Di Oxford, Inilah Pandangan Kalla Soal Islam Indonesia
19 Mei 2017
Dalam ceramahnya di Universitas Oxford, Inggris, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta dunia internasional menghormati proses hukum menyangkut vonis Ahok dalam kasus penistaan agama.
Iklan
Di tengah aksi protes dan kritikan tajam, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan kuliah umum mengenai kehidupan "Islam Jalan Tengah" atau Islam toleran Indonesia di Pusat Studi Kajian Agama Islam, Universitas Oxford, Inggris, Kamis (18/05) malam.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menekankan Indonesia bukanlah negara Islam, melainkan negara demokrasi yang menjunjung tinggi nilai Pancasila. Dikutip dari Antara, Kalla mengatakan: "Dasar negara kami adalah Pancasila, yang menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama. Sekali pun Indonesia 88 persen penduduknya adalah Muslim, Indonesia bukanlah negara Islam."
Dikatakannya lebih lanjut, Islam datang ke Indonesia dengan penuh kedamaian, melalui imam-imam Sufi, lewat para pedagang, dan bukan dengan paksaan maupun perang. "Oleh karena itu, Islam di Indonesia berkembang dengan kedamaian, yang pada abad ke-delapan dan sembilan dibawa oleh imam Sufi dan pedagang Arab untuk menyatu dengan kebudayaan dan kearifan lokal di Tanah Air. Sehingga, kemudian Islam ini menjadi suatu Islam Jalan Tengah atau Wasatiyah.".
Di hadapan ratusan peserta seminar tersebut, Kalla menambahkan, di bawah prinsip Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia mengedepankan toleransi dan perdamaian dalam keberagaman.
Dan 1000 Lilin Pun Menyala di Kota Bonn....
Aksi keprihatinan atas politisasi agama dan semakin melemahnya nilai-nilai toleransi di Indonesia, mendorong warga Indonesia di Bonn, Jerman berkumpul bersama menyuarakan perdamaian di negara yang berbhinneka, Indonesia
Foto: DW/A. Purwaningsih
Solidaritas dari Bonn
Hari Minggu (14/05) di lapangan Kaiserplatz, Bonn, Nordrhein Westfalen, Jerman, seratusan warga Indonesia berkumpul bersama dalam aksi mendukung Bhinneka Tunggal Ika. Mereka menyuarakan keprihatinan bersama atas membesarnya bentuk-bentuk diskriminasi, intoleransi dan kebencian antar sesama warga negara di Indonesia.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Menolak politisasi agama
Mereka menolak dipakainya sentimen agama dan ras diluar batas etika dan kemanusiaan untuk kemenangan politik sesaat pada proses pemilihan elektoral di ibukota, sehingga berujung perpecahan di negara yang kaya kemajemukan ini. Acara juga dihadiri oleh beberapa orang Jerman yang peduli Indonesia.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Tolak dominasi elite
Para peserta aksi tak ingin kehidupan bersaudara antar agama, suku, ras di Indonesia dikuasai dan didominasi oleh segolongan mayoritas saja. Dalam pernyataan sikapnya, mereka menyatakan keprihatinannya atas perilaku elite, politisi, partai politik dan pemimpin agama yang dianggap telah mengutamakan kepentingan kekuasaan daripada kesatuan dan persatuan negara, sehingga berbuntut perpecahan.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Solidaritas bagi korban pasal penistaan agama
Bagi para peserta aksi, keputusan pengadilan dalam kasus pidana Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dianggap sebagai preseden buruk bagi peradilan Indonesia. Menurut mereka, goyahnya independensi pengadilan tak lain adalah akibat tekanan massa dan kepentingan politik golongan.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Lilin: menyalakan akal sehat
Beberapa peserta aksi mengharapkan proses pengadilan banding yang akan dijalani Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan lebih utamakan keadilan. Sebagaimana diketahui, Ahok divonis dua tahun penjara atas kasus penistaan agama, pasal karet yang banyak dikritisi dunia internasional. Cahaya lilin dianggap menjadi simbol penerang dalam kegelapan yang memburamkan akal sehat.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Saat doa dipanjatkan
Doa-doa dari berbagai keyakinan dipanjatkan. Di antaranya berupa: permohonan agar kebhinnekaan di tanah air tetap terpelihara, Indonesia rukun dan damai. Dalam doa itu juga tersisip pesan, agar kaum dewasa mampu mendidik generasi anak-anak kini membangun toleransi yang besar terhadap perbedaan suku, agama dan ras.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Lagu-lagu patriotik pun dikumandangkan
Sebagian besar dari mereka mengenakan pakaian yang didominasi warna gelap, sebagai ungkapan berkabung. Pekik merdeka berkumandang berulang kali. Sementara lagu-lagu patriotik dengan semangat dikumandangkan bersama. Ekspresi semangat dan optimisme menyeruak di wajah peserta aksi yang lantang menyanyikan Indonesia Raya, Garuda Pancasila, hingga Berkibarlah Benderaku serta lagu-lagu lainnya.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Diprakarsai ibu di hari ibu
Aksi ini digerakkan oleh ibu-ibu Indonesia di Bonn yang prihatin dengan melebarnya intoleransi di tanah air, di antaranya Lisa, Shinta dan Nana. Selain momentumnya bersamaan dengan aksi-aksi 1000 lilin serupa di seluruh dunia, aksi di Bonn juga digelar bertepatan dengan peringatan Hari Ibu di Jerman. Anak-anak muda yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) juga tampak hadir.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Merah Putih tetap berkibar
Saat lagu Indonesia Pusaka dikumandangkan, tampak keharuan menyeruak, dimana beberapa peserta aksi mulai menyeka air mata. Namun ketika lagu Bendera dari grup warna Cokelat dinyanyikan, beberapa anak muda tampak kembali semangat menghentak kaki dan mengepal tangan. Beberapa anak muda dalam aksi ini mengaku tak rela tanah air mereka terpecah akibat kepentingan kelompok.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Demi NKRI
Meski jauh dari kampung halaman, ingatan sebagian besar masyarakat Indonesia yang ikut dalam aksi peduli ini kembali ke tanah air. Mereka tak ingin segala bentuk perpecahan menghancurkan keberagaman yang telah menjadi nadi bangsa Indonesia. Perhimpunan masyarakat Indonesia-Jerman pun berpartisipasi di acara ini.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Solidaritas berbangsa dalam kemajemukan
Warga masyarakat yang berhimpun dalam aksi 1000 lilin di Bonn ini, bukan hanya dihadiri warga Kota Bonn, namun juga dari berbagai kota-kota lain di Bonn, seperti Düsseldorf, Aachen dan Dresden. Bahkan beberapa orang yang berdomisili di Indonesia, namun tengah menjalani kegiatan di kota Bonn, juga menyempatkan diri ambil bagian dalam aksi ini.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Pergi bersih, pulangpun bersih
Aksi berakhir, para peserta aksi segera membereskan lilin-lilin yang telah dipakai. Mereka segera bergotong royong membereskan dan membersihkan arena aksi. Lelehan lilin yang sempat menetes dikikis hingga kembali bersih, agar tak ada orang tergelincir keesokan harinya.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Di bawah payung hitam
Aksi di Bonn usai, hujan pun turun, namun sebagian warga masih bertahan. Mereka kembali menyanyi dan menaruh harap, di masa depan perdamaian akan menyelimuti zamrud kathulistiwa yang kaya akan keragaman. Di kota-kota lainnya, sebagian warga Indonesia yang berdomisili di Jerman mengadakan aksi serupa.
(Ed: Purwaningsih/Setiawan)
Foto: DW/A. Purwaningsih
13 foto1 | 13
Menyinggung soal Ahok
Kasus penghukuman terhadap gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) jadi sorotan di dunia internasional. Dalam kesempatannya berbicara di Oxford, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta semua pihak menghargai proses hukum yang berlangsung di Indonesia.
Dikutip dari detik.com, Kalla berujar: "(Ahok) menyindir bahwa lawan-lawannya telah menggunakan sebuah ayat Alquran untuk mengelabui orang agar tidak memilih dia. Hal ini menyebabkan serangkaian demonstrasi damai di Jakarta."
Kritik pedas bagi Kalla
Sebelum acara di universitas itu dimulai, seorang perempuan keturunan Indonesia di Inggris bernama Mariella datang membawa beberapa papan bertulisan "Boo to Jusuf Kalla", "Stop Prosecution to Christians", dan poster Anies Baswedan dengan tulisan "Pilihan Jusuf Kalla untuk Gubernur Jakarta".
Dilansir dari Antara, Mariella memprotes vonis terhadap gubernur non aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dipenjara dua tahun dalam kasus penistaan agama. Mariella menyebutkan: "Saya ingin tinggal di Indonesia, tapi beberapa kelompok menyerukan jihad, jadi Pak Jusuf Kalla tolong katakan pada saya, Islam moderat seperti apa yang ada di Indonesia saat ini?" tandasnya.
ap/vlz(detik/antara)
Solidaritas dan Toleransi di Jerman
Puluhan ribu warga Muslim di Jerman menunjukkan sikap solidaritas terhadap korban pembunuhan di Paris serta mendemonstrasikan toleransi di Jerman. Berjaga untuk menjaga kerukunan beragama adalah mottonya.
Foto: Reuters/F. Bensch
Jangan Salahgunakan Nama Islam
Seorang remaja perempuan dalam aksi di Gerbang Brandenburg Berlin membawa plakat bertuliskan "I'm Muslima #Not In My Name". Setelah serangan teror terhadap Charlie Hebdo, warga Muslim Jerman berinisiatif menggelar acara bersama perwakilan tinggi pemerintah Jerman untuk menujukkan bahwa Jerman terbuka dan toleran serta mendukung kebebasan berekspresi dan bebas menjalankan agama serta keyakinan.
Foto: picture-alliance/dpa/K. Nietfeld
Tidak Mau Dipecahbelah
Ketua Dewan Muslim Jerman, Aiman A. Mazyek di mimbar dalam acara di Berlin itu menyatakan: Kami tidak akan membiarkan masyarakat Islam dipecahbelah oleh kelompok ekstrimis yang hanya punya target mengobarkan kebencian dan memicu perselisihan. Ia juga mengajak para karikaturis untuk tidak melakukan generalisasi umat Islam, tapi lebih mengarahkan target kritikannya terhadap kelompok teroris.
Foto: Reuters/F. Bensch
Kerukunan Beragama
Sebuah poster yang terbaca 'Coexist' atau hidup berdampingan, yang disusun dari tiga lambang agama besar di Jerman yakni Islam, Yahudi dan Kristen melambangkan toleransi beragama di Jerman. Para pimpinan ketiga agama besar itu di Jerman, menyerukan agar warga tidak terprovokasi dan tetap menjaga kerukunan.
Foto: Reuters/Fabrizio Bensch
Membela Islam
Presiden Jerman Joachim Gauck menyatakan terimakasihnya kepada masyarat Muslim di Jerman yang menyatakan menentang teror dan jangan menyalahgunakan nama umat Islam untuk melakukan teror. Dengan memandang aksi kelompok anti-Islam Pegida, Gauck menyerukan, semua warga Jerman harus melawan dan mencegah serangan terhadap mesjid. Presiden Jerman juga mengritik sikap kebencian terhadap warga asing.
Foto: T. Schwarz/AFP/Getty Images
Islam Bagian dari Jerman
Kanselir Jerman Angela Merkel (ketiga dari kiri) bersama petinggi Jerman serta perwakilan pimpinan keagamaan secara simbolis menunjukkan kebersamaan, kerukunan dan toleransi. Merkel juga dengan tegas menyatakan. "Islam juga bagian dari Jerman." Kanselir Jerman dengan itu menunjukkan sinyal perlawanan terhadap kelompok anti-Islam yang makin marak di Jerman.
Foto: Reuters/F. Bensch
Untuk Kebebasan
Warga dalam aksi solidaritas dan toleransi di Berlin yang dikoordinir warga Muslim Jerman membawa plakat bertuliskan "Für Freiheit"--untuk kebebasan. Warga menyadari bahwa kebebasan berekspresi, mengungkapkan pendapat, kebebasan beragam dan kebebasan pers merupakan landasan untuk hidup bersama dengan damai dan tanpa ketakutan serta kebencian.