Deutsche Welle menghadapi tantangan baru dengan banyaknya krisis dan meningkatnya populisme di seluruh dunia. Selasa (05/06), Kanselir Angela Merkel akan berpidato pada seremoni ulang tahun DW.
Iklan
"Pendengar yang terhormat, di negeri-negeri jauh…" demikian kata-kata pembuka sambutan Presiden Jerman Theodor Heuss tanggal 3 Mei 1955, ketika siaran luar negeri Jerman Deutsche Welle (DW) pertama kali mengudara dari kota Köln. Mandat DW ketika itu adalah untuk "memberi gambaran tentang Jerman dari aspek politik, ekonomi dan budaya" kepada pendengarnya.
Siaran radionya ketika itu dilakukan pada gelombang pendek, pertama-tama dalam bahasa Jerman. Tahun 1954 mulai dibuka siaran berbahasa asing. Lalu tahun 1992, DW mulai tampil sebagai siaran televisi, kemudian ditambah dengan berita-berita online.
65 tahun setelah itu, "Deutsche Welle sudah mengalami banyak perubahan", kata Direktur Jendral saat ini Peter Limbourg. "Dari stasiun siaran radio gelombang pendek, yang ditujukan kepada warga Jerman yang bermukim di luar negeri, sampai kini menjadi rumah media internasional, dengan 30 bahasa dengan siaran analog maupun digital, dan berusaha mencapai publik seluas mungkin untuk membawa informasi, juga ke kawasan-kawasan yang masih memberlakukan sensor."
Menurut Limbourg, tugas masa kini memang jauh lebih berat. Namun perkembangan teknologi internet dan media sosial membuka peluang baru untuk mencapai publik lebih luas, terutama kaum muda. Limbourg telah menjadi Dirjen DW sejak 4,5 tahun.
7 Alasan Berkunjung ke Kota Bonn
Banyak metropolitan lain di sepanjang sungai Rhein. Tapi, hanya kota Bonn yang pernah menjadi ibukota Jerman selama puluhan tahun. Di kota ini, komponis besar Jerman Ludwig van Beethoven dilahirkan.
Foto: Bundesstadt Bonn/Michael Sondermann
Monumen Beethoven di pusat kota Bonn
Komponis besar Jerman Ludwig van Beethoven lahir di Bonn tahun 1770. Sebagai penghormatan, kota ini membangun sebuah monumen di pusat kota tahun 1845. Rumah kelahiran Beethoven hanya beberapa ratus meter dari sini. Sekarang dijadikan museum kecil. Setiap tahun kota Bonn menggelar festival.musik Beethoven
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
Gedung Balai Kota tua
Di Gedung bergaya rokoko ini, kota Bonn menerima tamu-tamu kehormatannya. Di sini disimpan Buku Emas kota Bonn, yang memuat salam dari tamu-tamu internasional. Bonn adalah ibukota Jerman Barat dari 1949 sampai 1990. Setelah penyatuan Jerman, ibukota dipindahkan ke Berlin.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Kalker
Kastil Poppelsdorf
Kastil Poppelsdorf dibangun mulai tahun 1715 dan rampung tahun 1740. Bangunan ini adalah bagian dari kompleks peristirahatan seorang bangsawan Jerman. Sekarang menjadi bagian dari Universitas Bonn. Di sampingnya ada Taman Botanikal, yang termasuk salah satu yang tertua di dunia dan terkaya variasinya.
Foto: Bundesstadt Bonn/Michael Sondermann
Museum Sejarah "Haus der Geschichte"
Museum "Haus der Geschchte" (Rumah Sejarah) setiap tahun didatangi lebih 850 ribu pengunjung. Pameran permanen di sini menggambarkan perkembangan sejarah Jerman sejak 1945. Ada lebih dari 6000 artefak dan dokumen yang bisa dilihat. Salah satunya, mobil dinas kanselir pertama, Konrad Adenauer, yang masih terawat baik. Tipe mobil: Mercedes 300 dengan daya 115 PS.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Heyder
Deutsche Welle dan Sekretariat Iklim PBB
Tidak jauh dari kompleks museum "Museumsmeile" ada gedung pusat Deutsche Welle. Di media ini bekerja tenaga profesional dari 60 negara. Tepat di sebelahnya ada Sekretariat PBB untuk perubahan iklim. Di ujung lain, menjulang kantor pusat pos Jerman -"Post Tower".
Foto: DW
Jalan Sakura di Kota Tua
Tontonan alam yang luar biasa terjadi setiap tahun di musim semi. Wisatawan dari seluruh dunia datang ke sini mengagumi lautan warna merah muda di kota tua Bonn, tepatnya di Heerstraße. Pohon-pohon cherry Jepang ini ditanam tahun 1980an untuk memberi warna pada kota tua.
Foto: picture-alliance/U. Baumgarten
Pemandangan dari Bukit Naga Drachenfels
Bukit ini namanya Drachenfels, atau Karang Naga. Tempat ini menjadi salah satu tujuan utama pada rute wisata sungai Rhein karena pemandangan indahnya. Mereka yang ambisius bisa mencoba mendaki ke atas bukit dengan berjalan kaki. Jika tidak, Anda juga bisa naik menggunakan kereta listrik.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Jensen
7 foto1 | 7
Kanselir Merkel akan berpidato
Selasa (05/06), DW akan mengadakan seremoni untuk menandai hari jadi ke-65. Wakil Menteri Kebudayaan Monika Grütters akan mengambil bagian serta anggota parlemen dari semua partai parlementer. Kanselir Angela Merkel akan berpidato dan mengikuti tur informatif tentang proyek-proyek DW baru seperti misalnya video panduan animasi berbahasa Rusia yang telah dirancang untuk mengenali berita hoax.
Perkembangan pesat dengan tantangan besar
"Stasiun siaran" sebenarnya sebutan yang tidak cocok lagi, karena DW sekarang punya kegiatan jauh lebih luas: Program televisi dalam empat bahasa, siaran radio dan berita online dalam 30 bahasa. Telepon selular di masa kini memainkan peran penting untuk menggapai para pengguna muda. Selain itu, DW juga menyelenggarakan berbagai program pendidikan dan pelatihan jurnalistik melalui DW Akademie. Sejak tahun 1965, DW Akademie sudah meluluskan ribuan jurnalis dan tenaga media.
Perkembangan teknologi membuat penyebaran informasi jadi lebih mudah. Tapi di banyak tempat, situasi politik jadi makin sulit. Orang mulai khawatir akan terjadi sebuah Perang Dingin baru. Di banyak negara masih ada sensor dan pembatasan informasi. Kebebasan berpendapatdan kebebasan pers menghadapi tantangan berat. "Ini masa-masa sulit, artinya tugas DW makin berat. Kita harus memberikan informasi, membangun jembatan dan menerangkan nilai-nilai yang kita hormati", kata Peter Limbourg. "Tantangan makin besar dengan meningkatnya propaganda, fake news, arus migrasi, perubahan iklim dan teror internasional."
Laksanakan Tugas dari Generasi ke Generasi
Redaksi Bahasa Indonesia Deutsche Welle sudah mencapai usia 53 tahun. Berikut kilas balik redaksi dari generasi ke generasi.
Foto: DW
Redaksi di Masa Awal
Mulai tahun 1968 redaksi dikepalai oleh Elisabeth Soeprapto-Hastrich. Posisi ini kemudian diambil alih oleh Rüdiger Siebert (alm.) sampai tahun 2003. Tetapi Ibu Soeprapto-Hastrich tetap berhubungan erat dengan redaksi. Misalnya dengan hadir pada acara jumpa pendengar di Indonesia.
Foto: DW
Sibuk Menulis dan Persiapkan Naskah
Pekerjaan sehari-hari di redaksi terutama menyusun dan menulis naskah yang akan disampaikan kepada pendengar, seperti tampak pada foto dari tahun 1980-an. Ketika itu redaksi Bahasa Indonesia hanya punya siaran radio. Di belakang: Yasmin Subali und Mariana Kwa. Di depan: John Kosakoy.
Foto: DW
Sambutan dari Indonesia
Sejak dulu, laporan dari redaksi Bahasa Indonesia mendapat sambutan hangat dari pendengar dan pembaca di Indonesia. Sampai sekitar 10.000 surat per bulan bisa membanjiri redaksi. Tahun 1975 yang bertanggungjawab mengurus surat-surat dari pendengar Titi Said (kiri) dan Mariana Kwa. Lihat juga cerita Mariana Kwa yang berjudul "Dirgahayu Redaksi Indonesia DW!!"
Foto: DW
Aktif Meliput Peristiwa Politik
Tahun 1991 Presiden Suharto mengadakan kunjungan ke Jerman. Ketika itu, di Berlin terjadi aksi protes terhadap pemerintah Indonesia. Simak juga cerita-cerita Asril Ridwan, yang berjudul "Dulu Ketika Masih Bersama Deutsche Welle".
Foto: DW
Meliput Aksi Protes
Tahun 1995, Indonesia juga menjadi mitra di Pekan Raya Industri Hannover. Ketika itu Presiden Soeharto hadir untuk meresmikan anjungan Indonesia. Aksi protes kembali terjadi. Simak cerita Asril Ridwan yang berjudul "Dulu Ketika Masih Bersama Deutsche Welle".
Foto: DW
Mengikuti Perkembangan Jerman
Redaksi Bahasa Indonesia Deutsche Welle tentu juga meliput perkembangan di Jerman. Penyatuan Jerman dan runtuhnya tembok Berlin merupakan peristiwa penting dalam sejarah Jerman yang juga diberitakan bagi pendengar di Indonesia. Simak juga pengalaman Asril Ridwan.
Foto: DW
Di Tahun 1980-an
Foto ini menjadi foto resmi redaksi, dan digunakan untuk berbagai informasi kepada pendengar, seperti untuk jadwal siaran. Dari kiri: Asril Ridwan, Sulastri Wiriadipoera, M. H. Pattinasarany, Anneliese Engelskamp, A. Yasmine S. D., Emiel Indrakesuma, Raden Sedhono, Mariana Kwa, John Kosakoy, Rüdiger Siebert, Mohammad Arsad.
Foto: DW
Termasuk Program Asia
Bersama Günther Knabe, kepala program Asia. Dari kiri: Asril Ridwan, Edith Koesoemawiria, Srie Sedhono, Mariana Kwa. Di depan: Marina Pakpahan.
Foto: DW
Bersama-Sama Merayakan
Jika ada yang berulangtahun, atau di saat Idul Fitri dan Natal-Tahun Baru, anggota redaksi, seperti ini di tahun 1990-an, kerap mengadakan perayaan kecil bersama. Untuk itu, tamu-tamu dari luar redaksi, seperti anggota keluarga, kerap hadir.
Foto: DW
Dokumentasi Redaksi
Jika ada perayaan, atau acara apapun, ada yang mendokumentasi. Seperti tampak di foto dari tahun 1996. Dari kiri: Agus Setiawan, Mariana Kwa dan Boetje Pattinasarany.
Foto: DW
Campuran Generasi
Anggota redaksi berganti dari waktu ke waktu. Tampak di foto dari tahun 2004, dari kiri: Christa-Saloh-Foerster, Mariana Kwa, Lena Simanjuntak, Renate Permadi, Edith Koesoemawiria dan Dyan Kostermans.
Foto: DW
Bersama Redaksi Lain
Dari kiri: Tristiastini Soetrisno, Christa-Saloh-Foerster, Mariana Kwa, Sybille Golte (ketua redaksi Bahasa Indonesia 2004-2012), dan Dr. Said Musa Samimy (ketua redaksi Afghanistan).
Foto: DW
Sekitar 20 Tahun Lalu
Redaksi di tahun 1990-an. Dari kiri: Mohammad Arsad, Asril Rdwan, Aan Lubis, Mariana Kwa, Rüdiger Siebert, Renate Schäfer, Anneliese Engelskamp, Tristiastini Soetrisno, Dewi Gunawan-Ladener, Gerard Bibang, Agus Setiawan, Emiel Indrakesuma. Foto ini digunakan untuk kartu pos yang dikirimkan ke pendengar di Indonesia.
Foto: DW
Tetap bersemangat muda
Tahun 2012, redaksi Bahasa Indonesia memulai program televisi Inovator. Anggota redaksi juga mengalami perubahan. Di belakang dari kiri: Yuniman Farid, Andy Budiman, Grahame Lucas, Hendra Pasuhuk, Agus Setiawan, Rizki Nugraha. Di depan dari kiri: Edith Koesoemawiria, Marjory Linardy, Luky Setyarini, Andriani Nangoy, Vidi Legowo, Dyan Kostermans dan Christa Saloh
Foto: DW
14 foto1 | 14
Menurut Peter Limbourg, Deutsche Welle masih sering menghadapi pemblokiran, seperti misalnya di Cina dan di Iran. "Di satu pihak ini perkembangan yang mengkhawatirkan, di lain pihak hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan kita tetap penting dan tetap relevan, juga pada masa sekarang".
"Pertukaran budaya, tradisi dan dialog antar agama"
Di Bonn dan Berlin ada sekitar 3400 pekerja Deutsche Welle yang berasal dari 60 negara. Pada saat yang sama, jumlah koresponden di Asia dan Afrika terus meningkat. "Keberagaman ini adalah nilai yang berharga sekaligus menjadi kekuatan DW", kata Peter Limbourg. "Kami bisa saling belajar dan mengalami sendiri, bagaimana dialog budaya, agama dan tradisi bisa menelurkan hal-hal baru. Semua ini dilakukan berdasarkan prinsip kebebasan yang dijamin oleh konstitusi Jerman. Bagi saya, adalah suatu kebahagiaan besar, bekerja dengan para kolega yang punya beragam latar belakang dan penuh inspirasi."
Di Jerman, Deutsche welle memang tidak terlalu dikenal. Tapi di luar negeri, DW adalah institusi yang dipertungkan. Sandra Petersmann, jurnalis yang punya pengalaman panjang di berbagai kawasan krisis, punya pengalaman khusus tahun 2000 ketika berada di Eritrea. Ketika itu dia sedang magang sebagai tenaga media DW di sebuah organisasi bantuan medis. "Sore hari kami melewati sebuah desa kecil. Di bawah pohon saya melihat sekelompok orang berkumpul mendengar siaran radio dari transistor bertenaga baterai. Saya kenal betul jingle pengenal DW, tapi saya tidak mengerti sama sekali apa yang diberitakan. Itu siaran bahasa Amharis dari DW redaksi Afrika. Waktu mereka tahu, bahwa saya seorang jurnalis DW, mereka langsung mengundang saya ikut upacara tradisional minum kopi", tutur jurnalis DW yang sekarang berusia 45 tahun itu. Hal serupa dia alami ketika bertugas di Afghanistan. "Justru di desa-desa terpencil, orang-orang haus informasi", kata Sandra Petersmann.
Pernah ada masanya ketika parlemen Jerman berdebat tentang peran Deutsche Welle dan apakah DW masih diperlukan di masa perkembangan teknologi yang cepat. Namun kini, hampir semua anggota dewan yakin, eksistensi Deutsche Welle harus dipertahankan dan dikembangkan. Karena DW "menyiarkan fakta dan bukan fake news, secara independen, inovatif dan sepenuh hati,", kata jurubicara media dari partai SPD, Martin Rabanus. Dalam sebuah survei internasional, 96 persen pemirsa dan pengguna mengatakan, siaran DW bisa dipercaya. Setiap minggu, situs DW dikunjungi oleh 150 juta penggemar. Angkanya terus bertambah.
Kampanye DW: "Kami adalah Jerman"
Jika sekelompok orang berusaha meracuni iklim sosial di masyarakat, maka sudah saatnya untuk bergerak. Jerman membutuhkan iklim toleransi. Dengan gerakan "Kami adalah Jerman," Deutsche Welle ingin membuat langkah pertama
Foto: Guido Schröder | Harald Hoffmann / DG
#KamiAdalahJerman
Pelawak Jerman, Hape Kerkeling dan Kaya Yanar mendukung kampanye "Kami adalah Jerman" yang digawangi DW. Demi menjaga iklim toleran, keragaman sosial dan dialog interkultural. Deutsche Welle berupaya mengkampanyekan pesan tersebut ke seluruh dunia lewat berbagai program dalam 30 bahasa.
Foto: Felix Rachor | Nadine Dilly
#KamiAdalahJerman
Pelawak Jerman, Abdelkarim dan pemain biola, Anne-Sophie Mutter mendukung kampanye "Kami adalah Jerman" yang digawangi DW. Demi menjaga iklim toleran, keragaman sosial dan dialog interkultural. Deutsche Welle berupaya mengkampanyekan pesan tersebut ke seluruh dunia lewat berbagai program dalam 30 bahasa.
Foto: Guido Schröder | Harald Hoffmann / DG
#KamiAdalahJerman
Meike Krüger (Deutsche Welle, program Budaya) dan Elizabeth Shoo (Deutsche Welle, redaksi Kisuaheli) mendukung kampanye "Kami adalah Jerman" yang digawangi DW. Demi menjaga iklim toleran, keragaman sosial dan dialog interkultural. Deutsche Welle berupaya mengkampanyekan pesan tersebut ke seluruh dunia lewat berbagai program dalam 30 bahasa.
Foto: DW
#KamiAdalahJerman
Dirijen Daniel Barenboim dan bintang layar lebar Jerman, Liz Baffoe mendukung kampanye "Kami adalah Jerman" yang digawangi DW. Demi menjaga iklim toleran, keragaman sosial dan dialog interkultural. Deutsche Welle berupaya mengkampanyekan pesan tersebut ke seluruh dunia lewat berbagai program dalam 30 bahasa.
Foto: Peter Adamik | Liz Baffoe
#KamiAdalahJerman
Jaafar Abdul Karim (Deutsche Welle, redaksi Arab) dan Jana Pareigis (Deutsche Welle, Berita Dunia) mendukung kampanye "Kami adalah Jerman" yang digawangi DW. Demi menjaga iklim toleran, keragaman sosial dan dialog interkultural. Deutsche Welle berupaya mengkampanyekan pesan tersebut ke seluruh dunia lewat berbagai program dalam 30 bahasa.
Foto: DW
#KamiAdalahJerman
Debarati Guha (Deutsche Welle, redaksi Bengali) dan Kristina Sterz (Deutsche Welle, budaya) mendukung kampanye "Kami adalah Jerman" yang digawangi DW. Demi menjaga iklim toleran, keragaman sosial dan dialog interkultural. Deutsche Welle berupaya mengkampanyekan pesan tersebut ke seluruh dunia lewat berbagai program dalam 30 bahasa.
Foto: DW
#KamiAdalahJerman
Direktur festival Bethooven, Nike Wagner dan sutradara Züli Aladag mendukung kampanye "Kami adalah Jerman" yang digawangi DW. Demi menjaga iklim toleran, keragaman sosial dan dialog interkultural. Deutsche Welle berupaya mengkampanyekan pesan tersebut ke seluruh dunia lewat berbagai program dalam 30 bahasa.
Foto: Monika Nonnenmacher | Heinrich Völkel
#KamiAdalahJerman
Zainab Mohammed-Ahmed (Deutsche Welle, redaksi Haussa) dan Joscha Weber (Deutsche Welle, Olahraga) mendukung kampanye "Kami adalah Jerman" yang digawangi DW. Demi menjaga iklim toleran, keragaman sosial dan dialog interkultural. Deutsche Welle berupaya mengkampanyekan pesan tersebut ke seluruh dunia lewat berbagai program dalam 30 bahasa.
Foto: DW
#KamiAdalahJerman
Pia Castro (Deutsche Welle, redaksi Spanyol) und Amrita Cheema (Deutsche Welle, redaksi Inggris) mendukung kampanye "Kami adalah Jerman" yang digawangi DW. Demi menjaga iklim toleran, keragaman sosial dan dialog interkultural. Deutsche Welle berupaya mengkampanyekan pesan tersebut ke seluruh dunia lewat berbagai program dalam 30 bahasa.