PBB terpaksa mengurangi anggaran bantuan sektor kemanusiaan setelah menghadapi "pemangkasan habis-habisan", pasca Presiden AS Trump menginstruksikan pengurangan drastis dana bantuan internasional.
Tom Fletcher, wakil sekjen Badan Koordinator urusan Kemanusiaan PBBFoto: Salvatore Di Nolfi/KEYSTONE/picture alliance
Iklan
Badan Koordinasi urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UN-OCHA Senin(16/6) menyatakan, organisasi terpaksa memangkas drastis rencana alokasi anggaran bantuan setelah menghadapi pemangkasan 'habis-habisan' oleh AS.
OCHA pun merevisi secara drastis anggaran bantuannya, turun menjadi sebesar 29 miliar USD (sekitar 472 triliun rupiah). Sebelumnya pada Desember 2024, berdasarkan laporan tahunan Global Humanitarian Overview 2025 (GHO), badan PBB tersebut membutuhkan dana sekitar 44 miiar USD (sekitar 716 triliun rupiah) untuk disalurkan ke 70 negara, menyediakan bantuan pada "180 juta orang, termasuk pengungsi"
PBB kekurangan dana bantuan kemanusiaan
UN-OCHA menyatakan, sampai pertengahan tahun ini, badan PBB tersebut hanya menerima anggaran sebesar 5.6 miliar USD (91 triliun rupiah), kurang dari 13% dari total anggaran yang dibutuhkan.
"Kami terpaksa melakukan triase (penentuan prioritas) penyelamatan nyawa," ujar Tom Fletcher, Wakil Sekjen PBB Kemanusiaan dan Bantuan Darurat.
Dalam pernyataan resminya, OCHA menyerukan secara global permohonan pemenuhan anggaran yang jadi prioritas utama, untuk membantu 114 juta orang yang terancam bahaya di seluruh dunia."
Lewat revisi pedoman anggaran ini, bantuan UN-OCHA diharapkan dapat "menjangkau orang-orang dan tempat-tempat dengan kebutuhan yang paling mendesak."
Bantuan akan dialokasikan "Berdasarkan perencanaan yang telah dilakukan untuk tahun 2025... memastikan sumber daya yang terbatas dialokasikan ke tempat yang paling terdampak—secepat mungkin," kata UN-OCHA.
Krisis Yaman Memburuk, Organisasi Kemanusiaan Kehabisan Uang
Perang di Yaman terus berlanjut. Namun, sejumlah organisasi kemanusiaan saat ini terancam kehabisan uang. Invasi Rusia di Ukraina berpotensi memperburuk keadaan di Yaman.
Foto: Mohammed Huwais/AFP/Getty Images
Kurangnya bantuan kemanusiaan
Krisis kemanusiaan di Yaman yang dilanda perang semakin memburuk. Menurut Program Pangan Dunia PBB (WFP), 13 juta orang di sana terancam kelaparan, lantaran perang saudara yang berkepanjangan dan kurangnya bantuan kemanusiaan.
Foto: Khaled Ziad/AFP/Getty Images
Sangat bergantung pada bantuan
Sejak awal pandemi COVID-19, semakin banyak orang yang kelaparan. Yaman adalah salah satu negara yang paling membutuhkan bantuan, dengan lebih dari 40% populasi bergantung pada bantuan WFP.
Foto: Khaled Abdullah/REUTERS
WFP kehabisan uang
"Kami memberi makan 13 juta orang dari negara berpenduduk 30 juta orang dan kami kehabisan uang," kata David Beasley, Kepala WFP, kepada Associated Press belum lama ini. "Jadi, apa yang akan saya lakukan untuk anak-anak di Yaman? Mencurinya dari anak-anak di Etiopia, atau Afganistan, atau Nigeria, atau di Suriah? Itu tidak benar," katanya.
Foto: Giles Clarke/UNOCHA/picture alliance
Paket bantuan tidak lengkap
Saat ini sekitar lima juta orang terancam mati akibat kelaparan, kata Corinne Fleischer, Direktur WFP untuk Timur Tengah dan Afrika Utara. Sumbangan bantuan kemanusiaan sejauh ini hanya mencakup 18% dari hampir $2 miliar (Rp28,6 triliun) yang dibutuhkan WFP untuk misinya di Yaman.
Foto: Mohammed Mohammed/XinHua/dpa/picture alliance
Perang Ukraina memperburuk krisis kelaparan
Invasi Rusia berpotensi memperburuk keadaan di Yaman karena WFP memperoleh sekitar setengah dari gandumnya dari Ukraina. Bahkan sebelum perang dimulai, harga gandum telah meningkat tajam. Bank Dunia mengingatkan bahwa perang Ukraina akan mendorong krisis kelaparan yang lebih buruk.
Foto: AHMAD AL-BASHA/AFP/Getty Images
Perang saudara yang berkepanjangan
Perang saudara di Yaman telah berlangsung selama tujuh tahun. Sejak 2015, koalisi pimpinan Arab Saudi memerangi pemberontak Houthi yang didukung Iran, yang saat ini menguasai sebagian besar wilayah di Yaman, termasuk ibu kota, Sanaa.
Foto: imago images/Xinhua
Kekacauan di Aden
Wilayah selatan Aden dikendalikan sepenuhnya oleh separatis sejak 2020 dan telah menjadi basis pemerintah yang diakui secara internasional, dipimpin oleh Abed Rabbo Mansour Hadi, sejak Houthi menyingkirkannya keluar dari Sanaa.
Foto: Wael Qubady/AP Photo/picture alliance
Tidak ada tempat berlindung
Kota Marib dianggap strategis karena merupakan benteng terakhir dari pemerintah yang diakui secara resmi di utara. Pertempura tengah berlangsung di sini, di mana Saudi terus-menerus mengebom daerah tersebut. Warga sipil terpaksa terus memindahkan kamp pengungsi mereka karena garis depan terus bergeser.
Foto: AFP /Getty Images
Rumah sakit penuh
Sistem kesehatan di Yaman bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Perang yang sedang berlangsung dan pandemi COVID-19 hanya membuat segalanya lebih mengerikan di negara termiskin di semenanjung Arab itu.
Foto: Abdulnasser Alseddik/AA/picture alliance
Sekolah dibom
Dalam laporan tahun 2021, UNICEF mengatakan bahwa pendidikan menjadi salah satu korban terbesar perang Yaman. Lebih dari 2 juta anak perempuan dan laki-laki usia sekolah tidak dapat mengenyam pendidikan. Banyak sekolah hancur dibom.
Foto: Mohammed Al-Wafi /AA/picture alliance
Rangkaian kesengsaraan
Listrik, air bersih, dan bahan bakar - selalu ada sesuatu yang kurang di Yaman. Antrean di SPBU semakin panjang. Tanpa dana kemanusiaan yang lebih banyak, rangkaian kesengsaraan ini hanya akan berlanjut. (ha/yf)
Foto: Mohammed Huwais/AFP/Getty Images
11 foto1 | 11
Mengapa UN-OCHA turut memangkas bantuan?
Fletcher mengatakan; "pemangkasan dana habis-habisan membuat kami kehabisan pilihan."
"Kami hanya meminta 1% dana bantuan, yang Anda belanjakan tahun lalu untuk perang. Tapi ini bukan sekadar permohonan bantuan—ini adalah seruan untuk tanggung jawab global, solidaritas kemanusiaan, dan komitmen untuk mengakhiri penderitaan."