Didesak UE, Pakistan Cabut Vonis Mati Pasangan Non-Muslim
4 Juni 2021
Usai pembatalan hukuman mati, pasangan non-muslim di Pakistan akan segera dibebaskan setelah dipenjara selama tujuh tahun atas tuduhan penistaan agama.Uni Eropa sebelumnya mendesak pembebasan pasangan itu.
Iklan
Pengadilan Tinggi Pakistan menolak tuduhan penistaan agama terhadap pasangan Kristen pada Kamis (03/06) dan membatalkan hukuman mati yang dijatuhkan pengadilan lebih rendah pada 2014.
Shafqat Emmanuel Masih dan istrinya, Shughufta Kausar Masih dituduh mengirim pesan teks kepada rekan muslim mereka yang diduga berisi hinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Namun, pasangan itu mengaku buta huruf.
Mereka mengklaim telah dijebak, lantaran adanya perselisihan terkait pekerjaan. Rekan kerja Shughufta Kausar Masih dicurigai mencuri dokumen identitas mereka dan menggunakannya untuk membeli nomor ponsel atas nama pasangan itu.
Bagaimana sikap Uni Eropa?
Pembatalan hukuman mati pasangan Masih terjadi setelah Parlemen Eropa mengecam tindakan "mengkhawatirkan" dalam kasus penistaan agama. Mengomentari tuduhan terhadap Masih dan istrinya, anggota parlemen mengatakan bukti itu "sangat cacat" dan mendesak pihak berwenang Pakistan untuk mencabut hukuman mati "segera dan tanpa syarat."
Pada Kamis (03/06), pengacara pasangan Masih, Saiful Malook mengatakan kliennya akan bebas dari penjara pada pekan depan. "Saya sangat senang bahwa kami bisa membebaskan pasangan ini, mereka termasuk orang yang paling tidak berdaya di masyarakat kami," kata pengacara itu.
Pelarian Hindu Asal Pakistan Harapkan Kedamaian di India
Ratusan warga Hindu Pakistan menyebrang ke India buat mencari suaka. Kebanyakan merasa kondisi kehidupan di Pakistan lebih baik. Tapi mereka mengaku merasa lebih aman hidup di negeri jiran yang dimusuhi.
Foto: DW/Rajib Chakraborty
Bertahan, Lalu Menyebrang
Sejumput warga Hindu memilih menetap di Pakistan, ketika pemisahan tahun 1947 memicu gelombang pengungsi besar-besaran ke jiran India. Jumlah yang bertahan hanya berkisar 2% dari populasi nasional. Kebanyakan hidup dalam klaster-klaster kecil yang tersebar di seluruh penjuru negeri.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Diskriminasi di Negeri Sendiri
Namun diskriminasi dan persekusi terhadap minoritas, terutama Hindu dan Ahmadiyah, kian hari kian bertambah. Amnesty International melaporkan, UU Penistaan Agama lebih banyak membidik kelompok minoritas. Islamisasi paksa juga dilaporkan terjadi di sejumlah kawasan, terutama di wilayah kesukuan di dekat perbatasan Afghanistan.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Memenuhi Panggilan Modi
Sebagian mengikuti panggilan pemerintahan populis kanan India di bawah Perdana Menteri Narendra Modi untuk hijrah mencari suaka. Sesuai UU Kewarganegaraan yang baru, semua pengungsi Hindu yang tiba sebelum 2015 bisa mengikuti jalur cepat naturalisasi. Tampak dalam gambar foto perdana menteri dipajang di salah satu rumah pengungsi.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Arus Deras Pengungsi Hindu
Selama 15 bulan hingga Maret 2019, Kementerian Dalam Negeri India melaporkan 16,121 permohonan suaka dari warga negara Pakistan. Pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah visa yang dikabulkan meningkat dari ratusan menjadi ribuan.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Sambutan Kelompok Hindu Garis Keras
Pelarian mereka juga dimanfaatkan kelompok Hindu garis keras untuk memperluas pengaruh. Antara lain Vishwa Hindu Parishad (VHP) yang beraliran Hindutva dan meyakini supremasi umat Hindu di India, mengirimkan tenaga pengajar ke kamp pengungsi. Organisasi yang berafiliasi dengan partai pemerintah, BJP, ini berulangkali dituduh melakukan tindak kekerasan terhadap minoritas muslim.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
"Mereka hanya ingin membantu"
Para pengungsi diperintah agar tidak berbicara kepada media oleh anggota VHP. Salah seorangnya, Dharamveer Solanki, mengatakan “mereka hanya ingin membantu,” kata dia. “Kami sedang membangun kehidupan di sini,” imbuhnya kepada Reuters.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Bencana Silih Berganti
Sebaliknya nasib serupa diyakini akan menimpa minoritas muslim di India. Dalam sebuah rapat dengar pendapat oleh Komisi Kebebasan Internasional di Kongres AS, pakar dan akademisi India mewanti-wanti terhadap pencabutan kewarganegaraan bagi jutaan minoritas muslim akibat UU Kewarganegaraan yang baru. rzn/vlz (rtr,afp)
Foto: DW/Rajib Chakraborty
7 foto1 | 7
Mengapa kasus ini penting?
Tuduhan penistaan agama adalah masalah serius di Pakistan yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Di banyak daerah, rumor tentang perilaku anti-Islam sudah cukup mampu memicu serangan kekerasan terhadap kelompok minoritas.
Pada 2009, setidaknya tujuh orang tewas di Gojra, sebelah barat Lahore, setelah massa menyerang pemukiman warga Kristen atas dugaan penistaan Alquran.
Mengutip informasi dari Komisi AS untuk Kebebasan Beragama Internasional, harian Pakistani Dawn melaporkan hingga saat ini sekitar 80 orang masih dipenjara atas tuduhan penistaan agama. Setengah dari mereka menghadapi hukuman mati atau penjara seumur hidup.