Mahasiswa Thai Dihukum 2 1/2 Penjara Karena Hina Kerajaan
15 Agustus 2017
Pengadilan di Thailand hari Selasa (15/8) menghukum seorang aktivis mahasiswa 2 1/2 tahun penjara atas tuduhan menghina kerajaan. Dia membagikan artikel BBC tentang raja baru Thailand.
Iklan
Jatupat "Pai Dao Din" Boonpattararaksa awalnya dijatuhi vonis lima tahun penjara oleh pengadilan di provinsi Khon Kaen. Namun hukumannya diperingan setelah dia akhirnya mengaku bersalah. Ini adalah praktik standar di pengadilan Thailand, kata Poonsuk Poonsukcharoen darikelompok Pengacara Hak Asasi Manusia Thailand.
Jatupat ditangkap Desember lalu karena membag profil Raja Maha Vajiralongkorn Bodindradebayavarangkun yang diambilnya dari layanan berbahasa Thailand BBC. Dalam artikal itu BBC menulis tentang kehidupan pribadi raja saat dia menjadi putra mahkota, termasuk rincian tiga pernikahan yang berakhir dengan perceraian.
Putusan tersebut dikeluarkan setelah sidang tertutup yang tertutup untuk wartawan dan kerabat terdakwa.
Poonsuk mengatakan bahwa pengacara Jatupat menasihatinya untuk mengaku bersalah atas tuduhan tersebut, karena permintaannya untuk bebas dengan jaminan telah berulang kali ditolak. Ayah Jatupat, Viboon Boonpattaraksa, mengatakan pada hari pertama persidangan, permohonan bebas dengan jaminan itu sudah ditolak 12 kali. Karena tidak ada jaminan bahwa upaya banding akan berhasil, terdakwa akhirnya mengaku bersalah agar mendapat hukuman penjara yang lebih pendek.
"Jika kita bisa membayar uang jaminan, pertarungan hukum kita tidak akan berjalan ke arah ini," kata Poonsuk. Dia menambahkan, terdakwa dalam kasus semacam ini memang jarang diberi opsi membayar uang jaminan setelah ditangkap.
Jatupat adalah anggota terkemuka Dao Din, sebuah organisasi pelajar kecil yang memrotes pemerintah militer Thailand. Bulan Maret lalu, dia mendapat penghargaan hak asasi manusia dari The May 18 Memorial Foundation di Korea Selatan. Dia menerima penghargaan itu dalam tahanan.
Dia diawasi ketat oleh pihak berwenang Thailand setelah November 2014, setelah dia dan beberapa anggota Dao Din lainnya menggunakan simbol tiga jari, sebuah isyarat perlawanan yang dipinjam dari film "The Hunger Games", saat Perdana Menteri Prayuth Chan- Ocha berpidato. Prayuth adalah petinggi militer yang mengambil alih kekuasaan dalam kudeta enam bulan sebelumnya.
Penangkapannya adalah kasus yang pertama sejak Raja baru Thailand Maha Vajiralongkorn menggantikan almarhum ayahnya November lalu. Penangkapan itu lalu memicu kritik dari kelompok hak asasi internasional yang mendesak pihak berwenang untuk membatalkan tuntutan tersebut dan membebaskan Jatupat.
Kritik terhadap keluarga kerajaan di Thailand bisa dikenakan sanksi sampai 15 tahun penjara. Menurut kelompok Ilaw yang mendata kasus penghinaan kerajaan, sejak kudeta militer tiga tahun lalu, sudah 82 orang dikenai dakwaan penghinaan keluarga kerajaan.
hp/rn (afp, ap, rtr)
Petarung Transgender Thailand Mencari Pengakuan
Meski diterima luas, kehidupan transgender di Thailand bukan tanpa diskriminasi. Kondisi tersebut memacu petarung Muay Thai untuk berjuang mencari pengakuan setelah berganti kelamin.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Bukan Atlit Biasa
Dibalut tank top berwarna ungu dan celana pendek, bulir keringat mengalir pada wajah Nong Rose Baan Charoensuk yang dihias lipstik merah. Rose bukan sembarang atlit Muaythai. Ia adalah salah satu yang terbaik. "Dia bertarung seperti laki-laki karena dia memang laki-laki," tutur Karum Kaemlam, atlit Muay Thai pria yang menjadi rival Rose di atas ring.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Terbebas Dari Penjara Gender
Kemenangan atas Kaemlam merupakan kesuksesan kedua Rose di atas ring tinju setelah menjadi atlit Muay Thai transgender pertama yang bertarung di Stadion Rajadamnern di Bangkok. "Menjadi perempuan transgender bukan berarti kami lemah," kata Rose setelah pertarungan keduanya itu. "Kami bisa menjadi sukses juga."
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Setara Dengan Pria
Di kota asalnya keberadaan Rose mengusik petarung laki-laki. "Mereka biasanya bilang tidak ingin bertarung dengan gay karena akan malu kalau mereka menang atau kalah," ujarnya. "Saya masih menerima hinaan semacam itu. Tapi saya tidak peduli lagi." Meski Thailand dikenal ramah terhadap kaum LGBTQ, mereka masih mengeluh diperlakukan layaknya warga kelas dua.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Perempuan Sejak Dini
Perempuan 21 tahun itu mulai menjajal kerasnya dunia Muay Thai pada usia delapan tahun. Rose mengatakan ia sudah menyadari dirinya perempuan sejak dini dan mulai merias wajah atau mengenakan pakaian dalam sport buat perempuan ketika bertarung.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Diterima Tapi Tidak Diakui
Pasalnya kendati sering tampil di televisi, kontes kecantikan atau bekerja di salon dan studio kosmetik, perempuan Transgender Thailand tidak boleh mengganti keterangan jenis kelamin di surat identitas. Padahal 2015 silam Thailand telah memberlakukan Undang-undang Anti Diskriminasi yang ditujukan melindungi kaum minoritas seperti LGBTQ.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Inspirasi Dari Pendahulu
Rose bukan petarung Muay Thai transgender pertama Thailand. Status tersebut disandang oleh Parinya Charoenphol yang kini mengelola sasana tinjunya sendiri. Kisah Charoenphol menginspirasi pembuatan sebuah film berjudul "Beautiful Boxer" 2004 silam. Rose berharap suatu saat bisa menjalani hidup layaknya Charoenphol dan memiliki usaha sendiri.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Tegar Melawan Diskriminasi
Setelah lebih dari 300 pertarungan dengan 150 kemenangan, Rose kini ingin menjadi duta Muay Thai di seluruh dunia. Ia mengimbau petarung transgender di kawasan pinggiran atau pedesaan untuk bersikap tegar dan tidak terpengaruh pada diskriminasi yang mengakar di masyarakat. "Mereka harus jatuh dulu dan bangkit kembali. Setelahnya garis finish tidak akan jauh lagi."