Setelah ASEAN atas desakan Brunei tidak mengundang pimpinan junta militer ke KTT ASEAN, Jenderal Min Aung Hlaing mengumumkan akan membebaskan lebih dari 5.000 tahanan politik.
Iklan
Pimpinan junta militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan, 5.636 tahanan akan dibebaskan untuk menandai festival Thadingyut bulan Oktober, tanpa memberikan rincian kapan mereka akan dibebaskan.
Pengumuman itu muncul setelah ASEAN memutuskan tidak mengundang Min Aung Hlaing ke pertemuan puncak ASEAN, karena rezim militer tidak memenuhi tuntutan ASEAN untuk meredakan krisis dan menggalang negosiasi dengan para penentang rezim.
Pihak berwenang Myanmar Juni lalu membebaskan lebih dari 2.000 pengunjuk rasa anti-kudeta, termasuk beberapa wartawan yang kritis terhadap rezim militer. Tapi masih banyak yang berada dalam tahanan, termasuk jurnalis Amerika Danny Fenster, yang ditangkap 24 Mei lalu.
"Bukan untuk mengendurkan represi"
Lebih dari 1.300 orang akan dibebaskan dengan syarat mereka menandatangani perjanjian untuk tidak melakukan pelanggaran kembali, kata junta militer dalam pernyataan yang dirilis Senin (18/10). Perjanjian semacam itu "pada dasarnya merupakan bentuk pembebasan bersyarat yang berarti pengawasan dan ancaman yang konstan", kata David Mathieson, pengamat politik yang sebelumnya berbasis di Myanmar, kepada kantor berita AFP.
Iklan
"Itu tidak membebaskan SAC (Dewan Administrasi Negara, sebagaimana junta militer menamakan dirinya sendiri) dari sembilan bulan kekerasan ekstrem."
Kelompok pemantau AAPP mengecam rilis itu sebagai ancaman yang ditujukan kepada pemerintah asing. "Tujuannya bukan untuk mengendurkan represi," kata AAPP dalam sebuah pernyataan yang diposting di Twitter.
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Warga Myanmar melakukan protes nasional menentang kudeta militer. Berbagai kalangan mulai dari dokter, guru, dan buruh menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemulihan demokrasi Myanmar.
Foto: AFP/Getty Images
Dokter dan perawat di garda depan
Kurang dari 24 jam setelah kudeta militer, para dokter dan perawat dari berbagai rumah sakit mengumumkan bahwa mereka melakukan mogok kerja. Mereka juga mengajak warga lainnya untuk bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil.
Foto: REUTERS
Koalisi protes dari berbagai kalangan
Sejak ajakan pembangkangan sipil tersebut, para pelajar, guru, buruh dan banyak kelompok sosial lainnya bergabung dalam gelombang protes. Para demonstran menyerukan dan meneriakkan slogan-slogan seperti "Berikan kekuatan kembali kepada rakyat!" atau "Tujuan kami adalah mendapatkan demokrasi!"
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
Para biksu mendukung gerakan protes
Para Biksu juga turut dalam barisan para demonstran. "Sangha", komunitas monastik di Myanmar selalu memainkan peran penting di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha ini.
Foto: AP Photo/picture alliance
Protes nasional
Demonstrasi berlangsung tidak hanya di pusat kota besar, seperti Yangon dan Mandalay, tetapi orang-orang juga turun ke jalan di daerah etnis minoritas, seperti di Negara Bagian Shan (terlihat di foto).
Foto: AFP/Getty Images
Simbol tiga jari
Para demonstran melambangkan simbol tiga jari sebagai bentuk perlawanan terhadap kudeta militer. Simbol yang diadopsi dari film Hollywood "The Hunger Games" ini juga dilakukan oleh para demonstran di Thailand untuk melawan monarki.
Foto: REUTERS
Dukungan dari balkon
Bagi warga yang tidak turun ke jalan untuk berunjuk rasa, mereka turut menyuarakan dukungan dari balkon-balkon rumah mereka dan menyediakan makanan dan air.
Foto: REUTERS
Menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi
Para demonstran menuntut dikembalikannya pemerintahan demokratis dan pembebasan Aung San Suu Kyi serta politisi tingkat tinggi lain dari partai yang memerintah Myanmar secara de facto, yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Militer menangkap Aung San Suu Kyi dan anggota NLD lainnya pada hari Senin 1 Februari 2021.
Foto: Reuters
Dukungan untuk pemerintahan militer
Pendukung pemerintah militer dan partai para jenderal USDP (Partai Solidaritas dan Pembangunan Persatuan), juga mengadakan beberapa demonstrasi terisolasi di seluruh negeri.
Foto: Thet Aung/AFP/Getty Images
Memori Kudeta 1988
Kudeta tahun 1988 selalu teringat jelas di benak warga selama protes saat ini. Kala itu, suasana menjadi kacau dan tidak tertib saat militer diminta menangani kondisi di tengah protes anti-pemerintah. Ribuan orang tewas, puluhan ribu orang ditangkap, dan banyak mahasiswa dan aktivis mengungsi ke luar negeri.
Foto: ullstein bild-Heritage Images/Alain Evrard
Meriam air di Naypyitaw
Naypyitaw, ibu kota Myanmar di pusat terpencil negara itu, dibangun khusus oleh militer dan diresmikan pada tahun 2005. Pasukan keamanan di kota ini telah mengerahkan meriam air untuk melawan para demonstran.
Foto: Social Media via Reuters
Ketegangan semakin meningkat
Kekerasan meningkat di beberapa wilayah, salah satunya di Myawaddy, sebuah kota di Negara Bagian Kayin selatan. Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet.
Foto: Reuters TV
Bunga untuk pasukan keamanan
Militer mengumumkan bahwa penentangan terhadap junta militer adalah tindakan melanggar hukum dan ''pembuat onar harus disingkirkan''. Ancaman militer itu ditanggapi dengan bentuk perlawanan dari para demonstran, tetapi juga dengan cara yang lembut seperti memberi bunga kepada petugas polisi. Penulis: Rodion Ebbighausen (pkp/ gtp)
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
12 foto1 | 12
ASEAN akan undang "perwakilan non-politik" dari Myanmar
Para menteri luar negeri dari blok ASEAN hari Jumat (15/10) memutuskan untuk tidak mengundang Jenderal Min Aung Hlaing, melainkan memilih untuk mengundang "perwakilan non-politik" untuk mewakili Myanmar pada ke KTT ASEAN 26-28 Oktober.
Keputusan itu diambil atas desakan keras Brunei, setelah menteri luar negeri Brunei Erywan Yusof yang ditugaskan ASEAN ke Myanmar tidak mendapat izin untuk bertemu dengan Aung San Suu Kyi.
Junta militer myanmar mengecam keputusan itu dan menuduh ASEAN telah melanggar kebijakannya sendiri untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri negara-negara anggotanya. Kubu militer melakukan kudeta setelah partai Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) memenangkan pemilu dengan mayoritas besar. Militer mengatakan terpaksa melakukan kudeta karena kecurangan dalam pemilu. Sejak itu, ribuan orang ditahan, termasuk Aung San Suu Kyi.