat Jerman, yang memiliki hubungan istimewa dan romantis dengan hutannya.
Hanya 19 % pohon ek yang masih sehat
Saat ini setelah penyatuan kembali, sekitar 30 persen wilayah Jerman merupakan tutupan hutan. Namun kondisi pepohonan di hutan tidak lebih baik dibandingkan 40 tahun lalu, ketika Jerman masih terbagi dua.
Laporan kondisi hutan yang dibuat oleh Menteri Pertanian Jerman Cem Özdemir menyebutkan, pada tahun 1984, ketika semua orang berbicara tentang hutan yang sakit, 54% pohon ek di Jerman Barat kala itu masih sehat, kini angkanya melorot hanya tiggal 19%.
Reaksi tegas setelah tahun 1984
Pakar kehutanan di Asosiasi Konservasi Alam Jerman (NABU) Sven Selbert, mengatakan kepada DW: "Keadaan hutan bahkan lebih buruk dibandingkan di jaman sebelum penyatuan Jerman, saat semua orang membicarakan kematian hutan. Dan saat itu, masyarakat bereaksi cukup aktif. Saat itu, dilakukan pemasangan filter secara besar-besaran di cerobong asap pabrik, menghilangkan cemaran belerang dari udara, dan itu sangat membantu hutan."
Hutan di Jerman Hadapi Kemusnahan Massal
Kesehatan hutan di Jerman merosot drastis. Pemanasan global dan manajemen yang buruk jadi faktor utama kematian banyak pohon di hutan seluruh negeri. Masalah kesehatan hutan kini jadi isu nasional.
Foto: DW/S. A. Diehn
Hutan sedang sekarat
Sebagian hutan di Jerman sekarat, karena musim panas yang sangat kering dan lebih panas. Wabah kumbang pengerek kulit kayu yang menyukai panas hancurkan hutan cemara di mana-mana. Lebih banyak pohon mati di Jerman pada tahun 2020 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, termasuk pohon beech yang ditanam secara luas dalam dekade terakhir terkait ketahanan iklimnya.
Foto: picture-alliance/dpa/Bildfunk/S. Pförtner
Iklim atau pengelolaan hutan yang harus disalahkan?
Ketika krisis iklim dan kumbang pengerek kulit kayu yang merajalela jadi penyebab utama yang dicemaskan, pertemuan puncak hutan di Jerman bertujuan mengkaji ulang dan menyelaraskan kembali cara pengelolaan hutan. Salah satu contohnya, penanaman luas pohon cemara konifer yang tumbuh cepat setelah Perang Dunia II di habitat bukan aslinya.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Stratenschulte
Setengah dari hutan bisa mati
"Ini hutan buatan yang sedang sekarat," kata rimbawan dan penulis Jerman, Peter Wohlleben. "Ini bukan hutan alami, bukan hutan purba," katanya kepada DW. "Dalam 10 tahun ke depan, kita bisa melihat 50% atau lebih hutan mati karena pengelolaan yang buruk." Hutan cemara hanya menyimpan sekitar 5% air hujan karena pemadatan tanah saat panen. Musim panas yang kering juga menambah faktor ini.
Foto: Jan Eifert/dpa/picture-alliance
Biarkan hutan hidup mandiri
"Untuk melawan perubahan iklim, yang terbaik adalah membiarkan hutan tumbuh dengan sendirinya" kata Wohlleben, penulis buku terlaris "The Hidden Life of Trees." "Ekosistem jika dibiarkan pada habitat sendiri akan jauh lebih tangguh." Wohlleben adalah pendiri Akademi Hutan di Jerman, yang jadi tuan rumah pertemuan puncak krisis hutan.
Foto: privat
Hutan juga punya jejaring sosial
Pohon punya kepedulian terhadap komunitasnya, mereka belajar dari yang lainnya, terutama di saat kekeringan, kata Wohlleben. Jika satu pohon mengetahui air mulai langka, pohon ini akan meneruskan informasinya ke pohon-pohon lain dan secara kolektif mengurangi konsumsi air. "Semakin kita mengganggu jejaring sosial ini, semakin lemah hutannya," kata penulis kepada DW.
Foto: picture-alliance/blickwinkel/R. Bala
Kuncinya adalah keanekaragaman hayati
"Perlindungan keanekaragaman hayati harus menjadi dasar untuk apa pun yang kita lakukan," kata Judith Reise, seorang peneliti di Institut ekologi Jerman, terkait strategi penyelamatan hutan. Ekosistem hutan yang beragam dan tangguh hadapi perubahan iklim, perlu waktu hingga 400 tahun hingga menjadi netral karbon. Sejauh ini baru 2,8% hutan di Jerman dilindungi biodiversitasnya.
Foto: Ina Fassbender/AFP/Getty Images
Jerman perlu hutan belantara alami
Hutan tertua yang tidak terganggu di pulau Vilm Jerman, usianya hanya sekitar 300 tahun, jelas Reise. "Kami tidak memiliki hutan belantara di Jerman," katanya. Hutan telah dikelola secara berlebihan untuk budidaya kayu, tapi juga karena kepercayaan budaya bahwa hutan juga untuk rekreasi. Itu memicu pembersihan kayu mati yang penting untuk biodiversitas.
Foto: picture alliance/dpa/S. Sauer
Kayu dapat membantu mitigasi perubahan iklim
Diperlukan dorongn untuk panen kayu yang berkelanjutan, untuk melawan perubahan iklim. Terutama memakai material kayu untuk menggantikan bahan bangunan dengan emisi karbon tinggi seperti baja dan beton. "Ini bisa menjadi solusi yang sangat kuat," kata Christopher Reyer, peneliti di Institut Penelitian Dampak Iklim di Potsdam.
Foto: DW/S. A. Diehn
8 foto1 | 8
Penebangan hutan tidak lagi menjadi berita utama
Saat ini terdapat faktor-faktor lain, yang lebih beragam yang mempengaruhi pepohonan. Jika hujan deras atau hujan terus-menerus turun, sebagai dampak perubahan iklim dan menyebabkan sungai meluap di musim panas (atau menyebabkan rendahnya permukaan air secara permanen), maka dampaknya akan jauh lebih nyata. Misalnya bencana banjir di Lembah Ahr pada musim panas tahun 2021.
Sven Selbert berujar: "Kita menghadapi perubahan iklim, yang kini jelas-jelas berdampak pada hutan. Selain kekeringan, badai, dan kekurangan air, terdapat penyakit-penyakit baru yang sebagian besar disebabkan oleh patogen yang telah diketahui dan tiba-tiba menyebabkan kematian. Kerusakan hutan jauh lebih besar dibandingkan yang kita lihat sebelumnya."
Pemerintah akan usulkan undang-undang kehutanan yang baru
Koalisi pemerintah yang terdiri dari Partai SPD, Partai Hijau, dan FDP, yang menjabat sejak Desember 2021, telah secara tegas sepakat dalam perjanjian koalisi untuk memerangi tren ini. Yang terpenting, disepakati untuk mengadopsi undang-undang perlindungan hutan, yang akan menggantikan peraturan lama yang dikeluarkan pada tahun 1975. Ketika itu, belum ada pembicaraan mengenai perubahan iklim, Jerman masih terpecah dua, dan konsumsi lahan belum separah saat ini.
Menteri pertanian Cem Özdemir belum lama ini mengatakan: "Krisis iklim telah menguasai hutan kita; kekeringan yang berkepanjangan dan suhu tinggi dalam beberapa tahun terakhir, telah menyebabkan kerusakan yang berkepanjangan." Tokoh partai Hijau itu melanjutkan: "Hanya satu dari lima pohon yang benar-benar sehat. Hutan menjadi pasien permanen." Oleh karena itu, penting untuk memberikan "obat jangka panjang” bagi ekosistem yang berharga ini, termasuk mengubahnya menjadi hutan campuran.
Tahan badai di hutan
Adaptasi terhadap perubahan iklim, termasuk terhadap pepohonan, menjadi kata kuncinya. Banyak dampak pemanasan global yang tidak dapat lagi dimitigasi. Kebijakan akan hutan harus berubah agar ekosistemnya dapat bertahan hidup. Sven Selbert menegaskan: "Kita harus membuat hutan, ekosistem, termasuk kota, tahan badai. Ini berarti kita harus memahami ekosistem hutan, bukan sekadar ladang kayu. Kita harus melakukan sesuatu terhadap jaringan kehidupan di ekosistem hutan menjadi lebih erat, misalnya.
Iklan
Kepentingan ekonomi versus konservasi alam?
Namun rancangan undang-undang kehutanan, yang saat ini sedang menjalani pemungutan suara di pemerintahan Jerman, sudah dihujani kritik. Pemilik hutan melihat rancangan undang-undang yang ada saat ini sebagai "bukti ketidak percayaan” dan mereka mengeluhkan aturan, misalnya, penebangan tanpa izin akan dianggap sebagai tindak pidana.
Menanggapi keluhan itu, Sven Selbert mengatakan: "Banyak orang melihat hutan sebagai sumber kayu, tapi memang begitulah adanya, hutan seharusnya tetap befungi begitu, namun hal ini hanya bisa terjadi jika kesehatan hutan meningkat dan tidak menurun secara permanen."
Ekspor kayu dari Jerman meningkat lebih dari tiga kali lipat
Hampir separuh hutan di Jerman adalah milik pribadi. Terdapat sekitar 760.000 pemilik hutan. Kayu adalah produk yang banyak dicari. Harga papan kayu telah meningkat tajam di pasar global dalam beberapa tahun terakhir antara tahun 2015 dan 2020.
Ekspor kayu mentah meningkat lebih dari tiga kali lipat, terutama ke Cina dan Amerika Serikat.Tekanan terhadap hutan masih sama seperti di tempat lain di dunia, papar Selbert: "Kami, bersama dengan wilayah lain di dunia, mempunyai masalah yang sama.Amazon sangat menderita akibat krisis iklim, dan ada kekhawatiran bahwa lahan basah di bumi ini akan mengering. Namun hutan di Skandinavia juga berada di bawah tekanan besar. Di sana, hutan dengan banyak tumbuhan runjung perlu dihijaukan kembali." Kapan dan dalam bentuk apa undang-undang kehutanan Jerman yang baru akan berlaku masih belum jelas.
Bagaimana hutan di Indonesia?
Dikutip dari Associated Press, Indonesia mengalami kehilangan hutan primer lebih dari 27 persen pada tahun 2023, meningkat tajam dibandingkan tahun sebelumnya. Namun menurut analisis data deforestasi dari World Resources Institute (WRI), kerugian tersebut masih dianggap rendah dibandingkan tahun 2010-an.
Pembabatan hutan terjadi mulai dari penebangan pohon di taman nasional yang dilindungi, hingga sebagian besar hutan yang ditebang untuk perkebunan kelapa sawit dan pohon bahan produksi kertas.
"Deforestasi telah menurun sejak sekitar enam tahun yang lalu, ketika tingkat deforestasi mencapai puncaknya. (Di satu sisi) ini kabar baik bagi Indonesia," kata Direktur Global Program Kehutanan di WRI, Rod Taylor dalam laporannya akhir April lalu.
Sebagai negara kepulauan tropis sangat luas, yang membentang di garis khatulistiwa, Indonesia adalah habitat alami bagi hutan hujan terbesar ketiga di dunia, dengan beragam satwa liar dan tumbuhan yang terancam punah, termasuk orangutan, gajah, dan bunga hutan raksasa. Beberapa dari keragaman ini tidak ditemukan di tempat lain.
Dunia Yang Menakjubkan Dari Lahan Basah
Lahan basah adalah keajaiban alam yang penuh keragaman hayati, habitat bagi jutaan hewan, namun amat ringkih. Lahan ini juga membantu regulasi air. Tapi akibat laju perubahan iklim, lahan basah punah dengan cepat.
Foto: Larry W. Smith/dpa/picture alliance
Apa itu lahan basah?
Definisi lahan basah sulit, karena sangat kompleks dan selalu berubah. Kamus Merriam-Webster mendefinisikan ahan basah adalah "daerah yang sering tertutup air dangkal atau tanah yang jenuh dengan kelembaban." Lahan ini ekosistem dan habitat beragam hewan dengan vegetasinya sendiri dan penting untuk penyaringan air, stabilitas garis pantai dan pengendalian banjir.
Foto: Olaf Juergens/Zoonar/picture alliance
Kepedulian pada lahan basah
Meskipun tutupan lahan basah kurang dari 4% permukaan bumi, 40% dari semua spesies hewan hidup atau bereproduksi di sini. Lahan basah menyaring, menyimpan, dan memasok air dan makanan ke planet ini. Lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia bergantung pada lahan basah untuk mendapatkan makanan. Lahan menyimpan karbon dua kali lebih banyak dari gabungan semua hutan dunia.
Foto: Julian Peters/Zoonar/picture alliance
Rawa lebih dari sekadar buaya
Lahan basah tampil dalam berbagai bentuk dan ukuran. Jika mendukung hutan, disebut rawa. Fenomena alam ini paling sering terbentuk dekat sungai atau danau besar dan mendukung keanekaragaman flora dan fauna. Tetapi suhu yang lebih hangat dan perubahan curah hujan membuat kering banyak rawa di seluruh dunia.
Foto: Erwin and Peggy Bauer/picture alliance
Hutan bakau di Sundarbans
Sundarbans adalah ekosistem mangrove pesisir terbesar di dunia dan terbentang di antara pesisir India dan Bangladesh. Hutan ini menciptakan habitat bagi berbagai jenis ikan, kepiting dan udang. Lahan juga melindungi masyarakat pesisir dari angin topan yang berbahaya. Namun krisis iklim mengancam habitat ini dan sumber dayanya, yang semakin menipis.
Foto: Hermes Images/Tips Images/picture alliance
Laut Wadden di Eropa Utara
Membentang di sepanjang pantai Denmark, Jerman dan Belanda, zona intertidal unik ini disebut "Laut Wadden". Dipengaruhi siklus pasang dan surut konstan, lahan membentang hampir 500 kilometer dan mencakup dataran pasang surut dan lahan basah antara daratan dan berbagai pulau di Laut Utara. Tetapi perubahan iklim dapat menyebabkan seluruh pulau menghilang.
Foto: H. Baesemann/blickwinkel/imago images
Gambut bukan hanya untuk bahan bakar
Lahan basah yag secara bertahap membentuk gambut disebut rawa gambut muda. Gambut adalah deposit biomassa dan ketebalannya bisa sampai beberapa meter. Lahan gambut muda biasanya ditemukan di belahan bumi utara. Tetapi bahkan di sana, rekor kenaikan suhu telah memicu kebakaran besar di lahan gambut, yang melepaskan 10 hingga 100 kali lebih banyak CO2 dibanding kebakaran hutan.
Foto: Dave Reede/All Canada Photos/picture alliance
Musim perubahan di Pantanal
Membentang dari Brasil, Bolivia hingga Paraguay, Pantanal adalah salah satu lahan basah tropis terbesar di dunia. Ini lahan basah musiman, karena mengalami periode banjir dan kekeringan. Selama musim hujan, sebagian besar wilayahnya terendam air dan kemudian mengering. Namun dalam beberapa tahun terakhir, turunnya curah hujan selama musim panas telah menyebabkan kekeringan ekstrem.
Foto: Gustavo Basso/NurPhoto/picture alliance
Delta Volga
Delta Volga membentang dari Rusia ke Kazakhstan, di mana Sungai Volga memasuki Laut Kaspia. Selama abad terakhir delta semakin luas karena perubahan permukaan laut dan sekarang lebarnya hampir 160 kilometer. Itu bukan tanpa masalah, karena perubahan permukaan laut telah melampaui limit agradasi, sehingga sedimen Volga sekarang tersebar di seluruh dataran Kaspia.
Lahan basah sangat rentan terhadap perubahan iklim dan tidak berdaya melawan impak aktivitas manusia. Lahan ini adalah roda penggerak penting dalam ekosistem. Setelah rawa gambut mengering, sulit untuk dipulihkan karena sedimentasi gambut membutuhkan waktu puluhan tahun. Menanam mangrove di tanah kering tidak ada gunanya dan merevitalisasi rawa yang dikeringkan nyaris tidak mungkin.
Foto: Yang Shiyao/Xinhua News Agency/picture alliance
Ekosistem yang paling terancam
Faktanya lahan basah punah di seluruh dunia dengan kecepatan mengkhawatirkan. Dalam 50 tahun terakhir, 35% lahan basah musnah, dan jadi ekosistem yang paling terancam, karena menghilang tiga kali lebih cepat daripada hutan. Lahan basah melindungi masyarakat dari dampak perubahan iklim dan degradasinya menempatkan kehidupan manusia dalam risiko. (rs/as)
Foto: Larry W. Smith/dpa/picture alliance
10 foto1 | 10
74 juta hektare hutan hujan Indonesia telah rusak?
Data dari laboratorium Global Land Analysis and Discovery di University of Maryland dibagikan di Global Forest Watch (GFW), sebuah platform yang dijalankan oleh WRI yang menyediakan data, teknologi, dan alat untuk memantau hutan dunia.
Dikutip dari AP, menurut GFW, sejak tahun 1950, lebih dari 74 juta hektare hutan hujan Indonesia (dua kali luas negara Jerman) telah ditebang, dibakar, atau terdegradasi untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit, pohon untuk kertas dan karet, pertambangan nikel, dan komoditas lainnya.
Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia, salah satu eksportir batu bara terbesar, dan produsen utama pulp hingga kertas. Negara ini juga mengekspor minyak dan gas, karet, timah dan sumber daya alam lainnya.
Menurut analisis tersebut, perluasan perkebunan industri terjadi di beberapa lokasi yang berdekatan dengan perkebunan kelapa sawit dan pulp serta pohon untuk kertas yang ada di Kalimantan dan Papua Barat.
Dampak pertambangan bagi hutan
Data GFW mengenai hilangnya hutan primer di Indonesia,-- yang merupakan hutan tua dengan simpanan karbon tinggi dan kaya akan keanekaragaman hayati, jauh lebih tinggi dibandingkan statistik resmi Indonesia.
Deforestasi dan Perburuan Ancam Harimau Sumatera
Apakah anak cucu kita masih bisa melihat harimau Sumatera? Kerusakan hutan dan perburuan menjadi ancaman kepunahan harimau Sumatera. Nasib mereka dikhawatirkan akan punah sebagaimana harimau Jawa dan harimau Bali.
Foto: BKSDA Bengkulu/Erni Suyanti Musabine
Terluka akibat perburuan
Perempuan ini bernama Erni Suyanti Musabine. Ia tampak memonitor kondisi harimau yang terluka akibat ulah pemburu. Selain jadi sasaran perburuan, harimau rawan terlibat konflik dengan manusia dan rentan tertular penyakit dari hewan domestik. Semua faktor tersebut dapat mengancam jiwanya.
Foto: BKSDA Bengkulu/Erni Suyanti Musabine
Sahabat harimau
Erni Suyanti Musabine tak kenal lelah mengobati dan merawatharimau-harimau terluka. Foto: Erni membantu relokasi harimau yang terluka ke kawasan konservasi Taman Wisata Alam Seblat Bengkulu Utara, 28 Okt 2015.
Foto: BKSDA Bengkulu/Erni Suyanti Musabine
Kehilangan Habitat dan Diburu
Dari tahun ke tahun habitat harimau Sumatera makin menyempit, sementara perburuan harimau untuk perdagangan gelap masih terus terjadi. Jumlah harimau Sumatera diperkirakan tinggal 400 ekor.
Foto: Getty Images/AFP/T. Fabi
Bahaya dalam penyelamatan
Tampak dalam foto, Erni dan timnya menyelamatkan harimau bernama Elsa di Kabupaten Kaur Bengkulu dan dua ekor harimau lainnya di dekatnya, pada tahun 2014. Jerat Elsa putus sebelum dibius dan ini bersembunyi di semak belukar. Menyuntik bius harimau dalam kondisi seperti itu bukanlah pekerjaan yang mudah dan membahayakan tentunya.
Foto: BKSDA Bengkulu/Erni Suyanti Musabine
Perdagangan gelap
Meski pemerintah mencanangkan upaya meningkatkan jumlah hewan buas ini sejak tahun 2010, keberadaan harimau Sumatera masih memprihatinkan. Perdagangan gelap merajalela. Kebanyakan bagian tubuh harimau tersebut dijual di toko kerajinan tangan dan penjual obat.
Foto: BKSDA Bengkulu/Erni Suyanti Musabine
Ditangkarkan di Luar Negeri
Untuk menjaga kelestariannya, harimau Sumatera ditangkarkan di beberapa negara lain, seperti di Inggris.. Baru-baru ini, seekor harimau Sumatera, yang diyakini sebagai harimau tertua di penangkaran, telah meninggal dunia di Hawaii dalam usia 25 tahun.
Foto: Reuters/R. Naden
6 foto1 | 6
Hal ini karena sebagian besar hilangnya hutan primer di Indonesia, demikian menurut analisis tersebut, berada di kawasan yang diklasifikasikan Indonesia sebagai hutan sekunder, yaitu kawasan yang sebagian besar telah beregenerasi melalui proses alami setelah aktivitas manusia seperti pembukaan lahan pertanian atau pemanenan kayu. Hutan sekunder biasanya memiliki kapasitas penyimpanan karbon yang lebih rendah dibandingkan hutan primer.
Menurut analisis tersebut, deforestasi yang terkait dengan industri pertambangan, terutama terjadi di Sumatra, Sulawesi, Maluku, dan Kalimantan.
Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, bahan penting untuk kendaraan listrik, panel surya, dan barang-barang lain yang diperlukan untuk transisi energi ramah lingkungan. "Sebagian dari deforestasi ini dapat dikaitkan langsung dengan perluasan industri nikel di Indonesia," kata Timer Manurung dari Auriga Nusantara, sebuah organisasi konservasi nonpemerintah yang berbasis di Indonesia, sebagaimana dilansir AP.
Tidak jelas seberapa banyak deforestasi di Indonesia yang disebabkan oleh pertambangan, namun Timer menyebutnya sebagai faktor pendorong yang signifikan. Ia mengatakan, pesatnya perkembangan industri pertambangan dan pengolahannikel di Indonesia, termasuk lebih dari 20 pabrik peleburan baru untuk memproses bijih nikel, ibarat mengulangi kesalahan.
Hutan Terpenting di Dunia Butuh Perlindungan
Pada KTT COP26, 100 negara berjanji untuk mengakhiri deforestasi pada tahun 2030. Seberapa terlindungikah hutan terpenting di dunia?
Foto: Zoonar/picture alliance
Hutan hujan Amazon
Hutan hujan Amazon adalah salah satu tempat dengan keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Namun, penebangan dan peternakan sapi yang ekstensif selama beberapa dekade telah melenyapkan sekitar 2 juta kilometer persegi area hutan. Sebuah studi belum lama ini menunjukkan bahwa beberapa bagian Amazon sekarang mengeluarkan lebih banyak karbon dioksida dibanding yang diserap.
Foto: Florence Goisnard/AFP/Getty Images
Taiga
Hutan utara subarktik ini terdiri dari tumbuhan runjung yang membentang melintasi Skandinavia dan sebagian besar Rusia. Konservasi Taiga bervariasi dari satu negara ke negara lain. Di Siberia Timur, misalnya, perlindungan ketat era Soviet membuat sebagian besar bentang alamnya tetap utuh, tetapi kemerosotan ekonomi Rusia telah mendorong tingkat penebangan yang semakin merusak.
Foto: Sergi Reboredo/picture alliance
Hutan boreal Kanada
Taiga subarktik di Amerika Utara ini dikenal sebagai hutan boreal dan membentang dari Alaska ke Quebec, meliputi sepertiga Kanada. Sekitar 94% dari hutan boreal Kanada berada di lahan publik dan dikendalikan oleh pemerintah, tetapi hanya sekitar 8% yang dilindungi. Kanada, salah satu pengekspor utama produk kertas dunia, menebang sekitar 4.000 kilometer persegi hutan ini setiap tahun.
Foto: Jon Reaves/robertharding/picture alliance
Hutan hujan cekungan Kongo
Sungai Kongo mengalir melewati salah satu hutan hujan tertua dan terpadat di dunia, rumah bagi beberapa binatang paling ikonik di Afrika, seperti gorila, gajah, dan simpanse. Wilayah ini juga kaya akan minyak, emas, berlian, dan mineral berharga lainnya. Pertambangan dan perburuan telah memicu deforestasi yang cepat, yang menurut ilmuwan akan sepenuhnya lenyap pada tahun 2100 dengan laju saat ini.
Foto: Rebecca Blackwell/AP Photo/picture alliance
Hutan tropis Kalimantan
Sebuah ekoregion berusia 140 juta tahun yang menjangkau seluruh Brunei, Indonesia, dan Malaysia, serta memberikan perlindungan bagi ratusan spesies yang terancam punah seperti orangutan dan badak Sumatera, ini sebagian besar hutan hujannya sedang terdegradasi.
Foto: J. Eaton/AGAMI/blickwinkel/picture alliance
Hutan Primorye
Terletak di timur jauh Rusia, hutan jenis konifera menjadi habitat harimau Siberia dan lusinan spesies terancam punah lainnya. Lokasinya yang terpencil dan berdekatan dengan Samudra Pasifik, membuat Hutan Primorye tetap utuh, tetapi penebangan komersial yang meluas telah menjadi ancaman yang semakin besar.
Foto: Zaruba Ondrej/dpa/CTK/picture alliance
Hutan hujan sedang Valdivian
Wilayah hutan ini mencakup sebidang tanah sempit antara lereng barat Andes dan Samudra Pasifik. Pohon seperti Nothofagus dan Fitzroya yang berumur panjang tumbuh di beberapa bagian Valdivian. Penebangan besar-besaran mengancam pohon-pohon endemik ini, yang digantikan dengan pinus dan eucalyptus yang tumbuh cepat yang tidak dapat menopang keanekaragaman hayati di kawasan itu. (rs/ha)
Foto: Kevin Schafer/NHPA/photoshot/picture alliance
7 foto1 | 7
"(Pertambangan nikel) mengulangi kesalahan yang dilakukan oleh kelapa sawit dan kayu pulp di Indonesia, yaitu memicu meningkatnya deforestasi," cetusnya.
Deforestasi menyusut?
Namun, Taylor mencatat bahwa deforestasi yang dilakukan dalam skala besar tampaknya semakin menyusut dibandingkan masa lalu. Pada tahun 2010-an terjadi ekspansi besar-besaran kelapa sawit, kayu, dan perkebunan skala besar di seluruh Indonesia.
Penelitian dalam jurnal Nature Climate Change menemukan bahwa laju deforestasi meningkat dua kali lipat menjadi sekitar dua juta hektare per tahun selama tahun 2004-2014. Demikian dilansir dari AP.
Pada tahun 2023, hilangnya hutan primer pada petak-petak yang luasnya lebih dari 100 hektare 'hanya' menyumbang 15% dari total kehilangan, demikian menurut analisis tersebut.
Taylor menduga, menyusutnya lahan akibat deforestasi skala besar, berkaitan dengan risiko reputasi yang harus dihadapi perusahaan jika ketahuan melakukan penebangan pohon.
Dalam beberapa dekade terakhir, organisasi nonpemerintah, konsumen dan pemerintah, termasuk Uni Eropa, telah mendorong perusahaan untuk meninggalkan praktik deforestasi.
Pada tahun 2018, Presiden Indonesia Joko Widodo membekukan izin baru perkebunan kelapa sawit selama tiga tahun. Dan laju deforestasi melambat antara tahun 2021-2022, menurut data pemerintah.
Namun hilangnya hutan primer dalam skala kecil masih terjadi di seluruh Indonesia, termasuk di beberapa kawasan lindung seperti Taman Nasional Tesso Nilo dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil di Pulau Sumatra. Kedua wilayah tersebut adalah rumah bagi hewan terancam punah seperti harimau dan gajah.
Deforestasi salah satunya berdampak pada bencana yang lebih parah dan mematikan. Selama fenomena El Nino terakhir di Indonesia pada tahun 2015-2016, kebakaran yang sengaja dilakukan untuk membuka lahan pertanian, dengan cepat menyebar dan menimbulkan kabut asap di seluruh Asia Tenggara.
ap/as
(Sumber tambahan soal Indonesia: Associated Press)